Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Konstruksi pembangunan Jalan Tol Solo - Yogyakarta - Yogyakarta International Airport (Kulon Progo) sudah dimulai sejak September 2021. Jalan tol sepanjang 95,57 kilometer tersebut tidak hanya melintasi pemukiman warga tetapi juga tanah milik Keraton Yogyakarta berupa Sultan Ground atau tanah sultan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pihak Keraton Yogyakarta telah mengizinkan jika Sultan Ground digunakan untuk proyek jalan tol. Meski demikian, pemanfaatan Sultan Ground tersebut menggunakan sistem hak pakai. Pasalnya, keraton Yogyakarta tidak akan melepaskan sepenuhnya tanah miliknya tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kalau Sultan Ground mau dipergunakan untuk tol boleh saja, tapi menggunakan sistem hak pakai dengan tidak menyewa karena digunakan untuk kepentingan umum. Yang terpenting tanah kami tidak hilang,” kata Penghageng Kawedanan Hageng Panitikismo keraton Yogyakarta GKR Mangkubumi, dikutip dari Teras.id.
Lalu, seperti apa itu Sultan Ground?
Meski dalam hukum pertanahan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), namun hal itu tidak sepenuhnya berlaku di DIY. Sebagai daerah kerajaan, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki peraturan sendiri dalam bidang pertanahan alias memakai hukum adat dalam mengatur urusan pertanahannya.
KPH Notoyudo dalam buku berjudul Hak Sri Sultan Atas Tanah di Yogyakarta (1975), menyatakan pasca Perjanjian Giyanti pada 1755 Sultan Hamengkubuwono memiliki hak milik (domein) atas seluruh tanah di wilayah Kasultanan Yogyakarta. Sebagai konsekuensinya, rakyat tidak mempunyai hak penguasaan tanahnya eigendom).
Tanah-tanah yang kemudian menjadi milik pribadi sultan dan keluarganya itu yang kemudian disebut Sultan Ground atau tanah sultan. Penggunaan istilah “Sultan Ground” ini mulanya didasarkan pada Surat Gubernur Kepala DIY K1/I.5/849/80 tanggal 24 Maret 1980 perihal Permohonan Status Tanah Sultan Ground.
Selain terdapat Sultan Ground, dalam Surat Gubernur DIY tersebut disebutkan pula ada tanah yang termasuk Sultanaat Ground. Penjelasannya, yakni kelompok tanah yang kedudukannya merupakan pendukung bagi keberadaan Kesultanan Yogyakarta.
Jenis tanah Sultanaat Ground ini kemudian terbagi menjadi dua. Pertama, yakni tanah-tanah yang menjadi pendukung langsung dari keraton, seperti alun-alun, tamansari, pemakaman, pesanggrahan, dan kepatihan (Kroon Sultanaat Ground).
Kedua, tanah-tanah yang menjadi wilayah dari keraton yang digunakan oleh masyarakat untuk ngindung atau disewakan kepada perusahaan-perusahaan tertentu (Rijk Sultanaat Ground). Kelompok tanah inilah tampaknya yang akan dilintasi proyek jalan tol Solo - Yogyakarta.
HARIS SETYAWAN
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.