Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi memutuskan setiap perkawinan yang dilangsungkan oleh masyarakat harus dilakukan secara agama. Perkawinan yang dilaksanakan tidak berdasarkan prinsip dan aturan agama tidak akan dianggap sebagai perkawinan yang sah oleh negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tanpa adanya agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dianut atau ditentukan oleh warga negara yang akan melangsungkan perkawinan, maka tidak akan timbul sesuatu yang disebut dengan perkawinan yang sah,” kata hakim MK Arief Hidayat ketika membacakan draf putusan soal uji materiil Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan, Jumat, 3 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MK berpandangan, aturan yang mengharuskan perkawinan dilangsungkan berdasar suatu hukum atau prinsip dari agama tertentu bukanlah hal yang diskriminatif. Menurut MK, perkawinan tidak terlepas dari prinsip-prinsip ketuhanan, sesuai dengan amanat UUD 194 sebagai dasar hukum dan Pancasila sebagai ideologi bangsa yang juga berprinsip ketuhanan.
“Hanya memberikan pengesahan terhadap perkawinan yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing bukanlah norma yang menimbulkan perlakuan diskriminatif,” ungkap Arief.
Hakim MK menilai, perkawinan merupakan suatu bentuk ibadah, selain juga bentuk ekspresi dalam beragama atau berkepercayaan. Maka dari itu, untuk detail pelaksanaan perkawinan akan dikembalikan kepada agama masing-masing dan tidak diatur oleh negara.
“Karena syarat sah perkawinan ditentukan oleh hukum masing-masing agama dan kepercayaan,” tambahnya.
Dengan beberapa pertimbangan tersebut, MK memutuskan untuk menolak permohonan pemohon. MK menilai bahwa dalil yang diajukan oleh para pemohon mengenai inkonstitusionalitas Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan tidak beralasan menurut hukum.
Selain itu, MK juga resmi melarang masyarakat Indonesia untuk tidak menganut satu agama atau kepercayaan. MK berpendapat, UUD 1945 sebagai dasar konstitusi negara dengan tegas meyakini keberadaan Tuhan Yang Maha Esa sehingga dapat disebut sebagai konstitusi yang religious atau godly constitution.