Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pelaku-Pelaku Didepan & Belakang Layar

Profil beberapa tokoh PKI: Aidit yang dulu bernama Achmad, Lukman bekas kondektur bis, nyoto "borjuis" suka makan enak, syam dengan banyak alias, sudirman yang kaku dan oloan yang mati dilempari batu.

4 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERGOLAKAN dalam pimpinan PKI tampaknya ikut mempengaruhi keputusan partai itu untuk melancarkan Gerakan 30 September. Mengulas masalah ini agaknya perlu disorot juga manusia-manusianya -- para tokoh PKI yang memegang peranan di dalamnya. D.N. AIDIT. Anak lelaki tertua dari Abdullah Aidit -- bekas anggota Konstituante mewakili Masyumi -- ini lahir di Tanjung Pandan, Pulau Belitung, Sumatera Selatan pada 1923 dengan nama Achmad. Pendidikan terakhirnya sekolah menengah dagang. Tapi sekolahnya terhenti akibat masuknya Jepang. Setelah mula-mula memasuki organisasi Persatuan Timur Muda pada 1939, ia masuk Barisan Gerindo yang dianggap dipengaruhi komunis. Kemudian bersama Lukman ia masuk juga dalam Angkatan Muda yang dipimpin Chairul Saleh dan Soekarni. Lalu keduanya bergabung dalam kelompok Asrama Angkatan Indonesia Baru Indonesia -- yang terkenal sebagai kelompok Menteng 31 - serta juga Barisan Pelopor. Ada cerita tatkala para pemuda Menteng 31 menemui Bung Karno untuk mendesak disegerakannya proklamasi, Aidit bertugas memboncengkan Chairul Saleh dalam rombongan bersepeda itu. Berkulit kuning dengan perawakan kekar, Aidit dikenal pintar berpidato. Ia rupanya pengagum Mao. Tulisan-tulisan Mao Ze-dong dengan jelas dia pakai sebagai dasar karyanya sendiri, terutama teorinya tentang masyarakat dan revolusi. Tak jelas kapan ia membuang nama "Achmad"-nya dan menggantinya dengan Dipa Nusantara Aidit. 19 September 1948, dua pekan setelah Aidit diangkat menjadi anggota Politbiro, PKI melancarkan pemberontakan Madiun. Bersama Lukman, Aidit melarikan diri ke Cina dan Vietnam dan baru kembali ke Indonesia pada 1950. Setahun kemudian Aidit dkk mengambil alih pimpinan PKI dari Tan Ling Djie, yang kemudian dijadikannya kerani di kantor partai. Sikap politiknya dinilai tidak jelas, terutama dalam pertikaian Moskow-Beijing ia cenderung dekat ke Beijing. Namun ia seperti juga kemudian terbukti, tidak siap untuk seperti Mao: menggerakkan perang gerilya. Di saat terakhirnya setelah G30S jelas gagal, Aidit masih menyandarkan diri kepada Soekarno. Dia percaya bahwa Soekarno dapat menyelamatkan PKI dari kehancuran. Tapi konon Bung Karno sendiri tidak begitu menyenanginya. Yang jelas Aidit salah kira, dengan mengandalkan pengaruh Bung Karno saja. M.H. LUKMAN. Orang kedua dalam CC PKI ini merupakan teman dekat Aidit sejak 1943. Ia 3 tahun lebih tua dari Aidit. Ayahnya, Haji Muchlis, adalah anggota Sarekat Rakyat -- kelompok pro-komunis yang memisah dari Sarekat Islam. Bersama keluarganya Muchlis dibuang Belanda ke Boven Digul pada l929 karena terlibat dalam pemberontakan PKI 1926. Pada 1938, ia kembali ke kota asalnya, Tegal, dan bekerja sebagai kondektur bis sampai pendudukan Jepang Kemudian ia bergabung dengan PKI di Jakarta, hampir berbareng dengan Aidit. Ketrampilannya mengorganisasi kaum buruh dan kesabarannya menyelesaikan berbagai sengketa organisasi mengangkat Lukman sebagai Wakil Ketua I CC PKI. Bicaranya datar dan ia pendiam. Di saat-saat terakhir PKI, Aidit menilainya kurang cocok bagi "situasi revolusioner" dan menggeser peranannya ke belakang. Ia tidak melawan. Menurut penulis Arnold C. Brackman, rumah kediaman Lukman -- yang waktu itu juga menjabat Wakil Ketua MPRS, diperoleh secara tidak wajar. Penghuni sebelumnya digusur dengan pembayaran Rp 250 juta, diambil dari kas MPRS tanpa sepengetahuan bendahara oleh Islan, Wakil Sekjen DPR yang juga anggota PKI Rumah ini setelah G30S diserbu dan dibakar massa. Lukman tertembak mati pada Mei 1966. SJAM alias KAMARUZZAMAN. Inilah tokoh G30S yang paling misterius. Pimpinan Biro Khusus PKI yang langsung bertanggung jawab pada Ketua Umum ini, konon kenal dengan Aidit sejak 1947 waktu ia aktif dalam BTI. Ia diperkirakan lahir di Tuban, Jawa Timur pada 1922. Pada zaman revolusi fisik Sjam dikabarkan menjadi anggota Batalyon X di Yogyakarta. Kemudian ia pindah ke Jakarta, bergabung ke organisasi buruh komunis SOBSI, menjadi redaksi majalah Buruh, sekretaris SOBSI cabang Jakarta dan kemudian juga menjadi pengurus serikat buruh pelabuhan. Sjam, dengan nama Kamaruzzaman pernah juga tercatat sebagai anggota PSI (Partai Sosialis Indonesia) bahkan pada 1951 termasuk satu di antara 29 anggna pilihan yang mengikuti latihan kepartaian. Menurut Sinar Harapan 13 Maret 1967, sejak 1955 Sjam menjadi informan di Kodam V/Jaya. Tokoh ini kabarnya sering datang menemui Aidit di kantor CC PKI dengan pakaian montir. Menjelang September Sjam yang tinggi besar ini sering mengikuti sidang pleno CC PKI. Bersama Aidit, Sjam inilah yang merupakan otak dari G30S. Ia tertangkap pada 1967, diadili dalam sidang Mahmilub dan dijatuhi hukuman mati. NYOTO. Di antara para pemimpin PKI, Nyoto adalah tokoh termuda. Ia dilahirkan di Bondowoso (Jawa Timur) pada 1925. Ayahnya seorang buruh anggota PKI di Sala yang pada 1925 pindah ke Jawa Timur, dan beralih kerja jadi pedagang. Ikut dalam Pertempuran Surabaya November 1945, Nyoto kemudi an membentuk cabang PKI di Besuki. Jabatannya menanjak terus. Tahun 1951, ia merupakan anggota Politibiro yang termuda. Ia juga merupakan satu-satunya pimpinan PKI yang "lain" dalam gaya hidupnya maupun pandangannya. Karirnya dalam PKI terangkat oleh kemampuannya memecahkan masalah-masalah teori dan keunggulannya dalam berbicara dan berargumentasi. Ia selalu siap dengan bahan banding, yang membuat orang yakin pada masalah yang dikemukakannya. Mungkin itu semua diperolehnya dari kegemarannya membaca. Koleksi buku-buku Baratnya sering memancing sindir an dari rekan separtainya. Mampu memainkan biola, piano, gitar, saxophone dan klarinet, ia sering bermain muengan Jack Lesmana -- yang merupal teman lamanya. Ia juga penulis yang cendekia, kadang dengan nama samaran Iramani, tapi karyanya "sukar dimengerti rakyat", seperti biasa dituduhkan. Gaya hidupnya cenderung "borjuis", suka minum bir dan makan enak. Ia dikenal dekat dengan para seniman Lekra bahkan mungkin magnit mereka. Menjelang 1965, Nyoto mulai disingkirkan Aidit. Nyoto merupakan musuh pribadi dan musuh ideologis Oloan Hutapea, sebagaimana disebut dalam buku Rex Mortimer tentang PKI. Aidit konon menyingkirkannya dengan alasan ada affair antara Nyoto dengan seorang wanita cantik Rusia. Kabarnya wanita ini anggota KGB yang ditugasi "menggarap" tamu-tamu dari Indonesia. SUDlSMAN. Sudisman lahir di Surabaya pada 1920 dan setelah bergabung dengan Gerindo, ia menjadi anggota gelap PKI. Selama 3 tahun kemudian ia ditahan Jepang karena terlibat dalam perlawanan melawan tentara pendudukan ini. Setelah dibebaskan pada September 1945, Sudisman pindah ke Yogyakarta dan menjabat Sekjen Pesindo. Kemudian terpilih sebagai anggota Politbiro pada 1948. Ia dikabarkan dekat dengan Amir Syarifuddin. Setelah peristiwa Madiun ia ikut membangun kembali PKI dan menduduki jahatan Sekjen CC PKI. Dalam pergaulan Sudisman dikenal kaku, begitu pula dalam disiplin. Sekalipun begitu, dalam tiap pertemuan Sudisman selalu siap kalau diminta menyanyi. Lagunya: Nasib Tulungagung -- tetap itu, di mana saja, kapan saja. Setelah G30S/PKI gagal, Sudisman bergerak di bawah tanah dan sempat mengeluarkan Otokritik yang menilai kesalahan PKI. Ia tertangkap dan diadili dalam sidang Mahmilub pada 1967. Hukuman matinya dilaksanakan Oktober 1968. OLOAN HUTAPEA. Bersama Sudisman, ia merupakan pendukung utama Aidit. Nama julukannya "Kuda Besi", berperawakan pendek tegap dengan kulit hitam dan wajah persegi. Jabatannya Rektor Akademi Ilmu Sosial Aliarcham, yang merupakan insitut sekolah tinggi PKI di hidang teori. Namun peranannya sebagai "pengawal kemurnian ideologi" partai lebih nyata. Bersama beberapa tokoh PKI lain, setelah G30S gagal, Hutapea mencoba melakukan perlawanan bersenjata di Blitar Selatan. Namun persembunyian para tokoh PKI ini gampang dilacak ABRI. Soalnya mereka ternyata tak mudah hidup seperti rakyat. Hutapea misalnya, tak bisa meninggalkan kebiasaan menyikat gigi dengan Pepsodent. Para intel dengan cepat menjejaki pembelian Pepsodent ini. Operasi Trisula yang dilancarkan Kodam VIII/Brawijaya berhasil menghancurkan sarang sisa PKI ini. Anggota CC PKI Oloan Hutapea, alias Dubi, alias Rochim, alias Gumin pada 2 Juli 1968 terkurung dalam suatu operasi ABRI bersama rakyat, dan mati oleh lemparan batu .

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus