Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INILAH cara Mohammad Nuh menanggapi tuntutan mundur dari jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan karena kekacauan ujian nasional. "Nih, saya penuhi," katanya seraya berjalan mundur kepada wartawan yang mencegatnya di Istana Presiden, Selasa pekan lalu.
Guru besar sistem kontrol digital Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, ini menganggap desakan publik itu berlebihan. Meski mengakui kementeriannya lalai menyelenggarakan ujian nasional tingkat sekolah menengah atas, yang seharusnya digelar serentak Senin pekan lalu, ia menolak menanggalkan jabatan yang didudukinya sejak Oktober 2009 itu. "Hanya Presiden yang berhak menurunkan saya," ujarnya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya memintanya menjamin pelaksanaan ujian nasional susulan tepat waktu, yakni Kamis pekan lalu. Presiden meminta polisi dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara membantu mendistribusikan soal ujian hingga pelosok. Toh, setelah diundurkan tiga hari pun, ujian tak bisa dilewati.
PT Ghalia Indonesia Printing, yang dipilih mencetak soal ujian untuk sebelas provinsi di Indonesia tengah dan timur, gagal mendistribusikan 106 juta lembar soal. Pada Rabu pagi pekan lalu, empat pesawat Hercules, satu Boeing 737, dan satu Fokker 28 terbang dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma membawa naskah soal yang terlambat itu ke banyak tempat. "Untuk SMA dan SMK, boks terakhir sudah diangkut," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Khairil Anwar Notodiputro.
Nyatanya, gunungan kertas masih menumpuk di gudang PT Ghalia di Rancamaya, Ciawi, Bogor, hingga Rabu siang pekan lalu. Ratusan boks berisi soal ujian itu antre menunggu diangkut ke Halim Perdanakusuma. Dimas Deddy, Ketua Komisi Nasional Pendidikan, yang melihat gudang tersebut, geleng-geleng kepala terhadap kekacauan distribusi itu. "Tidak mungkin ujian susulan dilaksanakan Kamis," ujarnya.
Soalnya, tak hanya untuk sebelas provinsi di tengah dan timur itu soal-soal tersebut belum diangkut. Kertas ujian untuk ratusan sekolah di Indonesia bagian barat juga masih menumpuk. Padahal sekolah-sekolah di Medan sudah menyiapkan ujian pada Kamis pekan lalu. Lembar soal untuk zona Indonesia barat itu dicetak PT Balebat Dedikasi Prima, yang juga berlokasi di Ciawi, Bogor.
Belum lagi boks yang salah kirim. Akibat terburu-buru, kertas soal untuk Provinsi Sulawesi Tengah terkirim ke Sulawesi Tenggara. Sedangkan soal untuk sekolah di Sulawesi Tenggara nyasar ke Bali. Beberapa sekolah di Cilacap juga menerima soal untuk Kabupaten Brebes. Ada pula lembar soal untuk Paket C—sekolah jalur informal—terkirim ke sekolah reguler di daerah lain.
Kupang, ibu kota Nusa Tenggara Timur, sudah menangguhkan kembali pelaksanaan ujian nasional bagi siswa SMA karena lembar soalnya kurang. Begitu juga Kalimantan Timur, yang belum menerima soal seluruhnya. "Mau bagaimana lagi? Ujian mesti diundurkan karena belum semua soal diterima," kata Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, Rabu sore pekan lalu.
Tahun ini, lembar soal ujian dibuat dengan 20 varian, untuk menghindari kebocoran dan saling sontek. Siswa dalam satu kelas mengerjakan pertanyaan dan jenis soal yang berbeda-beda. Ada sembilan jenis soal yang disesuaikan dengan tingkatannya: SMP/MTs, SMP Luar Biasa, SMA/MA, SMA Luar Biasa, SMK, Paket A/Ula, Paket B/Wusta, Paket C, dan Paket C Kejuruan. Untuk mencetak sembilan paket itu, Kementerian membaginya ke dalam enam zona berdasarkan provinsi.
Ada 72 perusahaan yang ikut tender pengadaan. Hanya satu perusahaan yang dipilih untuk setiap zona. Data lelang elektronik di Kementerian menunjukkan enam perusahaan ini bergiliran mendapatkan proyek enam paket itu. Seperti arisan, jika paket pertama dimenangi PT Ghalia, paket berikutnya dimenangi PT Balebat, yang juga ikut mengajukan penawaran di paket pertama.
Ghalia sejatinya bukan pemenang tender zona 3 untuk sebelas provinsi di tengah dan timur Indonesia itu. Perusahaan yang berdiri pada 1991 ini dipilih Kementerian Pendidikan karena pemenang tender, PT Balebat, juga memenangi tender zona 1. Aturannya, satu perusahaan hanya boleh mencetak satu paket soal ujian. "Jadi Ghalia yang ada di posisi kedua naik menggantikan," ujar Nuh.
Dari sisi harga penawaran, Ghalia mengajukan harga paling tinggi dibanding tiga perusahaan lain. Dari nilai perkiraan sementara zona 3 Rp 27,16 miliar, Ghalia mengajukan Rp 22,49 miliar. PT Balebat menawarkan Rp 21,61 miliar dan PT Jasuindo Tiga Perkasa maju dengan penawaran Rp 21,17 miliar. PT Aneka Ilmu, yang mengajukan harga terendah, Rp 17,11 miliar, tak dipilih.
Selain harga yang diajukannya paling tinggi, Ghalia tak dipilih karena perusahaan ini hanya punya pengalaman mencetak soal ujian di satu provinsi, tiga tahun lalu. Itu pun ketika soal ujian masih seragam, tak sekompleks sekarang dengan 20 varian pertanyaan. Selama 20 tahun, Ghalia lebih banyak mencetak buku, majalah, dan tabloid, yang tingkat kerumitannya rendah. Ghalia pernah ditegur Badan Pengawas Pemilihan Umum karena kacau mencetak kertas suara pemilihan presiden pada 2009.
Karena Balebat memenangi paket lain, Ghalia pun naik ke urutan pertama. Tak ada alasan memadai dari Kementerian Pendidikan mengapa Ghalia yang dipilih, bukan perusahaan lain yang mengajukan penawaran harga paling rendah. "Jangan hanya lihat harga," kata juru bicara Kementerian, Ibnu Hamad. "Ada faktor lain yang kami pertimbangkan."
Menurut Hamad, Ghalia menyatakan sanggup mencetak dan mendistribusikan soal ujian meski waktunya terpangkas dari 60 hari menjadi 25 hari kerja. Janji itu tak dapat dipenuhi. Direktur Utama Ghalia Hamzah Lukman pasrah bongkokan sehari menjelang ujian nasional digelar, Ahad dua pekan lalu. "Pekerjaan ini membutuhkan banyak karyawan dan ruang," ujarnya.
Ghalia punya 65 karyawan, sementara pengepakan secara manual dengan waktu yang disediakan membutuhkan setidaknya 200 orang. Lembar soal variatif itu harus dipisahkan berdasarkan provinsi dan jenis sekolah. Kesalahan lain, menurut Hamzah Lukman, perusahaannya tak mencetak soal lalu mendistribusikannya per provinsi, tapi mencetak seluruhnya, baru memilah dan mengemasnya.
Diberi waktu tiga hari membereskan pencetakan naskah, pabrik PT Ghalia di Rancamaya sibuk luar biasa. Area percetakan beroperasi 24 jam dengan tambahÂan karyawan dari pabrik lain milik PT Ghalia. Menteri Nuh meminta Institut Pertanian Bogor mengerahkan mahasiswanya membantu pengepakan. Sebanyak 200 mahasiswa membaur bersama karyawan memilah soal ujian.
Menteri Nuh masygul ketika mengunjungi Ghalia, Selasa pekan lalu. Ia menyaksikan sendiri kekacauan pencetakan dan pengepakan soal di pabrik Ghalia yang berdiri di area tiga hektare itu. Polisi berjaga di gerbang menyeleksi hilir-mudik truk bertulisan "dokumen negara". Truk-truk itu mengangkut boks-boks paket soal ke Halim Perdanakusuma. "Manajemennya kurang bagus," kata Nuh.
Pulang dari sana, Nuh membuat keputusan: Ghalia tak diizinkan melanjutkan pencetakan soal untuk ujian SMP, yang digelar Senin pekan ini untuk semua provinsi. Ghalia hanya dibolehkan mencetak soal untuk Provinsi Bali dengan pertimbangan distribusinya paling mudah.
Tiga perusahaan lain, PT Pura Barutama, PT Temprina Media Grafika, dan PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk, diminta memproduksi soal untuk sepuluh provinsi lain. PT Pura mencetak soal untuk Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, dan Gorontalo. Temprina menggarap soal untuk Sulawesi Utara, Tengah, dan Tenggara. Sedangkan PT Jasuindo menggarap Nusa Tenggara Barat dan Timur.
Kekacauan itu sebenarnya sudah tercium sejak awal tender. Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan Haryono Umar sudah memperingatkan Menteri Nuh tentang kemungkinan kisruhnya pencetakan dan distribusi soal sejak sebulan lalu. Menurut bekas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini, banyak informasi dari masyarakat yang masuk ke kantornya tentang perusahaan-perusahaan yang memenangi tender pengadaan soal ujian itu pada pertengahan Maret.
Dari data lelang elektronik di Kementerian Pendidikan, sebagian besar pemenang tender untuk enam paket menawarkan harga tertinggi. PT Pura Barutama, yang menang di tender paket zona 2, mengajukan penawaran Rp 14,56 miliar dari harga perkiraan sementara Rp 17,69 miliar. Harga itu jauh di atas tawaran tiga perusahaan: PT Perca Rp 13,26 miliar, PT Jasuindo Rp 13,39 miliar, dan PT Ghalia Rp 14,45 miliar.
Anehnya, meski ada aturan satu perusahaan tak boleh mengerjakan dua paket sekaligus, panitia lelang membolehkan perusahaan mengikuti tender di semua zona. Akibatnya, ada perusahaan yang dimenangkan menggarap paket dua zona sekaligus. Misalnya Balebat, yang memenangi tender zona 3, lalu mengundurkan diri dan memilih zona 1.
Ghalia juga ikut tender untuk zona 6. Panitia menggugurkannya dengan alasan tak cukup ruang pabrik untuk pengepakÂan jika Ghalia menggarap dua zona sekaligus. Lelang zona ini dimenangi PT Temprina, meski mengajukan harga paling tinggi sebesar Rp 14,78 miliar dari harga perkiraan Rp 17,39 miliar. Zona 6 adalah proyek mencetak dan mendistribusikan soal SMP, SMA, dan Paket C untuk enam provinsi. Ghalia malah dipilih menggarap zona 3 untuk jumlah daerah lebih banyak: sebelas provinsi.
Ombudsman mencurigai ada rekayasa tender. Lembaga negara pemantau kebijakan pemerintah ini sudah memanggil Menteri Nuh agar memberi klarifikasi, Kamis pekan lalu. Pertemuan batal karena Nuh tak datang. "Masuknya Ghalia itu seperti dicocok-cocokkan saja dengan spesifikasi proyek," kata Joko Santoso, anggota Ombudsman.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran dan Indonesia Corruption Watch, yang memantau lelang sejak awal, juga mencurigai tender aneh itu. Selain lelang ini menyerupai arisan enam perusahaan, ada indikasi terjadi penggelembungan harga, hingga Rp 7,3 miliar. Total enam paket itu menghabiskan anggaran Badan Penelitian dan Pengembangan Rp 94,88 miliar, dari pagu yang disediakan Kementerian sebesar Rp 120,46 miliar. "Ini sudah indikasi korupsi," ujar Uchok Sky Khadafi dari Forum.
Inspektur Jenderal Haryono Umar sudah membentuk tim untuk meneliti lelang dan kekacauan pendistribusian naskah ujian. Namun anak buahnya belum bisa bekerja karena pejabat yang akan diperiksa masih sibuk mengurusi distribusi. Komisi Pemberantasan Korupsi juga sedang mengkaji data dari Indonesia Corruption Watch, yang menduga ada pelanggaran kontrak oleh perusahaan pemenang tender.
Dengan segala kekacauan yang terstruktur itu, Mohammad Nuh bergeming, tak mundur dari jabatan. "Saya dipilih presiden, bukan dipilih rakyat."
Bagja Hidayat, Sundari Sudjianto, Satwika Movementi , Prihandoko (Jakarta), Ariehta Surbakti, Sidik Permana (Bogor), Yohannes Seo (Kupang), Firman Hidayat (Kutai)
Arisan Proyek Kertas Soal
KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan memilih perusahaan pencetak dan penyebar naskah ujian nasional yang sebagian besar mengajukan harga tinggi. Enam perusahaan yang dipilih, dari 72 perusahaan peserta tender, mengajukan penawaran di semua lelang. Walhasil, pemenangnya seperti arisan.
NAMA PROYEK: Penggandaan dan Distribusi Bahan UN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, SMK, Paket A/Ula, Paket B/Wusta, Paket C, dan Paket C Kejuruan Tahun Pelajaran 2012/2013. Soal ujian punya 20 varian sehingga harus dipilah sesuai dengan jenis soal tiap tingkatan.
l ZONA 1
PT Balebat Dedikasi Prima
Harga Perkiraan Sementara: Rp 17,4 miliar
Penawaran: Rp 12,9 miliar
91.280.560 eksemplar
Penawar Lain
PT Ghalia Indonesia Printing: Rp 14,24 miliar
PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk: Rp 14,71 miliar
PT Pura Barutama: Rp 15,52 miliar
PT Temprina Media Grafika: Rp 17,14 miliar
l ZONA 2
PT Pura Barutama
Harga Perkiraan Sementara: Rp 17,69 miliar
Penawaran: Rp 14,56 miliar
96.889.120 eksemplar
Penawar Lain
PT Perca: Rp 13,26 miliar
PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk: Rp 13,39 miliar
PT Ghalia Indonesia Printing: Rp 14,45 miliar
l ZONA 3
PT Ghalia Indonesia Printing
Harga Perkiraan Sementara: Rp 27,16 miliar
Penawaran: Rp 22,49 miliar
106.575.200 eksemplar
Penawar Lain
PT Aneka Ilmu: Rp 17,11 miliar
PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk: Rp 21,17 miliar
PT Balebat Dedikasi Prima: Rp 21,61 miliar
l ZONA 4
PT Jasuindo Tiga Perkasa
Harga Perkiraan Sementara: Rp 21,1 miliar
Penawaran: Rp 13,7 miliar
102.258.720 eksemplar
Penawar Lain
PT Ghalia Indonesia Printing: Rp 17,3 miliar
PT Temprina Media Grafika: Rp 18,84 miliar
PT Pura Barutama: Rp 19,83 miliar
l ZONA 5
PT Karsa Wira Utama
Harga Perkiraan Sementara: Rp 19,6 miliar
Penawaran: Rp 16,3 miliar
103.943.600 eksemplar
Penawar Lain
PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk: Rp 12,5 miliar
PT Ghalia Indonesia Printing: Rp 16,02 miliar
PT Temprina Media Grafika: Rp 16,26 miliar
l ZONA 6
PT Temprina Media Grafika (Jawa Pos Group)
Harga Perkiraan Sementara: Rp 17,39 miliar
Penawaran: Rp 14,78 miliar
90.077.760 eksemplar
Penawar Lain
PT Perca: Rp 13,04 miliar
PT Ghalia Indonesia Printing: Rp 14,2 miliar
PT Balai Pustaka (Persero): Rp 14,27 miliar
Perum Percetakan Negara RI: Rp 14,61 miliar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo