Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Desember 2021, organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) akan melaksanakan sidang Muktamar ke-34 di Lampung. Dalam hajatan besar PBNU itu, ada dua posisi yang akan ditentukan, yaitu rais aam pada level syuriah dan ketua umum pada level tanfidziyah.
Untuk posisi ketua umum, Said Aqil Siradj—saat ini juga menjabat sebagai Ketua PBNU—telah menyatakan siap maju mencalonkan diri kembali untuk menjadi ketua umum di muktamar tersebut. Ia mengklaim sudah cukup banyak menerima dukungan. Selain Said Aqil, Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf juga mengumumkan keikutsertaannya maju sebagai calon ketua umum. Yahya mengaku telah bertemu dan mendapat restu dari Said Aqil.
NU sudah didirakan sejak 31 Januari 1926 yang bertujuan untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan, dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah.
Pada 21 Oktober 1926—Muktamar NU pertama yang dilakukan di Surabaya, KH Hasyim Asy’ari dipilih menjadi Rais Akbar. Sementara itu Ketua Tanfidziyah yang terpilih pada Muktamar NU pertama adalah Hasan Gipo.
Dalam menerapkan prinsip organisasi, K.H. Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qanun Asasi (Prinsip Dasar), ia juga merumuskan kitab Itikad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab ini akhirnya menjadi Khittah NU. Khittah NU sendiri dirujuk sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam bertindak dan berpikir di kehidupan sosial, keagamaan, maupun politik.
Berdasarkan nu.or.id, kata Khitthah pertama kali diungkapkan oleh KH Achyat Chalimi (Mojokerto) pada 1954, ketika berlangsung Muktamar NU ke-20 di Surabaya. Kiai Achyat saat itu mengusulkan, “Nahdlatul Ulama (NU) harus kembali ke Khitthah, agar tidak awut-awutan begini,” katanya.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Muktamar NU Pimpinan GP Ansor Ingin Ada Regenerasi Ketua Umum
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini