KECEWA atas merosotnya martabat hukum, di tahun-tahun lalu para
sarjana hukum pernah mendiskusikan perlu tidaknya semacam
Bappenas hukum. Tapi itu issue sebentar saja -- agaknya ketimpa
sibuknya membicarakan urusan pembagunan dalam pengrertian
langsung. Diam-diam Majelis Hukum Indonesia, disingkat Mahindo,
ada punya gagasan yang boleh dibilang sama: mendirikan sebuah
Law Centre atau Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum. Gagasan
ini sudah lama juga terkandung dan bahkan beberapa bulan silam,
dalam acara pertemuan rutin Mahindo -- yang biayanya berisi
diskusi-diskusi hukum -- dibicarakan pula perkara pendirian
Pusat tersebut. Dalam pertemuan yang dihadiri tak kurang oleh
Ketua Mahkamah Agung Prof Subekti dan Aspri Presiden Mayjen Ali
Murtopo ini, Soelistio SH, Ketua Eksekutif Mahindo meyakinkan
hadirin akan perlunya badan serupa itu. Ada juga hadirin yang
menanyakan apakah pembetukan badan itu tidak percuma saja
mengingat kita sekarang pun masih punya Lembaga Pembinaan Hukum
Nsional. Banyak lagi yang lain. Akan tetapi yang jelas acara
yang diselingi dengan makan malam itu, tampaknya berhasil
meyakinkan Prof. Subekti dan yang paling penting lagi adalah
anggukan kepala Ali Murtopo ini artinya lampu hijau,
sekurang-kurangnya untuk segi pembiayaan.
Seri mutakhir. Lantas minggu lalu Soelistio juga yang
menjelaskan kepada pers tentang gagasan itu ia mengulang lagi
keterangannya bahwa gedung untuk Pusat Hukum itu akan dibangun
di kompleks LIPI. Pusat llukun nurut Soelistio, akan menjadi
kegiatan ilmu hukum yang sifatnya non pemerintah -- berbeda
dengan LPHN yang ada di bawah Departemen Kehakiman. "Tujuan
utamanya adalan mengembangkan hukum nasional sendiri kata
Presiden Lawasia 1973 itu selesai menghadap Presiden Suharto
untuk melaporkan selesainya Konperensi Lawas yang lalu. Kata
Soelistio, Presiden telah memberikan perhatian terhadap rencal
itu dan akan meletakkan batu terakh gedung tersebut sekitar awal
tahun 1975 Perhatian Presiden itu, lanjut Soelistio pula
dijabarkan dalam anak keteranga bahwa Presiden menilai Pusat
semacam itu akan berguna dalam kerangka pembinaan hukum
nasional.
Sebagai pusat dokumentasi hukun banyak orang, terutama yang
berhubungan dengan hukum akan gembira. Siapa yang membantah
susahnya mendapatkan arsip-arsip hukum sekaran ini! Seorang
profesor tua yang kini mengasuh Lembaga Konsultasi Hukum di UI
mengeluh karena pengiriman Lembaran Negara ke kantornya selalu
tersendat-sendat. Untunglah sementara ini di Jakarta telah pula
berdiri Pusat Dokumentasi Hukum UI, yang bekerjasam dengan
swasta asing. Tapi simpanan hukum dan bahan-bahan hukum lainnya
masih belum lengkap. Jadi disini tepatnya kalau kemudian
Soelistio menjelaskan pula bahwa Pusat Hukum akan menjadi tempat
dokumentasi hukum selengkapnya dan memberikan pelayanan kepada
siapa saja yang memerlukanuya. Soelistio tepat juga dalam
mengalahkan bahwa fakultas-fakultas hukun di seluruh Indonesia
amat miskin dengan bahan-bahan hukum tersebut lebih-lebih untuk
seri mutakhir. "Banyak sarjana hukum selepasnya dari fakultas
hanya cengungak-cengunguk saja sebab bekalnya kurang", begitu
gambaran Soelistio -- yang artinya, tentu bukan pula karena
kesalahan si sarjana baru itu.
Lantas, Pusat Hukum akan mengadakan pula advanced study di
bidang hukum, serta ikut pula menyumbang pemerintah dalam
merumuskan sesuatu RUU - sebagaimana yang sedikit banyak
dilakukan oleh lembaga-lembaga Peradin, LBH dan Universitas atas
permintaan DPR selama ini Menyebut RUU, ia mengingatkan bahwa
banyak sisa Undang-undang zaman Belanda yang sudah tak kena lagi
dengan kemajuan sekarang. Disebutkannya tentang tidak lengkapnya
fasal-fasal Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Dan secara
spesifik ia menyebutkan kemungkinan kurangnya kepercayaan
masyarakat akan badan hukum, karena syarat-syarat pendirian PT,
misalnya terlalu mudah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini