Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Pari Jawa Punah, Pakar Perikanan Unair Soroti Pentingnya Edukasi untuk Masyarakat

Pari Jawa memang telah lama masuk ke dalam hewan yang terancam punah.

5 Januari 2024 | 11.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pari jawa. Dok. Unair

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pari Jawa, salah satu hewan endemik Indonesia dinyatakan punah setelah sebelumnya masuk ke dalam daftar merah. Hewan laut itu pun disebut menjadi hewan pertama yang punah akibat ulah manusia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahli Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga (Unair) Amin Alamsjah mengatakan Pari Jawa memang telah lama masuk ke dalam hewan yang terancam punah. Proses kepunahan itu terjadi secara berangsur-angsur dengan reduksi bertahap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Amin menjelaskan Pari Jawa merupakan hewan yang berkembangbiak secara ovovivipar sehingga membutuhkan media yang baik dalam proses perkembang biakan. Selain itu, dibutuhkan nutrisi berupa ikan kecil atau udang untuk melangsungkan hidup.

Faktor kepunahan

Menurut Amin, ada beberapa faktor penyebab kepunahan ini terjadi. Di antaranya adanya penangkapan ikan yang notabene menyebabkan kerusakan ekstrem seperti penggunaan bom ikan atau bahan kimia. Selain itu, overfishing di sejumlah lokasi juga menjadi salah satu faktor punahnya Pari Jawa.

“Penyebabnya juga dapat terjadi karena terdapat spesies invasif. Tapi hal lain yang tidak kalah kuat ialah degradasi habitat," kata Amin dikutip dari laman Unair, Jumat, 5 Januari 2024..

Amin mengatakan hal itu dapat terjadi karena pembangunan di daerah pesisir, seperti pembangunan dermaga atau tambak intensif. Pada akhirnya, pembangunan itu memangkas green belt sebagai salah satu media perkembangbiakan spesies air seperti ikan atau udang.

Selain itu, degradasi habitatdapat terjadi ketika terdapat kegiatan ekstraksi habitat, seperti eksploitasi pasir, perdagangan biota ilegal, hingga limbah pabrik yang dibuang secara langsung dan perubahan iklim. Terdapat beberapa organisme yang tidak bisa beradaptasi pada naiknya suhu air karena cairnya es di kutub utara.

Amin pun menyebut sebagian besar perilaku manusia menyebabkan perubahan ekosistem, seperti rusaknya parameter kualitas air dan perubahan lingkungan. Sebenarnya, ada wilayah perairan yang berperan sebagai buffer (penetral). Sayangnya, pada titik tertentu dapat terjadi over carrying capacity dalam menampung bahan toxic sehingga terjadi degradasi ekosistem.

Melihat fenomena tersebut, Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan itu menilai pentingnya edukasi bagi masyarakat untuk mencegah kepunahan spesies lain. Menurut dia, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga harus membuat daftar spesies yang lebih intern dan mendetail mengenai status keberadaanya, termasuk melakukan sosialisasi ke stakeholder, utamanya nelayan.

“Dibutuhkan juga dorongan kuat dari pemerintah mengenai sumber daya perairan. Sudah banyak regulasi yang dibuat tinggal memperkuat lagi pengkondisian kesadaran masyarakat mengenai kekayaan perairan. Bukan hanya sekedar penangkapan tapi juga pengolahan hasil perikanan dan kelautan," kata Amin. Terlebih mengingat Indonesia sebagai negara maritim dengan potensi perikanan dan kelautan yang tinggi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus