Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ini Baru Bursa

Menteri tenaga kerja, sudomo, memperkenalkan gagasan: bursa kesempatan kerja (bkk), belum banyak manfaatnya. (nas)

30 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENTERI Tenaga Kerja Laksamana Sudomo memang orang hebat. Belum 40 hari memangku jabatannya yang baru, beberapa gagasan tentang perbaikan nasib buruh (eh, karyawan) sudah meluncur dari kantornya. Dan kamis lalu ia memperkenalkan gagasan lain: Bursa Kesempatan Kerja (BKK). Itu dikemukakannya di depan pemimpin redaksi media massa, di Wisma Elang Laut Jakarta. "Saya memerlukan dukungan saudara," katanya. Ajakan Sudomo cepat disambut: Sabtu lalu berbagai surat kabar memuat berita tentang adanya lowongan kerja untuk 125 orang, dengan 23 jenis jabatan: dari sekretaris, teknik radio, operator mesin, peneliti kimia, satpam, resepsionis, juru ukur tanah, sampai salesgirl. RRI menyiarkannya setelah siaran warta berita pukul 07.00. Bermanfaat? Ada yang mengatakan, BKK lewat koran merupakan perpanjangan pengumuman yang sejak dulu ada di Kantor Binaguna Depnaker. Di situ ada papan pengumuman lowongan pekerJaan, Jumlah pencari kerja terdaftar, dan berapa tenaga kerja tersalurkan. Di Binaguna Jakarta Pusat, Jl. Cikini Raya, Jumat lalu, sekitar 75 orang pencari kerja datang menenteng map. Mula-mula harus mendapatkan kartu kuning dengan menyerahkan KTP, ijazah dan sertifikat keterampilan, kalau punya. Semua ini tak dikenakan biaya. Jika suatu saat ada lowongan sesuai keterampilannya, ia dipanggil. Diberi formulir putih sebagai pengantar testing ke perusahaan yang membutuhkan tenaga. Ada prioritas? "Itu tergantung perusahaan yang mencari tenaga. Pelamar lewat kantor Binaguna diperlakukan sama dengan pelamar lainnya," kata seorang stafnya. "Cuma, pemegang kartu kuning d dalam menunggu datangnya lowongan kerja boleh mengikuti kursus keterampilan di Balai Latihan Kerja Industri Depnaker dengan gratis". Keppres no.4 tahun 1980 mengatur perusahaan wajib lapor lowongan pekerjaan ke Depnaker. Dalam praktek banyak perusahaan langsung mengiklankan lowongan pekerjaan di koran tanpa lapor. Masalahnya, "kita tak pernah dapat informasi apakah tenaga yang kita cari tersedia di Depnaker," ujar Bambang Partana, 37 tahun, dari PT National Gobel. Kalau merekrut karyawan lulusan SLP cukup memasang pengumuman di dekat masjid kompleks itu. Atau lewat karyawan. "Kalau tenaga yang dibutuhkan tingkat sarjana, kami langsung menghubungi politeknik Bandung," lanjut Bambang. Politek,nik adalah program non diploma yang mendidik tenaga teknik siappakai di ITB. Karyawan National Gobel 2.500, dan menurut Bambang butuh empat sarjana elektro lagi. "Terpaksa saya mencarinya dari mulut ke mulut," katanya kepada Bunga Surawijaya dari TEMPO. Kenapa tak pasang iklan? "Tak berani, takut pelamar kebanyakan." Ketika mencari dua sarjana lewat iklan, pelamarnya seribu. "Terpaksa untuk testing menyewa tempat di Kuningan," ujar Bambang. Ini menunjukkan belum ada keserasian antara perusahaan dan Depnaker dalam hal tenaga kerja. Perusahaan membutuhkan sejumlah tenaga kerja, Depnaker selama ini hanya mencatat pencari kerja, belum menyediakan tenaga kerja. Ke arah itulah Sudomo mau melangkah. Ia ingin departemennya tak sekadar sebagai tukang catat, tapi sebagai penyalur. Bekas Pangkopkamtib ini sedang menyusun peta tenaga kerja: berapa Jumlah tenaga kerja keseluruhan, berapa yang sudah bekerja, yang menganggur, yang bisa disalurka setiap tahun, dan berapa yang datang. Depnaker mencatat jumlah pencari kerja sampai akhir Januari 782.299 orang. Lowongan kerja untuk 1982/1983 sebanyak 163.353 orang. Tapi Depnaker baru bisa menyalurkan 84.292 orang (10,7%). Sisanya belum tersalur karena antara lowongan dan stok yang ada tidak klop keahliannya. Karena itu dalam program kerja Sudomo, ada sasaran untuk mewujudkan perencanaan tenaga kerja nasional. Selain ditempuh dengan kordinasi dan monitoring ketenagakerjaan dengan departemen lain, Sudomo berpendapat pendidikan sekarang perlu diarahkan agar lulusannya bisa "siap pakai", tidak sekadar "siap tahu".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus