Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pecat Saja Baramuli

Mayoritas responden menganggap Baramuli sebagai ‘’biang kerok’’ skandal Bank Bali. Ia juga dinilai telah melampaui wewenangnya sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung.

19 September 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA sesungguhnya Ahmad Arnold Baramuli? Ketua Dewan Pertimbangan Agung, tokoh politik kawakan, pengikut setia Presiden Habibie, orang yang haus kekuasaan,atau cuma oportunis kelas teri? Bung Naldi, begitu orang-orang dekatnya memanggil, sejatinya bukan orang baru di percaturan politik. Jejak karirnya cukup panjang. Dan sebagai politisi, pria berusia 69 tahun ini sebetulnya lumayan. Sebelum akhirnya jadi Ketua DPA, ia pernah jadi jaksa, gubernur Sulawesi Tengah dan Utara pada masa Soekarno, dan anggota DPR mewakili Golkar sampai empat periode. Sinar politik penasihat Partai Golkar ini baru surut ketika Habibie duduk di kursi wakil presiden. Meski demikian, bintangnya sempat terang sebentar ketika ia berteriak lantang membongkar kasus megakorupsi Bapindo yang melibatkan Eddy Tansil dan sejumlah pejabat negara. Tapi, begitu ”junjungannya” itu naik pangkat, mendadak sontak Baramuli pun ikut naik harkat. Masuk DPA, yang biasanya menjadi pos pengabdian terakhir para pejabat tinggi, tidak membuat Baramuli mati angin. Sebaliknya, ia makin leluasa memainkan peranan sebagai orang dekat Habibie. Sejak itu, kontroversi pun dimulai. Langkah kaki politik Baramuli menyepak kiri-kanan politisi lain. Ia, misalnya, pernah bentrok dengan tokoh-tokoh dari Barisan Nasional seperti Ali Sadikin. Belum lama ini, Baramuli diadukan ke polisi karena menuduh Gerakan Masyarakat Peduli Harta Negara (Gempita) pimpinan Albert Hasibuan sebagai pemeras 12 perusahaan yang tersangkut kasus Bank Rakyat Indonesia. Ketika masa kampanye belum dimulai, pria yang masuk Islam pada 1988 itu sibuk membagi-bagikan uang ke pelbagai daerah di Sulawesi agar warga setempat menusuk Golkar. Di tubuh Partai Beringin, dia juga dituding ikut menggerakkan 13 dewan pimpinan daerah membuat ”mosi” tidak percaya terhadap kepemimpinan Akbar Tandjung dan Marzuki ”Kiki” Darusman. Puncak perseteruan Baramuli dengan dua pimpinan partai kuning itu terjadi di rumah Habibie, awal bulan ini. Waktu itu, ia menuduh Akbar dan Kiki mengkhianati amanat rapat pimpinan Golkar dengan tidak serius mendukung Habibie sebagai presiden. Terakhir, nama Baramuli disebut-sebut berada di belakang layar skandal Bank Bali. Dalam kasus ini, nama Baramuli tercantum dalam catatan harian bekas direktur utama Bank Bali, Rudy Ramli, sebagai orang yang kecipratan uang haram—peran yang dibantahnya keras. Bapak lima anak itu—bersama kongsinya, pengusaha Kim Johanes Mulia, yang pernah terlibat kasus ekspor fiktif—diduga terlibat dalam pembuatan surat bantahan terhadap Catatan Harian Rudy yang kemudian dibacakan oleh Menteri Muladi seusai sidang kabinet, akhir Agustus lalu. Kiprah Baramuli dalam kasus Bank Bali makin telanjang ketika Menteri Keuangan Bambang Subianto mengungkapkan bahwa Baramuli ternyata pernah berusaha menggusur Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Glenn Yusuf. Menurut Bambang, pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, itu—mengatasnamakan Habibie—mengirim surat kepadanya. Isi surat menyatakan bahwa Presiden telah setuju agar Kepala BPPN diberhentikan. Baramuli tidak membantah keterangan Bambang. Masalahnya, apa motivasi Baramuli sebenarnya? Uang atau kekuasaan? Pengamat perbankan Prajoto tidak yakin uanglah yang menjadi alasan utama sepak terjang Baramuli. ”Saya kira (kalau uang) ia sudah lebih dari berkecukupan,” kata Prajoto. ”Kalau kekuasaan, bisa jadi.” Prajoto mungkin benar. Sebagai Ketua DPA, Baramuli tergolong hiperaktif. Ia asyik ”lompat pagar” ke mana-mana. Selain aktif ”menasihati” Presiden, Baramuli juga berjibaku urusan apa saja. ”Kelak, kewenangan Ketua DPA perlu dirumuskan lagi,” kata Menteri Muladi, mengomentari ulah Bung Naldi. Lantas, bagaimana pendapat masyarakat tentang sosok yang oleh Inspektur Jenderal Pembangunan Laode M. Kamaluddin dikatakan sebagai ”figur unik dan langka di republik’’ ini? Seperti sudah diduga, hampir tidak ada responden jajak pendapat TEMPO yang mempercayai Baramuli dalam kasus Bank Bali. Bahkan, cukup banyak publik yang menganggap tidak ada satu pun pejabat yang bisa dipercaya dalam kasus tersebut. Bukti bahwa masyarakat makin pintar? Boleh jadi. Yang jelas, publik rupanya sudah kenyang dibohongi atau menjadi korban pernyataan kosong pejabat selama ini—mereka kini tahu benar mana emas dan mana loyang. Mayoritas responden bahkan menilai Baramuli sebagai aktor intelektual skandal bank berlogo jempol itu. ”Aktor intelektual” adalah istilah yang paling disukai pejabat Orde Baru untuk menyebut orang-orang yang merancang atau menggerakkan suatu peristiwa—kasarnya bisa disebut ”biang kerok”. Hanya sedikit responden yang menganggap pria yang hobinya main tenis itu sama sekali tidak terlibat. ”Pembelaan” Baramuli, yang mengatakan bahwa skandal Baligate merupakan kasus yang dibesar-besarkan lawan politik Habibie untuk mengganjal peluangnya menuju kursi presiden, pun ditepis sebagian besar peserta jajak pendapat. Hampir semua responden malah menilai, Ketua DPA itu selama ini telah melampaui wewenangnya. Tak mengherankan bila ujung semua pendapat publik dikunci dengan pernyataan: Baramuli sebaiknya dipecat dari jabatan Ketua DPA. Satu lagi smes telak buat Bung Naldi! Wicaksono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus