Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Nafas Terakhir Si Harimau

Keppres 39/1980 melarang kapal pukat harimau (trawler) beroperasi. hal ini membuat senang para nelayan tradisional. pemda ja-teng memberikan kredit motorisasi.

30 Agustus 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PELARANGAN pukul harimau nnyebabkan nelayan tradisional melonjak kegirangan. Tapi beberapa Pemda merasa kehilangan sumber penghasilan--sementara para pemilik trawler tak kalah bingungnya. Untuk menanggulangi akibat pelarangan pukat harimau tersebut, di Semarang awal bulan ini Sekdalopbang Solihin GP mengadakan pertemuan dengan Gubernur Ja-Tim, Ja-Teng, Ja-Bar dan Sum-Ut bersama Dirjen Perikanan dan Dirjen Koperasi. Rumusan pertemuan itu menurut Solihin akan digunakan sebagai petunjuk pelaksanaan menanggulangi semua akibat pelarangan trawler. Solihin sendiri menyadari akibat pelarangan itu antara lain tutupnya beberapa pabrik pengawetan udang, pengangguran dan berkurangnya pendapatan daerah. "Tapi kita akan berusaha menanggulagi gejolak ekonomi dan sosial yang mungkin timbul. Kita sudah siap menghadapi semua itu," katanya. Di Cilacap, Ja-Teng, pelarangan itu disambut para pemilik pukat dengan catatan "Agar bisa menikmati musim panen ikan terakhir kali September sampai Desember tahun ini," kata Andri Wijawa, salah seorang pemilik pukat harimau di hadapan Bupati Cilacap Pudjono Pranjoto. Andri sendiri yang kurang lancar berbahasa Indonesia itu lebih suka menyerahkan kapal pukatnya kepada pemerintah. "Saya akan kembali menjadi nelayan kecil dengan kapal motor," katanya Dari keuntungannya selama ini ia sudah memiliki 7 perahu compreng bermotor tempel. Ia juga akan mempekerjakan 6 bekas awak kapalnya. 2 Tahun Pemilik trawler yang menyerahkan kapalnya kepada pemerintah akan mendapat ganti rugi. Kapal itu kelak selanjutnya diserahkan kepada KUD Perikanan setelah pukatnya diganti atau dirombak. Tidak semua pemilik pukat di Cilacap akan menyerahkan trawler-nya kepada pemerintah seperti Andri. Banyak di antara mereka yang pulang ke Bagansiapi-api, Sum-Ut, asal sebagian pemilik trawler di selatan Ja-Teng itu. "Mereka, yang berasal dari Bagan itu, sekitar 36 orang, meliputi 200 jiwa. Hanya sebagian kecil yang menyerahkan kapal kepada pemerintah," kata Administrator Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Cilacap Soetardjo. Yang gembira tentu saja nelayan tradisional. Kardjo yang sejak 30 tahun menjadi nelayan di Cilacap berharap, "mudah-mudahan ' sumber ikan dan udang belum habis seluruhnya." Tapi untuk menikmati hasil laut itu ternyata tidak semudah dugaan Kardjo dan nelayan kecil lainnya Sebab sudah 10 tahun perairan Cilacap dikeruk oleh trawler. Menurut Indon Tjahjana, Ketua KUD Mino Saroyo Cilacap, paling sedikit diperlukan waktu 2 tahun untuk memulihkan produksi hasil laut di perairan ini. Sedang untuk menyamai penghasilan pukat harimau, armada nelayan tradisional (yang di Cilacap berjumlah 458 buah) harus ditambah, minimal sampai 1.000 unit. Kalau Kredit Lancar Akibat penurunan produksi hasil laut itu, arltara lain 152 tenaga kerja di TPI Cilacap menganggur, mulai dari tenaga administrasi, tukang lelang, tukang sampan, buruh pengangkut. Ditambah dengan bekas awak pukat harimau dan buruh pabrik pengawet udang, jumlah penganggur itu membengkak jadi 2.00 kurang lebih. Untuk mengatasi penurunan produksi itu, Pemda Ja-Teng antara lain akan meningkatkan pemeliharaan tambak-tambak ikan darat yang luasnya meliputi 25.000 ha. Juga memberikan kredit motorisasi bagi nelayan tradisional. Pemda Ja-Tim jua sudah siap dengan kredit itu. "Kalau kredit itu lancar, kekurangan produksi akan tertutup," kata Harimaryono SH, Sekwilda Ja-Tim. Dan dengan begitu, 129.000 penghidupan nelayan di sana juta terselamatkan. Pemda Tapanuli Tengah, Sum-Ut, Sudah merencanakan membagi kredit Rp 15 milyar untuk motorisasi perahu tradisional. Kredit itu bisa dinikmati oleh sekitar 5.000 nelayan di sana. Tapi menjelang batas terakhir operasi pukat hari mau di Sumatera 1 Januari 1981) nampak peningkatan kegiatan trawler di perairan sekitarnya. Juga ada beberapa bat asal pantai timur Sum-Ut mendadak muncul di pantai barat. Di Sibolga, menurut catatar resmi ada 100 unit pukat harimau, tapi yang beroperasi meningkat dua kali. Peningkatan kegiatan pukat harima itu juga nampak di perairan Pangandaran, Ciamis Selatan, Ja-Bar. Minggu kedua bulan ini ada 9 pukat harimau kepergok Keamanan Laut Pangandaran karena melanggar batas operasi. "Dua di antaranya melarikan diri ke Cilacap," kata Wiharsa, Ketua I DPC HNSI Ciamis. Ketujuh pukat harimau itu kini ditahan. Menurut Wiharsa, sebagian besar dari 30 pukat harimau yang diizinkan beroperasi di wilayahnya milik perusahaan daerah. "Kantor pusatnya di Bandung, dan anehnya awak kapalnya non-pribumi," ujar Wiharsa. Bukan hanya Pemda Ja-Bar yang miliki tawler PT Karya Mina, perusahaan pemerintah di Riau juga memakai pukat harimau. Ada pula di antaranya yang berlayar di bawah bendera berapa yayasan atau koperasi milik instansi pemerintah, seperti di Dumai dan Bagansiapi-api. Akibat pelarangan pukat harimau, Riau akan kehilangan pendapatan Rp 3 milyar lebih setahun. Dan karena pelalanan itu pula Ja-Teng akan kehilangan pendapatan sekitar Rp 11 milyar setahun. Pendapatan dari ekspor udang demikian pula. Devisa yang diperoleh Ja-Teng dari sektor udang selama ini sekitar US$ 23 juta. "Bagi Ja-Teng, komoditi udang itu menempati urutan pertama. Tapi dibanding Sumatera, termasuk urutan kedua," kata Ir. Adwinirman, Kepala Dinas Perikanan Ja-Teng. Untuk melaksanakan Keppres 3 9/ 1980 itu ternyata tidak mudah. Trawler yang akan diserahkan kepada KUD Perikanan misalnya, kini masih banyak yang terkatung-katung. Dari 1.067 pukat harimau yang ditahan karena melanggar operasi (sampai Juli 1978), baru 91 buah yang sudah dipastikan bisa dikelola oleh KUD perikanan Sisanya menganggur dan siap jadi besi tua. Itu pun hanya sebagian dari pukat harimau yang ditahan di perairan Jakarta. Yang lain--terutama yang ditahan di perairan Sum-Ut, Riau atau Kal-Bar, masih menunggu proses pengadilan. Yang ditahan di Jakarta saja, 217 buah, ada di antaranya yang telah tenggelam atau hilang, ada pula yang malah dikembalikan kepada pemiliknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus