MENTERI Tenaga Kerja Laksamana Sudomo memang orang hebat. Belum
40 hari memangku jabatannya yang baru, beberapa gagasan tentang
perbaikan nasib buruh (eh, karyawan) sudah meluncur dari
kantornya. Dan kamis lalu ia memperkenalkan gagasan lain: Bursa
Kesempatan Kerja (BKK). Itu dikemukakannya di depan pemimpin
redaksi media massa, di Wisma Elang Laut Jakarta. "Saya
memerlukan dukungan saudara," katanya.
Ajakan Sudomo cepat disambut: Sabtu lalu berbagai surat kabar
memuat berita tentang adanya lowongan kerja untuk 125 orang,
dengan 23 jenis jabatan: dari sekretaris, teknik radio, operator
mesin, peneliti kimia, satpam, resepsionis, juru ukur tanah,
sampai salesgirl. RRI menyiarkannya setelah siaran warta berita
pukul 07.00.
Bermanfaat? Ada yang mengatakan, BKK lewat koran merupakan
perpanjangan pengumuman yang sejak dulu ada di Kantor Binaguna
Depnaker. Di situ ada papan pengumuman lowongan pekerJaan,
Jumlah pencari kerja terdaftar, dan berapa tenaga kerja
tersalurkan. Di Binaguna Jakarta Pusat, Jl. Cikini Raya, Jumat
lalu, sekitar 75 orang pencari kerja datang menenteng map.
Mula-mula harus mendapatkan kartu kuning dengan menyerahkan KTP,
ijazah dan sertifikat keterampilan, kalau punya. Semua ini tak
dikenakan biaya. Jika suatu saat ada lowongan sesuai
keterampilannya, ia dipanggil. Diberi formulir putih sebagai
pengantar testing ke perusahaan yang membutuhkan tenaga.
Ada prioritas? "Itu tergantung perusahaan yang mencari tenaga.
Pelamar lewat kantor Binaguna diperlakukan sama dengan pelamar
lainnya," kata seorang stafnya. "Cuma, pemegang kartu kuning d
dalam menunggu datangnya lowongan kerja boleh mengikuti kursus
keterampilan di Balai Latihan Kerja Industri Depnaker dengan
gratis".
Keppres no.4 tahun 1980 mengatur perusahaan wajib lapor lowongan
pekerjaan ke Depnaker. Dalam praktek banyak perusahaan langsung
mengiklankan lowongan pekerjaan di koran tanpa lapor.
Masalahnya, "kita tak pernah dapat informasi apakah tenaga yang
kita cari tersedia di Depnaker," ujar Bambang Partana, 37 tahun,
dari PT National Gobel. Kalau merekrut karyawan lulusan SLP
cukup memasang pengumuman di dekat masjid kompleks itu. Atau
lewat karyawan. "Kalau tenaga yang dibutuhkan tingkat sarjana,
kami langsung menghubungi politeknik Bandung," lanjut Bambang.
Politek,nik adalah program non diploma yang mendidik tenaga
teknik siappakai di ITB. Karyawan National Gobel 2.500, dan
menurut Bambang butuh empat sarjana elektro lagi. "Terpaksa saya
mencarinya dari mulut ke mulut," katanya kepada Bunga Surawijaya
dari TEMPO. Kenapa tak pasang iklan? "Tak berani, takut pelamar
kebanyakan." Ketika mencari dua sarjana lewat iklan, pelamarnya
seribu. "Terpaksa untuk testing menyewa tempat di Kuningan,"
ujar Bambang.
Ini menunjukkan belum ada keserasian antara perusahaan dan
Depnaker dalam hal tenaga kerja. Perusahaan membutuhkan sejumlah
tenaga kerja, Depnaker selama ini hanya mencatat pencari kerja,
belum menyediakan tenaga kerja.
Ke arah itulah Sudomo mau melangkah. Ia ingin departemennya tak
sekadar sebagai tukang catat, tapi sebagai penyalur. Bekas
Pangkopkamtib ini sedang menyusun peta tenaga kerja: berapa
Jumlah tenaga kerja keseluruhan, berapa yang sudah bekerja, yang
menganggur, yang bisa disalurka setiap tahun, dan berapa yang
datang.
Depnaker mencatat jumlah pencari kerja sampai akhir Januari
782.299 orang. Lowongan kerja untuk 1982/1983 sebanyak 163.353
orang. Tapi Depnaker baru bisa menyalurkan 84.292 orang (10,7%).
Sisanya belum tersalur karena antara lowongan dan stok yang ada
tidak klop keahliannya. Karena itu dalam program kerja Sudomo,
ada sasaran untuk mewujudkan perencanaan tenaga kerja nasional.
Selain ditempuh dengan kordinasi dan monitoring ketenagakerjaan
dengan departemen lain, Sudomo berpendapat pendidikan sekarang
perlu diarahkan agar lulusannya bisa "siap pakai", tidak sekadar
"siap tahu".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini