Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa pemberi keterangan palsu dalam perkara korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Miryam S. Haryani, mengajukan permohonan perlindungan hukum ke Panitia Khusus Hak Angket KPK. Permohonan ini dilayangkan karena KPK dianggap menyalahi prosedur saat memproses perkara yang menjerat politikus Hanura itu.
"Mengenai ditekan anggota Dewan atau DPO status ibu (Miryam), kami sudah buat permohonan perlindungan hukum ke Pansus. Mungkin pagi ini sudah sampai surat saya," kata kuasa hukum Miryam, Aga Khan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis, 13 Juli 2017.
Baca juga: Miryam S. Haryani Anggap Dakwaan Jaksa Tak Cermat
Aga mengatakan pihaknya ingin menjelaskan fakta yang terjadi saat proses penyitaan aset yang dilakukan KPK. "Saat penggeledahan, saat penetapan DPO, nanti Anda bisa lihat. Kami ingin biar tahu dulu, di sidang kami buka," ujarnya.
Miryam didakwa sengaja tidak memberi keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar dalam perkara korupsi proyek e-KTP. Ia didakwa melanggar Pasal 22 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam dakwaan jaksa, Miryam disebut memberi keterangan palsu dengan mengatakan telah ditekan penyidik KPK saat menjalani pemeriksaan kasus e-KTP. Saat itu, Miryam berstatus sebagai saksi dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka pemberi keterangan palsu, Miryam sempat absen dalam pemeriksaan di KPK dengan berbagai alasan. Pada pemanggilan ketiga, KPK pun mencari mantan anggota Komisi II DPR itu di rumahnya. Namun saat itu penyidik tak menemukan Miryam.
Penyidik KPK lantas menetapkan Miryam S. Haryani sebagai buron. Beberapa hari kemudian, Miryam tertangkap di Hotel Kemang bersama seorang wanita.
MAYA AYU PUSPITASARI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini