Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Mereka yang Ditahan Orde Baru tanpa Peradilan

Di masa orde baru banyak orang yang diasingkan, ditahan, dan dibuang tanpa melalui proses peradilan karena diduga terafiliasi PKI.

28 September 2021 | 12.51 WIB

Amarzan Ismail Hamid Lubis atau Amarzan Loebis di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.  Wartawan senior Amarzan Ismail Hamid atau Amarzan Loebis meninggal pada usia 78 tahun. Dok.TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Amarzan Ismail Hamid Lubis atau Amarzan Loebis di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Wartawan senior Amarzan Ismail Hamid atau Amarzan Loebis meninggal pada usia 78 tahun. Dok.TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Transisi pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru membuka babak baru bagi situasi politik di Indonesia. Masa ini diwarnai dengan sejumlah peristiwa seperti Gerakan 30 September 1965, demonstrasi Tritura, hingga terbitnya surat perintah 11 Maret 1966 (Supersemar).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Supersemar yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno berisi perintah kepada Mayor Jenderal Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk menjaga kemanan dan ketertiban. Namun, surat ini menjadi pintu bagi Soeharto menuju kursi kekuasaan.

 

Di masa pemerintahan Soeharto banyak orang yang diasingkan, ditahan, dan dibuang tanpa melalui proses peradilan karena diduga terafiliasi PKI. Berikut ini adalah beberapa tahanan politik orde baru yang ternama.

 

  1. Pramoedya Ananta Toer

Pramoedya ananta Toer atau dikenal dengan sebutan Pram adalah penulis dan pengarang yang produktif dalam dunia sastra di Indonesia. Tercatat Pram berhasil menerbitkan lebih dari 50 tulisan dan lebih dari 40-an karyanya diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing.

 

Dalam situasi yang panas setalah peristiwa 1965, Pram harus menjadi tahanan politik. Ia ditahan tanpa adanya proses pengadilan sejak 1969 hingga 21 Septmber 1979. Pram bebas dan mendapatkan surat yang menyatakan bahwa ia tidak bersalah secara hukum dan tidak terlibat Gerakan 30 September.

 

  1. Amarzan Loebis

Amarzan Ismail Hamid atau dikenal dengan nama Amarzan Loebis adalah seorang wartawan yang menjadi tahanan politik semasa Orde Baru karena dinilai berafiliasi dengan gerakan komunis.

 

Wartawan senior Tempo ini ditangkap dan ditahan tanpa adanya proses pengadilan yang adil. Amarzan ditahan di Salemba tahun 1969 dan kemudian dipindahkan ke Nusakambangan bersama banyak tahanan politik yang lain.

 

  1. Djoko Pekik

Djoko Pekik merupakan pelukis kenamaan asal Indonesia. Sebagai pelukis ia ditangkap karena diduga berafiliasi dengan gerakan komunis pada masa itu. Djoko Pekik ditahan di Benteng Vredeburg Yogyakarta dan dibebaskan tahun 1972.

 

Setelah bebas sebagai tahana politik, Djoko Pekik kembali aktif melukis dan berhasil memecahkan rekor pada tahun 1998. Saat itu, lukisannya yang berjudul Berburu Celeng terjual hingga angka Rp 1 miliar.

 

  1. Buyung Saleh

Saleh Iskandar Poeradisastra atau dikenal dengan nama Buyung Saleh adalah seorang penulis yang aktif menulis esai mengenai budaya, sejarah, dan sastra.

 

Pada 1969, Buyung Saleh ditangkap dan dibuang ke Pulau Buru karena diduga berafiliasi dengan gerakan komunis. Pada 1976, Buyung Saleh bebas dan kembali aktif menulis dengan nama pena SI Poeradisastra.

 

EIBEN HEIZIER

 

Baca juga:

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus