Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Perguruan Para Opsir Melayu

7 Maret 2005 | 00.00 WIB

Perguruan Para Opsir Melayu
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengar apa kata Joseph Moakley, anggota Kongres Amerika Serikat dari Partai Republik. "Kita harus meninggalkan bisnis pelatihan militer asing. Kita tidak bisa mengajarkan demokrasi dengan ujung bayonet," katanya. Tapi ucapan itu dikeluarkan lima tahun lalu, ketika proyek pelatihan militer AS, International Military Educational and Training (IMET), digugat kalangan lembaga swadaya masyarakat internasional.

Kini, IMET sudah dibuka kembali. Sebenarnya IMET tidak mencakup seluruh program pelatihan militer AS untuk negara-negara asing. Di samping IMET, masih ada beberapa program pelatihan lagi yang terkait dengan penjualan senjata dan program pertukaran militer. Secara spesifik, IMET adalah sebuah program hibah yang dibentuk Kongres AS sebagai bagian dari Undang-Undang Kontrol Ekspor Persenjataan tahun 1976. 

Meski program IMET baru dimulai tahun 1976, program pelatihan bagi perwira Indonesia di AS telah dimulai sejak dasawarsa 1950. Pada 1950 Kepala Staf TNI-AU saat itu, Komodor Suryadi Suryadarma, mengirim 60 kadet ke sekolah penerbang TALOA (Trans Ocean Airlines Oakland Airport) di California. Beberapa perwira muda yang dikirim di kemudian hari menjadi Kepala Staf Angkatan Udara, seperti Marsdya Omardhani, Marsdya Sri Mulyono Herlambang, dan Marsekal Saleh Basarah.

Beberapa perwira tinggi TNI-AD juga telah mengenyam pendidikan di Negeri Abang Sam. Almarhum Jenderal Ahmad Yani, mantan KSAD Jenderal Soerono Reksodimedjo, bekas Kepala BAKIN Letjen Soetopo Juwono, mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Letjen Alamsyah Ratuperwiranegara, dan puluhan perwira tinggi TNI lainnya adalah lulusan US Army Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah salah satu perwira generasi AMN-Akabri yang pernah menyelesaikan pendidikan di Kansas itu. Beberapa lulusan Fort Leavenworth lainnya adalah mantan KSAD Jenderal (Purn.) R. Hartono, mantan Kepala Staf Teritorial TNI Letjen Purn. Agus Widjojo, dan mantan Panglima Kostrad almarhum Letjen Agus Wirahadikusumah. "Di sana kami belajar banyak tentang menggunakan nalar secara kritis," kata Agus Widjojo.

Sebelum memulai pendidikan lebih lanjut di Amerika Serikat, biasanya para perwira Indonesia harus menempuh matrikulasi bahasa Inggris di Lackland Air Force Base, San Antonio, Texas. "Semua angkatan harus sekolah di sini dulu," kata mantan Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional, Marsda Zacky Ambadar. Dari situ, mereka akan disebar sesuai dengan angkatan dan kecabangan mereka.

Amerika Serikat menyediakan banyak sekolah bagi perwira TNI-AD. Untuk kecabangan infanteri, para perwira muda Indonesia biasa disalurkan ke Fort Benning, Columbus, Georgia. Di situlah markas US Army Infantry Training Brigade, US Infantry School, Ranger Training Brigade, Airborne School, dan School of the Americas yang belakangan berganti nama menjadi The Western Hemisphere Institute for Security Cooperation setelah dikritik gara-gara lulusannya banyak yang menjadi pelanggar hak asasi manusia.

Para perwira Komando Pasukan Khusus biasanya mengikuti kursus di Fort Bragg, North Carolina. Mantan Panglima ABRI, mendiang Jenderal L.B. Moerdani, juga pernah bersekolah di markas The Green Berets ini. Untuk cabang kavaleri, mereka belajar di Fort Knoxx, Kentucky. Perwira artileri menempuh pelajaran di Fort Sill, Oklahoma, sementara perwira penerbang TNI-AD akan belajar terbang di Fort Rucker, Alabama. Adapun polisi militer dididik di Fort Gordon, Georgia. Di berbagai fort itulah mereka menempuh pendidikan setara dengan kursus kecabangan maupun semacam kursus lanjutan perwira di Indonesia.

Di samping itu, ada pula sembilan pangkalan Angkatan Udara AS yang menerima perwira muda TNI sebagai siswa penerbang. Zacky Ambadar, misalnya, menempuh pelajaran di Vance Air Force Base (AFB) di Oklahoma. Ada pula Laughlin AFB dan Shepperd AFB yang juga berada di Texas. Sementara itu, Maxwell AFB di Georgia menyediakan kursi setingkat Sekolah Staf dan Komando TNI-AU dan Air War College untuk perwira Indonesia. Namun, untuk TNI-AL, tidak terlalu banyak tempat pendidikan yang tersedia. Salah satunya malah menjadi tempat kursus intelijen di US Navy's Little Creek Base, Virginia.

Ketika IMET dikritisi karena terlalu banyak mengajarkan kemampuan membunuh (lethal skill), Kongres membentuk E-IMET (Expanding IMET) yang lebih banyak mengajarkan kemampuan non-combatant seperti kemampuan negosiasi, hubungan sipil-militer, hukum perang, dan sebagainya. Tapi, di belakang punggung Kongres, pelatihan lethal skill masih dilakukan dengan nama JCET (Joint Combined Exchange Training).

Kini program IMET dibuka kembali karena, di mata AS, Indonesia telah memenuhi syarat. Jadi, keputusan buka-tutup itu bergantung pada apakah ujung bayonet itu dapat menguntungkan AS atau tidak.

Hanibal W.Y. Wijayanta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus