Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Collie Puji-e melukis langit/ La Galigo menembus dunia/ Sawerigading dalam sejarah/ Lakipadada dari Toraja// Satu leluhur, satu lontara/ Satu napas, satu hati, satu kata/ Satu jiwa, satu rindu, satu rasa/ Satu jiwa, satu rindu dalam melayu."
Begitu petikan puisi berjudul Serumpun Tak Bertepi karya penyair asal Sulawesi Selatan, Udhin Palisuri, yang dibacakan di depan sekitar 20 seniman serta wartawan Makassar dan Malaysia, pertengahan September lalu, saat berkumpul di gedung Graha Pena lantai 4, Makassar.
Puisi ini ditujukan buat Dato' Sri Mohammad Najib bin Tun Haji Abdul Razak atau yang lebih dikenal sebagai Najib Tun Razak. Tun Razak adalah Perdana Menteri Malaysia keenam yang masih keturunan bangsawan Makassar. Melalui puisinya ini, Udhin ingin menegaskan hubungan Indonesia, khususnya Bugis-Makassar, sangat dekat dengan Malaysia. Kedua wilayah ini memiliki sejarah penting. "Mudah-mudahan bisa mempererat hubungan antara kedua bangsa," ujar Udhin, yang baru tiba dari Sulawesi Tenggara.
Sebelum Udhin, seniman asal Malaysia, Nandra Hitong membacakan puisi. "Pertemuan ini tak disangka-sangka," tuturnya. Meski mendadak, dia tampak siap. Ia membacakan puisi dari gulungan kertas setengah meter. Tak hanya satu, melainkan dua puisi sekaligus, masing-masing berjudul Destinasi Anak Bangsaku dan Berjaya.
Lee Satton juga hadir dengan kesiapan yang maksimal. Dia tampil dengan baju adat suku Bajau dari Kota Belud, Sabah Malaysia. Ia memainkan seruling dan menyanyikan lagu Isun-isun, yang juga diiringi gitar oleh Mabulmaddin Shaiddin.
Setelah itu, seniman Malaysia lainnya, Abdul Majad bin Halim, tampil membacakan puisi Salam Nusantara dalam bahasa Melayu. Puisi ini diterjemahkan oleh Lee dalam bahasa Bajau. "Kita simpulkan perjanjian persaudaraan tanpa balasan/Kita adalah sama/Nusantara pusaka kita."
Lalu Muhammad Damini Gawish Abdullah membacakan puisi Selamat Tinggal Kenangan karya Siba Nita A.S. Kemudian Anafiah Haji Abdul Razak membacakan puisi Jika pada Akhirnya karya Husni Jamaluddin.
Penyair muda Makassar tak mau kalah, Bhirau Wilaksono membacakan karyanya, Delusi Rindu. Berikut ini penggalannya, "Kecuali aku, ia tak merindukan siapa-siapa/yang menumbuhkan rindu/satu-satu rindu yang kelak akan kembali akan merindukanmu." Anhar Gonggong dan Fahmi Syarief, seniman asal Makassar, juga membacakan esai karya mereka.
"Puisi-puisi karya anak Makassar matang dan mantap," kata Majad. Adapun Nandra Hitong dan belasan rekannya, seniman dan wartawan, jauh-jauh dari Malaysia datang ke Makassar untuk melakukan kunjungan budaya sejak 9 September lalu. "Hubungan silaturahmi kami begitu bermakna, hubungan kasih sudah terjalin sebelum kunjungan ini," tutur Nandra.
Selama berada di Makassar, rombongan ini berkunjung ke beberapa tempat, di antaranya ke Sekretariat Dewan Kesenian Makassar di Fort Rotterdam, dan berziarah ke makam Syekh Yusuf dan makam Sultan Hasanuddin di Kabupaten Gowa. REZKI ALVIONITASARI
AGENDA KOMUNITAS
Diklat Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Dasar Lembaga Penerbitan dan Penyiaran Mahasiswa Profesi
Panggung Literasi II
Makassar SEAscreen Academy 2nd Edition
Parade Bahasa Nasional
Wisata Alam Terbuka Mahasiswa Pencinta Alam Politeknik Negeri Ujung Pandang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo