Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Upaya anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Rieke Diah Pitaloka meminta Presiden Prabowo Subianto menunda kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen berbuah polemik. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu kini dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelapornya adalah seorang bernama Alfadjri Aditia Prayoga. Rieke dituding melakukan dugaan pelanggaran kode etik. Ia dinilai telah memprovokasi publik untuk menolak kenaikan PPN 12 persen. Pelaporan tersebut diketahui dalam surat panggilan sidang yang diteken oleh Ketua MKD DPR Nazaruddin Dek Gam pada Jumat, 27 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bersama ini kami sampaikan bahwa MKD telah menerima pengaduan dari saudara Alfadjri Aditia Prayoga tertanggal 20 Desember 2024 yang mengadukan saudara karena adanya dugaan pelanggaran kode etik atas pernyataan saudara yang dalam konten yang diunggah di akun media sosial terkait ajakan atau provokasi untuk menolak kebijakan PPN 12 persen,” bunyi surat tersebut.
Membahas soal MKD DPR, lantas apa sebenarnya tugas mahkamah kehormatan ini?
Dilansir dari laman Dpr.go.id, Mahkamah Kehormatan Dewan atau disingkat MKD diperuntukkan sebagai alat pelengkap DPR yang bersifat menetap. Pembentukan Mahkamah kehormatan ini juga dilakukan langsung oleh DPR. Termasuk menetapkan keanggotaannya dari setiap fraksi.
Keanggotaannya berjumlah 17 orang. Penentuannya dilakukan dengan melihat permulaan masa keanggotaan dan permulaan tahun sidang. Sedangkan pimpinan MKD sifatnya kolektif. Terrdiri dari satu ketua dan empat wakil ketua yang dipilih berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional.
Tugas MKD
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018, MKD sebagai alat kelengkapan DPR secara garis besar bertugas menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga representasi rakyat. Mahkamah ini memiliki kesamaan fungsi dengan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Secara spesifik, ada banyak tugas MKD sebagaimana diatur dalam Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara MKD DPR. Adapun dalam Pasal 2 peraturan tersebut, ada delapan tugas pokok MKD, mulai dari pengawasan, penyelidikan, melaksanakan sidang, hingga interaksi dengan penegak hukum jika terdapat anggota dewan yang melakukan pelanggaran.
Berikut rinciannya:
1. Melakukan pemantauan guna mencegah pelanggaran anggota dewan terhadap kewajiban dan tata tertib dan kode etik sesuai peraturan;
2. Melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota karena:
- Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam undang-undang;
- Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan selama 3 bulan berturut-turut tanpa keterangan yang sah;
- Tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota dewan sebagaimana ketentuan dalam undang-undang;
- Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam undang-undang.
3. Mengadakan sidang untuk menerima laporan terkait dugaan pelanggaran Tata Tertib dan Kode Etik oleh anggota dewan;
4. Menerima surat dari pihak penegak hukum tentang pemberitahuan, pemanggilan, atau penyidikan terhadap terduga anggota dewan;
5. Meminta keterangan dari pihak penegak hukum tentang pemberitahuan, pemanggilan, atau penyidikan tersebut;
6. Meminta keterangan dari anggota dewan yang diduga melakukan tindak pidana;
7. Memberikan persetujuan atau penolakan secara tertulis mengenai pemanggilan dan permintaan keterangan dari pihak penegak hukum;
8. Mendampingi penegak hukum dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan di tempat anggota dewan yang diduga melakukan tindak pidana.
Sidang Rieke di MKD
MKD mulanya akan menyidang Rieke pada Senin, 30 Desember 2024 pukul 11.00 WIB di Gedung Nusantara I DPR, Senayan, Jakarta Pusat. Namun, sidang ditunda hingga masa reses DPR berakhir. DPR diketahui reses hingga 20 Januari 2025. Dek Gam mengonfirmasi perihal pengunduran jadwal sidang pemanggilan Rieke.
“Iya, benar diundur, kemungkinan nanti setelah masuk masa sidang. Karena kami cek, anggota masih di dapil. Ada yang masih natalan juga,” katanya kepada Tempo, pada Ahad, 29 Desember 2024.
Di dalam surat pemanggilan sidang, MKD tak menyebutkan konten mana yang dilaporkan memprovokasi penolakan PPN 12 persen. Namun, Rieke diketahui pernah mengunggah video mengenai penolakan kebijakan yang akan berlaku per 1 Januari 2025 itu dengan tagar #ViralForJustice dan #TolakKenaikanPPN22% pada 5 dan 6 Desember 2024.
“Yuk kita berjuang bareng. Nih mau paripurna, mudah-mudahan nanti ada kesempatan interupsi, kita perjuangkan penolakan terhadap kenaikan PPN 12 persen,” kata Rieke sebelum rapat dimulai di kompleks parlemen, Senayan, pada Kamis, 5 Desember 2024.
Ketika interupsi rapat, Rieke juga meminta agar para pimpinan dan anggota DPR mendukung usulannya itu. Dia menyatakan, amanat Pasal 7 Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) harus dipahami secara utuh. Ia menekankan agar pemerintah tak hanya fokus pada Pasal 7 ayat 1 huruf b yang mengamanatkan kenaikan PPN 12 persen mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025.
Namun, pada Pasal 7 ayat 3, kata dia, dinyatakan bahwa tarif PPN 12 persen dapat diubah bukan hanya paling tinggi 15 persen, tetapi bisa juga diubah paling rendah 5 persen. Dalam penjelasannya, menurutnya, disampaikan juga bahwa keputusan naik tidaknya harus mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter, serta perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya.
“Kita beri dukungan penuh kepada Presiden Prabowo. Saya yakin menunggu kado tahun baru 2025 dari Presiden Prabowo, batalkan rencana kenaikan PPN 12 persen,” ujar Rieke di dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani.
Annisa Febiola, Achmad Hanif Imaduddin dan Fathur Rachman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.