Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Abdurrahman Wahid terus mendendangkan mars "maju tak gentar" meski pertandingan tampaknya sudah mendekati akhir. Dia melempar tawaran kompromi Jumat pekan lalu, hanya dua pekan sebelum parlemen bersidang untuk memutuskan menjatuhkan satu memorandum (peringatan) atau tidak.
Dalam acara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Banten pekan lalu, Presiden Abdurrahman Wahid berencana menggelar pertemuan dengan para politisi kunci: Akbar Tandjung (Golkar), Megawati Sukarnoputri (PDI Perjuangan), Hamzah Haz (Partai Persatuan Pembangunan), dan Matori Abdul Djalil (PKB). "Mudah-mudahan, pertemuan itu akan mendapat barokah," ujarnya.
Sebelum perhelatan itu, menurut Alwi Shihab, Menteri Luar Negeri yang juga tokoh PKB, akan dilangsungkan pertemuan pendahuluan (semacam senior official meeting) yang dihadiri utusan partai. Alwi Shihab sendiri akan mewakili Abdurrahman Wahid. Tokoh-tokoh yang lain belum ada kepastian. Sebuah sumber TEMPO menyebut, kemungkinan Marzuki Darusman mewakili Golkar dan Arifin Panigoro menjadi utusan PDI-P.
Meski menyambut baik rencana itu, Ali Marwan Hanan, Ketua Fraksi PPP di DPR, mengatakan sebaiknya pertemuan itu mengundang semua fraksi di DPR, termasuk Fraksi TNI/Polri. Lalu, tiap fraksi bisa mengirim dua wakilnya untuk mengadakan pertemuan pendahuluan. Merekalah yang akan membahas agenda dan menyiapkan rancangan kesepakatan.
Memang, sejauh ini baru PPP yang jelas menanggapi. Adhie M. Massardi, juru bicara Presiden, mengatakan belum ada tanggapan dari Megawati maupun Akbar sampai akhir pekan lalu.
Rasa curiga masih ada. Tidak sedikit yang berprasangka pertemuan pendahuluan itu akan menjadi ajang dagang sapi alias bagi-bagi kursi menteri. Lalu, pemilihan utusan yang hadir juga bisa menimbulkan keretakan di kubu masing-masing. Taruhlah bila Marzuki yang disetujui Presiden untuk hadir dalam pertemuan itu, belum tentu kalangan Golkar sendiri setuju.
Tidak disebutnya Amien Rais sebagai tokoh yang diundang juga menjadi soal. Amien berpeluang untuk memecah kekuatan Poros Tengah dan Golkar. "Karena itu, kami tidak mau begitu saja menerima tawaran Gus Dur," kata sumber TEMPO di Golkar.
Hubungan Presiden Abdurrahman Wahid dengan Megawati bahkan memburuk. Abdurrahman mengatakan bahwa dalam pertemuan pertengahan pekan lalu, Megawati mendukung kepresidenannya hingga 2004. Namun, hanya keesokan harinya, melalui Sekretaris Wakil Presiden Bambang Kesowo, Megawati membantah telah mengatakan hal itu.
Kompromi tampaknya makin susah dicapai. Gagasan pertemuan serupa yang disponsori Forum Rektor Indonesia pun tampaknya kandas. Sedianya, pada 25-26 April ini, mereka bakal mempertemukan para politisi puncak di Makassar. Tapi kali ini justru Abdurrahman sendiri yang ogah. Menurut Arifin Junaidi, orang dekat Presiden dan Sekretaris Dewan Syuro PKB, perhelatan itu susah dilaksanakan tanpa kesepakatan agenda. Jadi, "Sepertinya pertemuan itu tidak bisa dipenuhi Presiden," katanya.
Walau begitu, Eko Budihardjo, Ketua Forum Rektor Indonesia, masih berupaya agar pertemuan terlaksana. Ia pun sudah menyimpan kunci penyelesaian. Di antaranya, usul agar Abdurrahman Wahid menjadi kepala negara, dan Megawati menjadi kepala pemerintahan. Atau, perluasan Keppres 121/2000 tentang pembagian tugas dengan wakil presiden.
Usul seperti itu juga kerap dilontarkan oleh Akbar Tandjung. Dan, bagi Ketua Umum Golkar itu, pertemuan bisa dijadikan ajang untuk mencapai kesepakatan tentang kepemimpinan nasional. Tapi kompromi tersebut, menurut Akbar, harus tetap disahkan lewat sidang istimewa atau sidang tahunan MPR.
Abdurrahman Wahid sendiri cenderung lari ke masalah yang lebih umum. Sebagai agenda, ia menyodorkan tiga hal, yaitu penegakan hukum, perbaikan ekonomi, dan stabilisasi politik sekaligus keamanan. Menurut Akbar, agenda itu cukup bagus. Tapi intinya tetap masalah politik yang berkaitan dengan kepemimpinan nasional. Karena, katanya, "Ada yang meragukan kepemimpinan beliau."
Waktu kian habis bagi Presiden Abdurrahman Wahid. Situasi ekonomi tidak mendukungnya pula: rupiah dan Bursa Efek Jakarta kian melempem. Dalam keputusasaan, dia mengatakan pekan lalu bahwa ratusan ribu pendukungnya siap memberontak jika dia diturunkan.
Gendur Sudarsono, Levi Silalahi, Adi Prasetya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo