Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada 24 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasto dijerat oleh kasus suap yang melibatkan DPO KPK Harun Masiku terhadap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua KPK Setyo Budiyanto memastikan penetapan tersangka terhadap Hasto dalam konferensi pers yang diadakan Selasa sore, 24 Desember 2024. Selain Hasto, KPK juga menetapkan anggota tim hukum PDIP dan orang dekat Hasto, Donny Tri Istiqomah, sebagai tersangka.
Setyo mengatakan keduanya melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal 55 ayat (1) KUHP
Dilansir dari laman siplawfirm.id, pasal ini adalah pasal yang kerap digunakan penyidik untuk memberi ancaman hukuman bagi orang atau kelompok yang ikut serta atau bersekongkol dalam suatu tindak kejahatan. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa pelaku tindak pidana kejahatan adalah orang yang melakukan (pleger), menyuruh melakukan (doenplegen), dan turut serta melakukan (medepleger).
Ancaman pasal 55 KUHP sama dengan pelaku yang melakukan tindak pidana bersama. Contohnya, A dan B bersepakat untuk membakar rumah seseorang yang telah ditargetkan. Dalam membakar rumah tersebut, dilakukan dengan menggunakan minyak dan menyiramkannya ke seluruh dinding luar rumah.
A membantu menyiramkan minyak ke bagian dinding luar rumah yang terbuat dari kayu. Sementara, B yang bertugas untuk membakarnya. Dalam hal ini, A membantu B dalam melaksanakan aksi pembakaran.
Pasal 5 ayat (1) UU No. 20 tahun 2001
Dilansir dari laman peraturan.bpk.go.id, dalam pasal ini dijelaskan bahwa terpidana akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Pasal 21 UU No. 31 tahun 1999
Pasal ini adalah pasal tindak pidana obstruction of justice. Perbuatan ini diwujudkan dalam bentuk semua perbuatan yang bersifat mencegah, merintangi dan menggagalkan secara langsung dan tidak langsung, dengan tidak mensyaratkan adanya akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut, yakni menjadi tercegah, terintangi atau tergagalkannya suatu penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang yang sedang dilaksanakan, namun cukup dengan melakukan perbuatan mencegah, merintangi dan menggagalkan yang berdasarkan pengetahuannya, perbuatan tersebut dapat menghalangi atau menggagalkan suatu penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang maka perbuatan sudah dianggap selesai (vooltoid).
Setyo mengatakan, sejak awal Hasto Kristiyanto memang ngotot untuk menjadikan Harun Masiku sebagai anggota DPR dari Daerah Pemilihan I Sumatera Selatan menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Padahal, seharusnya posisi Nazarudin saat itu digantikan oleh Riezky Aprilia yang mendapat suara kedua terbanyak dalam Pemilu 2019.
Ade Ridwan Yandwiputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Tanggapan Pakar dan Guru Besar Soal Pencekalan Eks Menkumham Yasonna Laoly