Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sepuluh tahun terakhir istilah Revolusi Mental barangkali wara-wiri dana menjadi istilah yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Revolusi Mental adalah program unggulan Joko Widodo atau Jokowi yang digencarkan sejak periode pertama hingga di periode kedua pemerintahannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jokowi di dalam artikelnya yang dimuat harian Kompas pada Mei 2014 silam menyebut, ruh dari revolusi mental ini adalah konsep Trisakti yang diutarakan Presiden Pertama RI Sukarno alias Bung Karno dalam pidatonya pada 1963. Tiga pilar sakti itu yakni, ‘Indonesia yang berdaulat secara politik’, ‘Indonesia yang mandiri secara ekonomi’, dan ‘Indonesia yang berkepribadian secara sosial-budaya’.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Terus terang kita banyak mendapat masukan dari diskusi dengan berbagai tokoh nasional tentang relevansi dan kontektualisasi konsep Trisakti Bung Karno ini,” tulis Jokowi dalam artikelnya.
Sepuluh tahun telah berlalu dan kini di penghujung masa pemerintahan, lantas apakah Revolusi Mental Jokowi menunjukkan hasil?
Penilaian itu datang dari Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang disampaikan pada Juli 2023. Kala itu ia menjelaskan alasan partainya mau mendukung Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019. Sebabnya, partainya memiliki kesamaan visi dan tujuan dengan Jokowi, seperti salah satunya tentang konsep revolusi mental.
“Pikiran, gerakan perubahan, yang juga sejalan dengan apa yang pernah dikonstatir oleh Presiden Jokowi untuk melaksanakan revolusi mental adalah sebenarnya identik dengan misi gerakan perubahan kami, senapas, sebangun, sejalan,” ujar Surya Paloh dalam pidatonya di Apel Siaga Perubahan Partai NasDem di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta Pusat, Ahad, 16 Juli 2023.
Menurut Surya Paloh, Indonesia merupakan negara kaya dan memilik luas negara sangat besar, jumlah penduduk yang banyak, hingga struktur tanah yang subur. Namun dengan semua potensi tersebut, Indonesia masih belum dapat menjadi negara maju karena tidak adanya revolusi mental. Oleh karena itu, ketika Jokowi muncul dengan gagasan tersebut, Surya Paloh tak ragu memberikan semua dukungannya.
“Tapi sayang seribu kali sayang, sayang seribu kali sayang, harapan belum menjadi kenyataan. Apa yang harus berani kami nyatakan menjelang 78 tahun kemerdekaan bangsa yang kami miliki?” kata Surya Paloh.
Program Revolusi Mental juga disinggung Mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan pada awal 2024. Anies, yang saat itu calon presiden (capres) nomor urut satu usungan Koalisi Perubahan di Pilpres 2024, menilai bahwa Revolusi Mental yang digaungkan oleh Jokowi sebagai gagasan yang baik, tetapi sejauh ini belum terlaksana dengan baik.
“Revolusi Mental ramai dibahas di 2014, dan ada artikel yang ditulis oleh Pak Jokowi tanggal 10 Mei 2014,” kata Anies, saat acara “Desak Anies”, di Semarang, Jawa Tengah, Senin malam, 5 Februari 2024.
Anies menyampaikan banyak poin-poin gagasan baik yang disampaikan Presiden Jokowi pada artikel di sebuah surat kabar itu, seperti kemandirian dan reformasi ekonomi, kemudian kebijakan investasi luar negeri sumber daya alam (SDA) agar tidak dijarah perusahaan asing. Kemudian, birokrasi harusnya menggunakan sistem politik yang bebas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).
“Artinya, tidak ada ‘ordal’ (orang dalam). Kita semua melihat sekarang masih banyak (fenomena) ‘ordal’ (orang dalam),” katanya.
Bahkan, kata dia pula, kala itu ramai soal uang kuliah tunggal (UKT) yang mahal dan ada mahasiswa yang jika tidak bisa membayar UKT dianjurkan untuk memanfaatkan layanan pinjaman “online” (pinjol). Menurut Anies, kondisi ini mengindikasikan spirit Revolusi Mental jauh dari angan.
“Akhir-akhir ini, temen-temen inget UKT? Ada yang tidak bayar UKT dianjurkan pinjam ‘online’. Itu melesetnya jauh sekali dari ‘spirit’ yang ada di Revolusi Mental,” katanya.
Menurut dia, kunci dari Revolusi Mental sebagaimana artikel yang ditulis tersebut sebenarnya adalah contoh dan keteladanan dari pemimpin. Ide tentang Revolusi Mental, diakuinya, adalah gagasan yang baik, tetapi sayangnya dalam perjalanannya tidak lagi menjadi fokus perhatian dan pegangan.
“Saya melihat ini (Revolusi Mental) sebuah gagasan yang baik, tapi belum terlaksana dengan baik. Insyaallah, ketika kami bertugas itu dituntaskan supaya menjadi kenyataan di Indonesia,” kata Anies.
Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia Karim Suryadi juga mengkritik implementasi revolusi mental yang dicanangkan Jokowi. “Agak susah mencari kata untuk tidak mengatakan (revolusi mental) gagal atau mandek,” kata Karim dalam diskusi virtual Crosscheck Metrotvnews.com bertajuk ‘Gagal, Revolusi (Kena) Mental,’ Ahad, 23 Juli 2023
Karim menyayangkan semangat revolusi mental justru berpindah haluan. Pemerintah dinilai hanya fokus membangun infrastruktur. Karim mengacu pada Inpres Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental. Beleid itu mencantumkan gerakan Indonesia melayani, bersatu, bersih, mandiri, dan tertib.
“Revolusi mental kok infrastruktur? Kalau dihubungkan dengan cakupan data revolusi mental dalam inpres (instruksi presiden), kok tidak terlalu nyambung?” ujar dia. “Tapi tidak ada satu pun kata soal korupsi dalam inpres. Saya belum pernah dengar peta jalan gerakan revolusi mental.”
Karim heran tidak ada peta jalan yang memuat cara mencapai revolusi mental. Program yang tidak jelas diyakini menjadi penyebab penerapan jargon tersebut tidak maksimal. “Harusnya ada tahapan dan harus disosialisasikan sehingga semua terlibat,” tuturnya.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | M ZULNIS FIRMANSYAH | TAUFIQ SIDDIQ | ANDRY TRIYANTO TJITRA | ANTARA