Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Akademikus, Rocky Gerung, menilai Pancasila bukanlah ideologi negara. Menurut dia, sebuah ideologi mesti utuh dan tak ada pertentangan di dalamnya. "Sila pertama dan sila kedua sudah bertentangan," kata Rocky kepada Tempo pada Rabu, 4 Desember 2019
Rocky mengatakan arti sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah menghadapkan wajah ke langit. Sila itu menganggap bahwa hanya dari situ lah sumber kebaikan untuk manusia.
Lalu, kata Rocky, sila ke-2, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dapat diartikan bahwa berbuat baik itu tak perlu menghadap langit. "Kalau saya berbuat baik berharap dari langit, artinya saya tidak jujur berbuat baik. Itu saya namakan humanisme," kata Rocky.
Rocky menjelaskan, humanisme adalah kritik terhadap teokrasi. Dia menuturkan teokrasi pernah berlaku di Eropa pada abad 15. Kala itu, pendapat publik dikuasai gereja yang memegang prinsip jika seseorang tak direstui langit maka dia berdosa.
Menurut dia, humanisme tak bekerja demikian. Jika berprinsip humanisme, maka berbuat baik tak perlu mencari pahala ke surga. "Sila pertama sebenarnya teokrasi. Jadi sila ke-2 adalah kritik sila pertama. Bayangin, dalam 5 sila itu, sila 1 dan 2 bertentangan," kata Rocky.
Selain itu, Rocky menjelaskan, negara yang bisa ngotot berideologi hanyalah negara komunis dan fasis seperti Korea utara dan kala Jerman berada di masa nazisme. "Amerika, Australia, Belanda, Perancis, Malaysia? Semua enggak ada ideologinya," katanya.
Dia pun menegaskan, berideologi hanya bisa dilakukan oleh manusia. Bukan negara. Baginya, negara adalah barang mati, bersifat abstrak dan tak perlu berideologi.
"Jadi banyak orang yang dangkal perspektifnya. Apa yang mau dicapai oleh negara berideologi? Manusia berideologi? Itu keterangan teoritis saya sudah ucapkan di ILC. Bahwa yang berideologi adalah orang konkret dan hidup. Kalau orang mati enggak perlu berideologi," kata dia.
Rocky menyadari pernyataan mengenai pancasila menjadi kalimat yang keras, terutama kritiknya yang menyebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi adalah Presiden yang tidak paham pancasila.
Menurut dia, hal ini dikarenakan tak banyak pihak yang mau membahas Pancasila dan tak mau diskursus pancasila dielaborasi. "Jadi saya terangkan kalau mau debat ideologi, belajar sejarah ideologi, belajar logika, belajar prinsip-prinsip konsep dasar tentang demokrasi," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini