Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera alias PKS, menyoroti langkah pemerintah yang membagikan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada organisasi masyarakat atau ormas keagamaan. Langkah ini dinilai menyalahi aturan tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Komisi bidang Energi DPR, Mulyanto, mengatakan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor3 Tahun 2020 tentang Minerba. Pada Pasal 75 Ayat (3) dan (4) Undang-Undang Minerba, telah secara jelas diatur, bahwa prioritas pemberian wilayah IUPK, diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau milik Daerah (BUMD), bukan kepada ormas keagamaan.
"Sedang untuk badan usaha swasta pemberian WIUPK dilakukan melalui proses lelang yang fair,” kata Mulyanto dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 29 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalih pemerintah untuk memberikan keadilan ekonomi, kata Mulyanto, adalah hal yang keliru. Sebab, idealnya pemberian WIUPK bagi ormas keagamaan mesti dieksekusi melalui lelang, bukan dibagikan secara prioritas.
Ia khawatir pemberian WIUPK ini malah menjadi intervensi pemerintah dalam mengontrol bidang usaha yang dikelola ormas keagamaan selama ini. Apalagi, usaha pertambangan merupakan jenis usaha yang memiliki risiko tinggi, baik dari segi finansial maupun risiko kerusakan ekologi.
"Saya khawatir ini bisa jadi ‘jebakan Batman’ bagi ormas,” kata Mulyanto.
Pun, jika pemerintah mengklaim ormas akan menggunakan badan usahanya untuk mengelola WIUPK ini, hal tersebut tidak serta merta menjamin pengelolaan tambang nantinya dapat berjalan secara profesional dan terarah. Sebab, diperlukan keahlian khusus dalam pengelolaan tambang.
“Kita tidak ingin ormas terkena kutukan SDA. Alih-alih untung, yang ada malah buntung dan merepotkan umat,” kata Mulyanto.
Pada Ahad, 28 Juli kemarin, Pengurus Pusat Muhammadiyah, memutuskan menerima tawaran IUPK dari pemerintah. Kebijakan itu berdasarkan hasil pleno pada 13 Juli lalu dan Konsolidasi Nasional yang dilangsungkan selama 2 hari sejak 27-28 Juli kemarin.
Konsolidasi Nasional ini dihadiri pimpinan pusat Muhammadiyah, Majelis, Lembaga, Biro, Organisasi Otonom Tingkat Pusat, Pengurus Wilayah Seluruh Indonesia, Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiah, serta Direktur Rumah Sakit Muhammadiyah. “Kami melihat nilai positif tambang itu seperti sebuah kehidupan, persis seperti itu juga pro kontranya,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam jumpa pers, Ahad, 28 Juli 2024, kemarin.
Sebelumnya, ormas keagamaan yang pertama kali menyambut baik terbitnya PP Nomor 25 Tahun 2024 ini adalah Pengurus Besar NU. Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, mengatakan organisasinya menerima tawaran pemerintah ihwal IUP karena memang membutuhkan sumber pendanaan baru.
“Kami desperate,” kata Yahya saat berbicara dalam acara “Halaqoh Ulama: Sikapi Fatwa MUI Terkait Ijtima Ulama Soal Salam Lintas Agama” pada Rabu, 12 Juni lalu.
Sumber pendanaan baru yang dimaksud Yahya ialah soal pengelolaan usaha yang dikelola PBNU selama ini. Misalnya, Nahdliyin-warga NU memiliki 30 ribu pondok pesantren dan madrasah. Namun, sumber daya dan kapasitas yang ada saat ini sudah tak cukup lagi untuk menopang keberlanjutan program tersebut. Salah satu contohnya ialah keterbatasan dana dalam merenovasi pondok pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur hingga pemberian gaji layak bagi para pengajar di fasilitas pendidikan milik Nahdliyin.
Adapun pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 sebagai revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Beleid ini diteken Presiden Joko Widodo pada 30 Mei lalu. Aturan ini memberikan regulasi anyar kepada ormas keagamaan, di mana mereka dapat mengajukan atau diberikan wilayah izin usaha pertambangan khusus alias WIUPK dari pemerintah.
Dalam kunjungan kerja ke Batang, Jawa Tengah pada Jumat, 26 Juli kemarin, Presiden Jokowi, menjelaskan alasannya menerbitkan PP Nomor 25 Tahun 2024 yang memberikan WIUPK kepada ormas keagamaan. Ia mengklaim, penerbitan PP tersebut didasari atas komplain asyarakat manakala dirinya melakukan dialog di pondok pesantren dan masjid. Jokowi mengatakan, ormas keagamaan menyanggupi apabila diberikan konsesi untuk mengelola tambang, bukan hanya perusahaan besar. Kemudian, Jokowi melanjutkan, alasan lainnya dari penerbitan PP Nomor 25 Tahun 2024, ialah untuk memberikan pemerataan sekaligus keadilan ekonomi.