DPP PDI, lewat surat tertanggal 21 Juli 1976, ditanda tangani
Ketua umum Sanusi Hardjadinata dan Sekretaris Sabam Sirait,
membekukan Pengurus DPD PDI Jawa Timur. Mengapa? "Ada fitnah",
kata drs. Marsoesi, Ketua DPD PDI Jawa Timur kepada Anshari
Thayib dari TEMPO. Katanya, fitnah itu berkisar pada: Marsoesi
menentang DPP, tak organisatoris serta tak beres dalam pegang
duit organisasi. Tapi, fitnah itu nampaknya belum cukup kuat
untuk menopang alasan buat menindak. Maka, kebetulan 7 Juli
1976, 5 fungsionaris DPD PDI Jawa Timur yang bukan PNI
melayangkan mosi kepada DPP dan 3 fungsionaris PDI yang dulunya
PNI. Isinya: tak dapat bekerjasama lagi.
Usaha menggusur Marsoesi dari kursinya sebagai Ketua DPD PDI
Jawa Timur ini, nampaknya memang bermula beberapa tahun
sebelumnya. Persisnya, April tahun 1974. Seorang di antara 5
penandatanganan mosi Juli itu menandatangani surat yang semacam.
Isinya: harap Marsoesi dan Martak, yang menduduki kursi ketua
dan sekretaris mundur. "Ini bukti faktuil dari intervensi mereka
yang pertama", tutur Marsoesi mengajuk.
Sebagai respons atas mosi itu, sesepuh bekas PNI Dularnowo
mengumpulkan eksponen PNI se Jawa Timur, awal minggu ke tiga
bulan Juli. Hasilnya: DPD PDI pimpinan Marsoesi jalan terus.
Lalu, tiap permasalahan diselesaikan lewat Konperensi. Tapi,
sehari kemudian malahan muncul mosi tak percaya lagi yang
ditanda tangani orang yang sama. "Anehnya", tutur Marsoesi.
"pada tanggal yang sama dikeluarkan surat pembekuan dari DPP",
tambahnya pula. Marsoesi menyesalkan sikap DPP itu, lantaran tak
berkonsultasi dulu dengan DPD Jawa Timur. Seharusnya, dengan
pertimbangan keamanan, "DPP harus konsultasi dulu dengan Muspida
Tk.I Jawa Timur" tutur Marsoesi. Malahan, nampaknya Sanusi dan
Sabam Sirait dalam memutuskan soal itu tak berkonsultasi pula
dengan DPP lainnya. Terbukti 3 hari kemudian muncul surat DPP
PDI yang ditandatangani 5 ketua, 2 wakil Sekjen dan 2 bendahara
yang menyatakan Surat Keputusan Sanusi plus Sabam Sirait sebagai
tidak sah dan "melanggar norma-norma hukum organisasi serta
menginjak-injak keputusan rapat". Di samping surat 9 anggota
DPP PDI yang menginstruksikan DPD PDI Jawa Timur berjalan terus
itu, menyebut juga tindakan Sanusi dan Sabam Sirait telah
mendiskreditkan kedudukan dan kehormatan DPP serta ada kerjasama
dengan itikad tidak baik antara oknum-oknum di Jakarta, baik
yang duduk maupun yang di luar DPP PDI.
S.K. I .
Meski Sanusi Hardjadinata telah melayangkan surat pembekuan itu,
namun rapat kilat DPP PDI yang dihadiri seluruh pengurus minus
penandatangan mosi memutuskan tak membenarkan keputusan DPP
serta berniat jalan terus. Tapi, massa PNI di Jawa Timur geger,
ketika soal pembekuan itu muncul pertama di Harian Siar Kota
Surabaya, 24 Juli. Beberapa pimpinan cabang berkumpul di
Surabaya dan minta ijin kepada DPD buat bertemu dengan Muspida
Tk.I atau Staf Koordinator Intelijen (SKI). Tanggal 27 Juli, tak
kurang dari 23 cabang hadir di SKI dan menandatangani
pernyataan: menolak surat pembekuan DPP, memberi mandat DPD Jawa
Timur berjalan terus serta memberi mandat kepada DPD PDI
mengganti 4 pengurus DPD PDI yang menandatangani mosi itu.
Namun, bukan berarti bahwa persoalan segera beres. Lalu,
hadirlah beberapa DPP PDI ke Jawa Timur buat menyelesaikannya.
Dalam pertemuan 2 Agustus malam minggu lalu. diputuskan, DPD
jalan terus dan tugas-tugas diselesaikan secara kolektif.
Mungkinkah kericuhan itu merupakan ekor dari pertentangan di
Kongres PDI? Mungkin, meskipun "kita telah berkonsensus untuk
tak mempersoalkan lagi", tukas Marsoesi pula. Tapi, di samping
heteroginitas tubuh PDI sendiri, nampaknya Marsoesi berpendapat
lantaran "kurang kedewasaan berpolitik" katanya. Dalam
beberapa hal, penandatangan mosi dianggap selalu memoton
kebijaksanaan DPD. Di samping nampak masih kuatnya rasa
keunsuran pada fungsionaris PDI, mosi tak percaya itu buat
Marsoesi merupakan bentuk faktuil dari intervensi dalam hal fusi
politik seperti ini "seharusnya masing-masing mampu
mengendalikan perasaannya", kata Marsoesi. Kalau tidak, bia
terjadi preseden, yakni insiden antara unsur-unsur fusi. Sebab,
"kami dari eks PNI lebih mampu mengadakan intervensi", kata
Marsoesi, "tapi kami tak mau tambahnya.
Lantaran kericuhan ini, Marsoesi mengeluh: "Konsentrasi
persiapan Pemilu agak terganggu", katanya Sebab, selama bulan
Juli, praktis "segala pekerjaan partai terbengkalai". Meskipun
begitu, upaya menyelesaikan persoalan ini secara final masih
terus dilakukan. Yakni. "sebentar lagi mungkin kami segera
berkonperensi", katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini