Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Peluru Tajam untuk Si Bungsu

Komisi Pemberantasan Korupsi meyakini Choel Mallarangeng menerima suap. Aset-aset mewah miliknya sudah terlacak.

27 Januari 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DATANG memenuhi panggilan sebagai saksi, Andi Zulkarnain Mallarangeng memilih tidak sendiri. Dia tiba di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat pagi pekan lalu, ditemani sang abang, Andi Rizal Mallarangeng, dan empat anggota Elang Hitam—tim yang dibentuk Rizal untuk membela adik dan kakaknya, Andi Alifian Mallarangeng.

"Saya siap menanggung risiko apa pun," kata lelaki yang akrab dipanggil Choel itu sesaat sebelum berjalan ke ruang pemeriksaan. Dia mengatakan akan kooperatif dengan penyidik KPK, yang telah lebih dulu menetapkan Andi Alifian sebagai tersangka perkara korupsi proyek pusat pendidikan olahraga Hambalang.

Jejak Choel dalam perkara korupsi di Kementerian Pemuda dan Olahraga sejatinya sudah tercium sejak awal proyek Hambalang disiapkan. Menurut sumber Tempo, si bungsu ikut cawe-cawe dari pembahasan anggaran di Komisi Olahraga Dewan Perwakilan Rakyat sampai ke pelaksanaan tender proyek senilai Rp 1,2 triliun ini.

Meski begitu, sejak kasus ini pertama kali dibongkar oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, peran Choel tidak langsung terendus. Baru belakangan sepak terjangnya terkuak setelah dua mantan anak buah Andi yang sudah menjadi tersangka, yaitu Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharram dan Pejabat Pembuat Komitmen Deddy Kusdinar, "bernyanyi". "Dari mereka, terbuka semua peran Choel," ujar sumber itu.

Dalam keterangan kepada penyidik, dua pejabat itu menyebutkan pernah "disemprot" Choel karena dinilai lamban dalam menggelar pelaksanaan proyek Hambalang. Kepada Wafid dan Deddy, Choel mengeluhkan Andi yang sudah setahun menjabat belum "kebagian" apa-apa. "Sementara kalian enak-enak saja," katanya.

Bukan hanya itu, Choel juga pernah mengajak Wafid dan Deddy membahas pelaksanaan proyek Hambalang di rumah dinas Andi di Jalan Widya Chandra III, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ketika itu, Andi tengah melakukan perjalanan dinas ke luar negeri. "Artinya, Choel mengambil peran aktif," ucap sumber itu.

Jerat lain untuk Choel juga berasal dari pengakuan Deddy dan sejumlah saksi lain. Menurut sumber Tempo, Deddy membuka adanya aliran suap. Menurut dia, Choel disebut beberapa kali menerima uang yang ditengarai berasal dari perusahaan kontraktor dan subkontraktor Hambalang.

Dari penelusuran penyidik, menurut sumber itu, diketahui ada pemberian uang dalam pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah senilai Rp 5 miliar. Uang itu dibungkus dalam kardus dan diantarkan kurir ke kediaman Choel di Jalan Taman Sunda Kelapa Nomor 5, Menteng, Jakarta Pusat. "Siapa pengumpul uang dan kurir serta mobil apa yang dipakai sudah diketahui penyidik," katanya.

Meski sudah diketahui soal pemberian itu, sumber tadi melanjutkan, Deddy kesulitan mengingat tanggal pemberian uang tersebut. Akhirnya, setelah diminta penyidik mengingat, Deddy menyebut satu peristiwa pada malam 28 Agustus 2010. "Penyerahan itu bertepatan dengan perayaan ulang tahun salah seorang anak Choel," ujarnya.

Selain pengakuan Deddy, nama Choel­ pernah disebut Nazaruddin, terpidana kasus suap Wisma Atlet SEA Games Palembang, menerima uang Rp 2,5 miliar dari Herman Prananto, pemilik PT Global Daya Manunggal, subkontraktor proyek Hambalang. Dalam kesaksian di pengadilan, Nazar menyebutkan uang itu merupakan imbalan karena Global ikut menjadi subkontraktor proyek bernilai Rp 2,5 triliun tersebut.

Ditemui setelah menjalani pemeriksaan selama sepuluh jam, Choel membenarkan pernah menerima kiriman uang dari Deddy. Semula dia mengira bungkusan yang diterimanya itu kado ulang tahun sang anak. "Saya tidak pernah menelepon dan meminta uang ke Deddy," katanya. "Dia juga tidak pernah menjelaskan uang itu untuk apa."

Sebaliknya Deddy, melalui kuasa hukumnya, Rudy Alfonso, mengaku hanya diperintahkan mengawal pengiriman bingkisan berisi uang itu kepada Choel. "Berapa jumlah uang itu, Deddy tidak tahu pasti," ujarnya kepada Tempo, Jumat malam pekan lalu.

Soal tudingan menerima uang dari PT Global Daya Manunggal, Choel juga mengakuinya. Namun, menurut dia, jumlah uang yang diterima dari Herman hanya Rp 2 miliar, bukan Rp 2,5 miliar seperti yang disebutkan Nazaruddin. "Uang itu tidak ada hubungannya dengan proyek Hambalang," katanya.

Choel mengatakan mengenal Herman sejak April 2010 dan sudah dua kali bertemu. Pada pertemuan pertama itu, Herman meminta tolong dikenalkan kepada sejumlah kepala daerah. "Dia tahu saya konsultan politik yang punya kenalan banyak kepala daerah. Tidak ada pembicaraan soal Hambalang," ujarnya.

Pada pertemuan kedua, Mei 2010, hadir Staf Ahli Menteri Pemuda dan Olahraga Fahruddin, yang merupakan teman dekat kakaknya. Melalui mantan Ketua Himpun­an Mahasiswa Islam itu, uang Rp 2 miliar tersebut diberikan Herman kepada Choel.

Pertemuannya dengan Herman pada April dan Mei 2010 inilah yang menjadi alasan Choel bahwa uang itu tak terkait dengan Hambalang. "Karena saat itu Hambalang belum ada," katanya. "Pak Wafid baru mengirimkan permohonan tahun jamak ke Kementerian Keuangan pada 26 Juni 2010," Rizal Mallarangeng menambahkan.

Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., mengatakan penyidik tidak begitu saja percaya terhadap pengakuan Choel. Sebab, menurut dia, yang diharapkan adalah Choel jujur soal keterlibatan kakaknya. "Tentunya semua pengakuan itu akan ditindak­lanjuti," ujarnya.

Kendati sudah mulai membuka peran Choel, penyidik KPK telah bergerak lebih dalam. Sumber Tempo mengatakan sejumlah aset mahal milik Choel, seperti properti dan mobil mewah, sudah terlacak keberadaan dan asal-usul pembeliannya. "Salah satunya Ferrari tipe California warna merah," katanya.

Asal-usul mobil sport yang harganya berkisar Rp 5-6 miliar ini, menurut sumber itu, sudah diketahui. Menurut sumber tadi, mobil itu terdeteksi memiliki pelat nomor B-1-DIA dan dibeli menggunakan nama seorang pengusaha muda asal Sulawesi Selatan. "Saat heboh, Choel menjual cepat mobil itu seharga Rp 3 miliar," ucapnya. "Pelat nomor kemudian berpindah ke mobil merek Lamborghini Aventandor."

Rizal Mallarangeng, yang menjadi juru bicara keluarga, membenarkan soal Ferrari California itu. "Iya, betul sudah dijual," katanya. Dia memastikan penjualan itu bukan untuk menghilangkan barang bukti. "Tapi memang dia butuh uang untuk membiayai keluarganya."

Setri Yasra, Febriyan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus