Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tak Membenarkan Pusat

Ketua DPD PDI jawa timur dibekukan DPP. Pembekuan ditolak oleh 9 anggota DPP dan 23 cabang. DPD jawa timur dinyatakan harus jalan terus. Kericuhan disebabkan heteroginitas dan kurang kedewasaan.

14 Agustus 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DPP PDI, lewat surat tertanggal 21 Juli 1976, ditanda tangani Ketua umum Sanusi Hardjadinata dan Sekretaris Sabam Sirait, membekukan Pengurus DPD PDI Jawa Timur. Mengapa? "Ada fitnah", kata drs. Marsoesi, Ketua DPD PDI Jawa Timur kepada Anshari Thayib dari TEMPO. Katanya, fitnah itu berkisar pada: Marsoesi menentang DPP, tak organisatoris serta tak beres dalam pegang duit organisasi. Tapi, fitnah itu nampaknya belum cukup kuat untuk menopang alasan buat menindak. Maka, kebetulan 7 Juli 1976, 5 fungsionaris DPD PDI Jawa Timur yang bukan PNI melayangkan mosi kepada DPP dan 3 fungsionaris PDI yang dulunya PNI. Isinya: tak dapat bekerjasama lagi. Usaha menggusur Marsoesi dari kursinya sebagai Ketua DPD PDI Jawa Timur ini, nampaknya memang bermula beberapa tahun sebelumnya. Persisnya, April tahun 1974. Seorang di antara 5 penandatanganan mosi Juli itu menandatangani surat yang semacam. Isinya: harap Marsoesi dan Martak, yang menduduki kursi ketua dan sekretaris mundur. "Ini bukti faktuil dari intervensi mereka yang pertama", tutur Marsoesi mengajuk. Sebagai respons atas mosi itu, sesepuh bekas PNI Dularnowo mengumpulkan eksponen PNI se Jawa Timur, awal minggu ke tiga bulan Juli. Hasilnya: DPD PDI pimpinan Marsoesi jalan terus. Lalu, tiap permasalahan diselesaikan lewat Konperensi. Tapi, sehari kemudian malahan muncul mosi tak percaya lagi yang ditanda tangani orang yang sama. "Anehnya", tutur Marsoesi. "pada tanggal yang sama dikeluarkan surat pembekuan dari DPP", tambahnya pula. Marsoesi menyesalkan sikap DPP itu, lantaran tak berkonsultasi dulu dengan DPD Jawa Timur. Seharusnya, dengan pertimbangan keamanan, "DPP harus konsultasi dulu dengan Muspida Tk.I Jawa Timur" tutur Marsoesi. Malahan, nampaknya Sanusi dan Sabam Sirait dalam memutuskan soal itu tak berkonsultasi pula dengan DPP lainnya. Terbukti 3 hari kemudian muncul surat DPP PDI yang ditandatangani 5 ketua, 2 wakil Sekjen dan 2 bendahara yang menyatakan Surat Keputusan Sanusi plus Sabam Sirait sebagai tidak sah dan "melanggar norma-norma hukum organisasi serta menginjak-injak keputusan rapat". Di samping surat 9 anggota DPP PDI yang menginstruksikan DPD PDI Jawa Timur berjalan terus itu, menyebut juga tindakan Sanusi dan Sabam Sirait telah mendiskreditkan kedudukan dan kehormatan DPP serta ada kerjasama dengan itikad tidak baik antara oknum-oknum di Jakarta, baik yang duduk maupun yang di luar DPP PDI. S.K. I . Meski Sanusi Hardjadinata telah melayangkan surat pembekuan itu, namun rapat kilat DPP PDI yang dihadiri seluruh pengurus minus penandatangan mosi memutuskan tak membenarkan keputusan DPP serta berniat jalan terus. Tapi, massa PNI di Jawa Timur geger, ketika soal pembekuan itu muncul pertama di Harian Siar Kota Surabaya, 24 Juli. Beberapa pimpinan cabang berkumpul di Surabaya dan minta ijin kepada DPD buat bertemu dengan Muspida Tk.I atau Staf Koordinator Intelijen (SKI). Tanggal 27 Juli, tak kurang dari 23 cabang hadir di SKI dan menandatangani pernyataan: menolak surat pembekuan DPP, memberi mandat DPD Jawa Timur berjalan terus serta memberi mandat kepada DPD PDI mengganti 4 pengurus DPD PDI yang menandatangani mosi itu. Namun, bukan berarti bahwa persoalan segera beres. Lalu, hadirlah beberapa DPP PDI ke Jawa Timur buat menyelesaikannya. Dalam pertemuan 2 Agustus malam minggu lalu. diputuskan, DPD jalan terus dan tugas-tugas diselesaikan secara kolektif. Mungkinkah kericuhan itu merupakan ekor dari pertentangan di Kongres PDI? Mungkin, meskipun "kita telah berkonsensus untuk tak mempersoalkan lagi", tukas Marsoesi pula. Tapi, di samping heteroginitas tubuh PDI sendiri, nampaknya Marsoesi berpendapat lantaran "kurang kedewasaan berpolitik" katanya. Dalam beberapa hal, penandatangan mosi dianggap selalu memoton kebijaksanaan DPD. Di samping nampak masih kuatnya rasa keunsuran pada fungsionaris PDI, mosi tak percaya itu buat Marsoesi merupakan bentuk faktuil dari intervensi dalam hal fusi politik seperti ini "seharusnya masing-masing mampu mengendalikan perasaannya", kata Marsoesi. Kalau tidak, bia terjadi preseden, yakni insiden antara unsur-unsur fusi. Sebab, "kami dari eks PNI lebih mampu mengadakan intervensi", kata Marsoesi, "tapi kami tak mau tambahnya. Lantaran kericuhan ini, Marsoesi mengeluh: "Konsentrasi persiapan Pemilu agak terganggu", katanya Sebab, selama bulan Juli, praktis "segala pekerjaan partai terbengkalai". Meskipun begitu, upaya menyelesaikan persoalan ini secara final masih terus dilakukan. Yakni. "sebentar lagi mungkin kami segera berkonperensi", katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus