Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -- Pegiat antikorupsi mengkritik pernyataan Presiden Prabowo Subianto perihal langkah pemerintah memberi kesempatan kepada koruptor untuk bertaubat dengan cara mengembalikan keuangan negara yang dicuri. Peneliti dari Pusat Studi Antikorupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengatakan, pernyataan Prabowo cenderung melegitimasi tindakan lancung para koruptor alih-alih memperkuat pemberantasan korupsi. "Pernyataan Presiden Prabowo ini keliru karena ini hanya memberi keuntungan pada koruptor," kata Herdiansyah saat dihubungi pada Kamis, 19 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merujuk pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Herdiansyah menjelaskan, pengembalian uang atau kerugian negara oleh koruptor tidak melegitimasi bisa bebas dari jerat pidana. Pasal 4 Undang-Undang tersebut telah mengatur secara jelas pengembalian kerugian negara atau perekonomian tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mencontohkan, kasus rasuah proyek menara base transceiver station atau BTS Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kasus tersebut salah satunya menjerat eks anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi.
Saat persidangan, tim pengacara Achsanul meminta agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi membebaskan kliennya. Alasannya, Achsanul telah mengembalikan seluruh kerugian negara yang diperoleh dari terpidana kasus rasuah BTS lainnya, Windi Purnama. Akan tetapi, majelis hakim tetap memvonis Achsanul dengan hukuman pidana penjara.
Saat berpidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, Presiden Prabowo Subianto mengatakan ingin memberikan kesempatan kepada koruptor untuk bertaubat. Menurut dia, para koruptor yang mengembalikan uang atau kerugian negara akan diberikan maaf oleh pemerintah dan tidak akan dipublikasikan identitasnya. "Kami beri kesempatan koruptor mengembalikan korupsinya supaya enggak ketahuan," ujar Prabowo, dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden pada Rabu, 18 Desember 2024.
Herdiansyah Hamzah mengatakan, pernyataan Presiden Prabowo kontradiktif. Pernyataan itu juga tidak dapat dieksekusi karena menyimpang pada norma dan undang-undang. Sebab, pelaku tindak pidana korupsi tetap harus menerima hukuman meski telah mengembalikan kerugian negara. "Prabowo menunjukan ketidakpahaman terhadap aturan dan upaya pemberantasan korupsi," kata dia.
Dihubungi secara terpisah, Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan hal yang sama. Dia menilai, pernyataan Presiden Prabowo keliru dan tidak menggambarkan semangat pemberantasan korupsi. "Secara aspek keadilan pun, ini lebih banyak menguntungkan pada koruptor bukan masyarakat," ujar Feri.
Feri berharap, Presiden Prabowo memahami lebih dulu ihwal aturan pemberantasan korupsi, agar tak terjebak dalam menyampaikan pendapat yang keliru. "Lebih baik paham dulu undang-undangnya, baru memberikan pernyataan," kata dia.
Tempo belum memperoleh konfirmasi dan tanggapan dari Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi ihwal pernyataan Prabowo yang memberikan kesempatan kepada koruptor untuk bertaubat. Hingga artikel ini dipublikasikan, pesan yang dikirim melalui aplikasi perpesanan nomor telepon WhatsApp Hasan Nasbi hanya menunjukan notifikasi dua centang abu, atau hanya terkirim saja belum dibaca.
Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: