Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Muslim Syiah yang tergabung dalam Ahlulbait Indonesia dan Ikatan Jemaah Ahlulbait Indonesia menyerukan toleransi beragama dalam peringatan 10 Muharram atau Hari Asyura Nasional di Jakarta. Peringatan Hari Asyura tahun ini mengusung tema “Perkuat Makrifat dan Moderasi Beragama untuk NKRI” dilaksanakan di Basket Hall Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Jumat, 28 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bulan Muharram di Indonesia dikenal dengan Bulan Sura, nama itu merujuk pada 10 Muharram yang artinya adalah Asyura. Pada hari itu umat Islam memperingatinya sebagai hari kesedihan, sebab pada 61 Hijriah, cucu Rasulullah SAW, Husain bin Ali, gugur di padang Karbala bersama sejumlah keluarga dan puluhan sahabatnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI), Umar Shahab, mengatakan mahrifatullah adalah mengenal imam Husain, menjiwai apa yang diajarkan. Ia menuturkan, menghayati apa yang diajarkan, akan membuat kita berada di jalan yang lurus. “Inilah mahrifat al-Husain,” kata Umar dalam keterangan tertulis, Jumat, 28 Juli 2023.
Sebagai Syiah atau pengikut Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, Umar Shahab mengatakan harus bersikap dengan hati yang besar, toleran, dan cinta damai. “Sebagai Syiah Ali, kita menghargai nilai-nilai luhur bangsa,” katanya.
Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI), Miftah F. Rakhmat, mengingatkan makrifah terbesar dari peristiwa Asyura adalah keteladanan. “Dunia saat ini sedang krisis keteladanan, perlu cerita hikmah, dunia tidak mengenal Ali sang pahlawan Badar, dunia tidak mengenal keteladana Imam Husain,” tuturnya.
Pesan keteladanan lain yang disampaikannya yaitu “Pantang hina! yakni pantang untuk tidak mendapatkan hikmah apa-apa di peringatan Asyura ini, dan pantang untuk tidak berbakti kepada bangsa. “Dan tidak berderma bakti untuk masyarakat, bangsa dan negara,” kata dia.
Ketua Umum ABI, Habib Zahir bin Yahya, menjelaskan bahwa makrifah yang benar adalah jaringan pengaman, faktor ketahanan setiap individu, dan komunitas untuk mengarungi kehidupan. “Hanya dengan makrifah yang benar, bisa menghadapi tantangan dan ujian,” jelasnya. Ujian terpenting adalah ujian berwilayah”.
Yahya menekankan, peringatan Hari Asyura seharusnya mampu menambah makrifah para jamaah kepada para imam, sehingga menjadi orang yang sadar menerima apa pun yang menjadi kehendak Allah SWT, Rasul, dan para imam. “Dalam situasi apa paun, rela berkorban demi tetap bersama imamnya,” tuturnya.
Ketua panitia peringatan Hari Asyura, Ahmad Hidayat, mengatakan peringatan Asyura ini sejalan dengan tradisi di Indonesia. Sebab, kata dia, di dalamnya ada pembacaan surat Yasin dan Tahlil bagi para leluhur, dan khususnya bagi keluarga Nabi beserta para sahabatnya yang gugur di medan Karbala.
Ia menegaskan acara ini bertujuan untuk menguatkan keimanan kepada Allah SWT, menghidupkan syiar untuk menciptakan ketaqwaan, serta menghidupkan jiwa perjuangan. “Bahwa imam Husain adalah pejuang sejati dalam membela kebenaran, kebenaran agama yang telah diajarkan oleh datuknya,” ujarnya.
Dalam konteks Indonesia, menurutnya acara ini bertujuan untuk menghidupkan jiwa kepahlawanan yang merujuk dan mencontoh dalam Islam disebut sayyiduh syuhadah atau pemimpin para mujahid (Imam Husain). “Seperti, para pejuang di Indonesia yang berjuang untuk mempertahankan kesatuan negara Republik Indonesia,” pungkasnya.
Acara peringatan Hari Asyura ini diikuti oleh umat Islam dari berbagai wilayah, seperti Bogor, Banten, Bandung dan Jabodetabek. Selain itu, ada juga sejumlah peserta dari negeri jiran yang ikut bergabung dalam peringatan Hari Asyura di GBK.