Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Piet Menunggu: Satu Demi Satu ...

Kontrak sistem bagi hasil minyak bumi belum selesai. union oil, arco, iiapco sudah setuju. Petromer trend, japex, total menerima kemudian karena sikap tegas pemerintah. Asamera belum berkomentar.

14 Agustus 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERNYATA perundingan antara pemerintah dengan kontraktor minyak asing untuk menggolkan kontrak baru, belum selesai. Tapi banyak kemajuan didapat. Meskipun berita masih simpang-siur, tentang sikap para kontraktor itu. "Tak benar kalau dikatakan kami menolak mmusan baru bagi hasil minyak. Kami hanya minta waktu untuk bicara lebih banyak", kata J.S. Wilson, Dirut Petromer Trend, kepada TEMPO Sabtu lalu, membantah berita penolakan Petromer Trend. Pimpinan Trend yang tampak masih muda itu terbang dari kantor pusatnya di Denver AS dan tiba di Jakarta dua hari setelah batas waktu perundingan 31 Juli lalu. William Schlieman, wakil dirut dan manajer umum Trend yang pagi itu mendampingi Wilson, juga merasa kaget "bahwa pers memberitakan kami menolak". Dan keduanya beranggapan telah terjadi "salah kutip" tentang posisi Petromer Trend. Adapun pemberitaan tentang penolakan itu dikemukakan Dirut Pertamina Mayjen Piet Haryono, selepas melapor kepada Presiden Soeharto di Bina Graha Senin pagi 2 Agustus lalu. Menurut Piet, "dalam suratnya Petromer Trend terus terang mengemukakan tak bersedia melaksanakan rumusan baru tersebut". Tapi ia tak membacakan surat itu. Menurut yang diketahui TEMPO, SUrat dari Trend bertanggal 27 Juli 1976 dan ditandatangani oleh William Schlieman. Isinya memang bisa ditafsirkan sebagai tak menerima formula baru. Surat dari Trend itu antara lain menyebutkan: "Adalah tidak mungkin bagi kami untuk menerima usul-usul perubahan dari Pemerintah Indonesia, meskipun kami bersedia untuk membicarakan perubahan-perubahan (amendments) demi kepentingan bersama. Dalam keadaan seperti sekarang kami akan kekerja sesuai dengan kontrak tertulis, samyai perubahan-perubahan yang memuaskan dapat disepakati". Mundur Pemerintah kabarnya menjawab surat itu. Dan seperti kata Piet Haryono. "Pertamina akan melanjutkan kegiatan mereka, kalau mereka tetap menolak". Dengan kata lain, seperti kata Menteri Pertambangan Moh. Sadli. "untuk semetara terpaksa akan kita oper" (TEMPO 7 Agustus). Agaknya sikap tegas Pemerintah itulah yang membuat Trend mundur setapak. "Kami mengerti keinginan pemerintah Indonesia untuk menetapkan suatu pembagian yang adil", kata Wilson. "Tapi posisi perusahaan kami ini unik, karena kami termasuk kecil". Menurut Wilson, maskapai Trend yang di bulan lalu rata-rata punya produksi 67.000 barrel sehari, adalah milik 6 partner. Antara lain C. Itoh, perusahaan multinasional Jepang yang kabarnya punya andil besar. Berapa sesungguhnya yang harus disetorkan Petromer Trend 15 Agustus nanti? Menurut Schlieman,yang diminta Pemerintah adalah $ AS 36 juta."Jumlah itu mungkin tak besar dibandingkan dengan yang lain", kata Wilson. "Tapi bagaimana kalau kami sekarang belum mampu menyetornya?" Tapi kabarnya Pemerintah memang tak bertindak kaku dalan soal setoran ini. Sekalipun jumlah yang harus disetorkan perusahaan minyak bagi hasil itu tak berubah -- dan dihitung surut sejak awal Januari lalu -- pembayarannya bisa dicicil. Menurut sebuah sumber TEMPO, batas waktu penyetorannya juga bisa diundur sampai dengan pertengahan Maret tahun depan. Dan lapex, mnskapai minyak Jepang yang lebih dari 50% sahamnya dimiliki pemerintahnya, sampai Senin lalu belum terdengar menyetujui untuk meneken rumusan baru. Tapi, menurut sumber itu, "mereka sudah setuju untuk mencicil setorannya yang berjumlah $ AS 100 juta itu". Sampai Senin kemarin -- kecuali Union Oil, Arco dan IIAPCO, yang di Jumat siang 6 Agustus lalu akhirnya setuju menandatangani formula baru -- tiga besar lainnya belum kedengaran menyusul. Tapi tanda-tanda tercapainya mufakat tampaknya tak tertutup. James Wilson, dirut Trend, yang sudah bertemu dengan Piet Haryono, mulai Senin lalu, kabarnya akan melanjutkan pembicaraan. Selain pasal setoran, keberatan Petromer Trend yang lain adalah dimasukkannya mereka ke dalam kategori I karena memiliki cadangan di atas 100 juta barrel. Adapun seluruh cadangan minyak yang dimiliki Trend yang beroperasi di Kepala Burung, (Irian Jaya) itu adalah 296.899.000 barrel. Seperti halnya Japex dan Total Indonesie yang separoh sahamnya milik pemerintah Perancis, Trend keberatan kalau penyusutan barang-barang modalnya dimasukkan golongan berjangka 14 tahun. Satu dan lain hal karena cadangan minyak mereka umumnya dianggap berjangka antara 9 sampai 10 tahun. Bisa Ditawar? Apakah tentang jangka waktu itu masih bisa ditawar lagi? "Ya bisa saja, kalau mereka bisa membuktikan cadangannya tak termasuk yang 14 tahun", kata Piet Haryono. Dirut Pertamina itu tampak lebih segar dan mantap. Selepas melapor pada Presiden di Cendana pagi itu, Piet memang belum mau bicara banyak. Tapi kepada TEMPO yang menemuinya dia tampak optimis tiga besar yang lain akan mengikuti jejak Union Oil. "Pemerintah bukan tak menampung keluhan mereka", katanya. "Asal prinsipnya tidak dirubah". Benar juga. Senin siang itu juga Japex menyerahkan draft terakhir mereka kepada Piet Haryono. Sorenya, sekitar jam 16.00 dua wakil dari Total diterima Dirut Pertamina di ruang sidang jalan Perwira 6. Tak lama kemudian muncul Menteri Sadli. Mudah diduga: untuk menunggu kembalinya para wakil dari Japex. Dan maskapai minyak Jepang yang kali ini diwakili sendiri oleh Presidennya yang datang dari Tokyo, Senin malamnya akhirnya menyetujui untuk meneken kontrak baru. Tak lama kemudian disusul Total. Akan halnya Petromer Trend, menyusul jejak yang lain Selasa esoknya. Lalu, apa kabarnya dengan Asamera -- yang dikabarkan juga menolak? Perusahaan ini tertua, dan kecil sekali produksinya (sekitar 12.700 barrel sehari). Pagi-pagi sudah menolak. Bahkan konon dalam suratnya menyatakan akan mengajukan ke pengadilan kalau mereka dipaksa menerima rumusan baru itu. Betulkah? Kepada TEMPO Sabtu siang lalu, Dirut Asamera Andrew Alexeiev berkata: "Tak benar kami menolak", katanya. Sebagai perusahaan minyak yang masuk ketegori II (bercadangan kurang dari 100 juta barrel), dia merasa belum waktunya untuk memberi komentar apapun. "Saya jadi heran mengapa pers menulis begitu", katanya. Apakah dengan begitu Asamera sudah setuju? Alexeiev, kawan dekat Dr Ibnu Sutowo, menjawab liwat telepon: "Kami minta waktu". Setuju.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus