JOS Soetomo, si raja kayu, kini resmi ditahan. Itu terjadi Senin
19 September lalu. Hari itu keluar surat penahanan untuk Jos dan
Ava Hartono, kakaknya. Ada yang bilang, kedua pengusaha besar
itu diangkut dari Samarinda, markas besar perusahaan Jos, Sumber
Utama Group. Tapi, menurut P.H. Sidarta, pengacara Jos Soetomo,
"mereka ada di Jakarta sewaktu petugas Kejaksaan Agung
menjemputnya." Sejak itulah Jos meninggalkan rumahnya di daerah
mahal Simpruk, Jakarta Selatan, dan menghuni Rumah Tahanan
Negara (Rutan) Kejaksaan Agung, di dekat lapangan tenis
Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Keluarganya, sampai akhir pekan lalu, belum diizinkan
menjenguknya. Dalam surat perintah penahanan, direktur utama
Sumber Mas Group itu dituduh melanggar pasal I ayat I sub a UU
No. III tahun 1971, tentang tindak pidana korupsi dan
manipulasi. Ia didakwa memperkaya diri dan mempergunakan uang
negara dengan melawan hukum. Alasan penahanannya, antara lain,
"untuk menghindari yang diperiksa melarikan diri dan
menghilangkan barang bukti."
Tim khusus yang dibentuk Kejaksaan Agung, yang mengusut perkara
penyelewengan pajak dan bea masuk di berbagai perusahaan Jos,
telah menyelesaikan tugasnya Juli lalu. Pemeriksa mengaku, telah
menemukan bukti-bukti manipulasi pajak dan bea masuk peralatan
dan kendaraan Rp 6 milyar pada enam perusahaan yang tergabung
dalam PT Sumber Mas Group: PT Meranti Sakti Indah Plywood, PT
Sumber Mas Timber PT Meranti Sakti Timber, PT Sumber Mas Indah
Plywood, PT Kayan River Timber Products, dan PT Kayan River
Indah Plywood.
Betulkah? "Siapa bilang itu," kata Jaksa Agung Ismail Saleh
pekan lalu. Menurut Jaksa Agung, angka itu belum tepat benar.
Dan ia juga membantah adanya dugaan bahwa Jos ditahan karena
soal-soal lain. "Tidak ada apa-apanya, kok," katanya.
Keterangan Ismail itu agaknya perlu karena di luaran beredar
juga cerita bahwa Jos ditahan, antara lain, lantaran persaingan
dagang. Meroketnya Sumber Mas Group, yang tahun lalu
menghasilkan lebih dari 18 juta lembar kayu lapis dan
menempatkannya sebagai produsen kayu lapis kedua terbesar di
Indonesia, konon mengundang iri beberapa pihak.
Ada lagi dugaan bahwa ada pihak yang berusaha menjegal Jos
karena popularitas Jos yang melonjak berkat bantuan dan
sumbangan sosialnya yang bermilyar rupiah. "Ia terlalu
berlebihan, hingga kawan atau lawan waspada terhadapnya. Majelis
Ulama KalTim disumbangnya sebuah pesawat udara. Itu 'kan
keterlaluan. Lalu ia membangun sekolah yang menelan biaya Rp
2,5 milyar. Ini tentu memancing pertanyaan," kata suatu sumber
TEMPO.
Kemungkinan adanya karyawan Sumber Mas sendiri yang menjegal Jos
disebut-sebut juga. "Jos tampaknya sangat royal buat orang lain,
tapi agak pelit dengan karyawannya," cerita sebuah sumber lain.
Yang membuatnya tersandung adalah salah satu perusahaannya,
Kayan River Timber (KRT). Semula perusahaan ini patungan antara
PMA Filipina dan veteran RI, dengan konsesi hutan seluas 1,2
juta hektar. Karena sifatnya PMA, banyak peralatan dan
kendaraannya yang masuk tanpa terkena pajak. Tatkala perusahaan
ini bangkrut, 1978, Jos mengambil alih. Beralihnya status
perusahaan ini tentu saja harus diikuti pemutihan pajak oleh
BKPM.
Rupanya Jos lalai. Banyak peralatan, yang semula miik KRT dan
belum diputihkan, dipakainya untuk mengerjakan proyek-proyek di
luar KRT. "Sebagai orang dagang, perbuatannya itu bisa
dimaklumi, tapi secara hukum itu salah," ujar seorang ahli
hukum. Dan rupanya kejaksaan menganggapnya sebagai manipulasi.
Tagihan BKPM untuk pemutihan barang dan peralatan KRT yang baru
muncul November 1982 konon bernilai sekitar Rp 3 milyar.
Belum jelas kapan Jos akan diajukan ke pengadilan. Samarinda,
tempat Jos dituduh melakukan tindak pidana tersebut,
disebut-sebut sebagai tempat akan berlangsungnya sidang
pengadilan Jos.
Bisa Jadi Samarinda akan ramai kalau raja kayu itu nanti
dihadapkan ke pengadilan karena Jos Soetomo memang bukan orang
sembarangan. Haji Mohamad Jos Soetomo, 38 tahun, amat populer.
Ia dikenal dekat dengan bekas gubernur Kal-Tim, Eri Supardjan,
yang diganti 20 Juni lalu. Ia penasihat AMPI, Bakom PKB, dan
aktif dalam Golkar. Pada Pemilu 1982, Jos merupakan calon tetap
No. 4 untuk anggota DPRD. Ia juga dikenal sebagai dermawan.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat H. Alamsjah, sewaktu
menjabat menteri agama, pernah memujinya, "kedermawanan
pengusaha seperti Tomo patut dicontoh." Itu terjadi ketika
Alamsjah meletakkan batu pertama pembangunan Rumah Sakit Al
Ittihad seharga Rp 3 milyar di Gunung Kelua, Samarinda, tahun
1981.
Kedermawanannya memang mengundang tanya sehingga, menurut
seorang jaksa, semua kehebatan itu hanya suatu sandiwara. Sebab,
kata sang jaksa, "itu sama saja dengan uang negara yang dicuri
sepuluh, tapi yang disumbangkan hanya satu."
Di kalangan umat Islam, jasa Jos sungguh tidak kepalang
tanggung. Bapak delapan anak ini, yang dulu bernama Kang King
Tek, di tahun 1980 pernah menanggung seluruh biaya
pemberangkatan 80 calon jemaah haji.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini