Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pusat hukum partikelir

Pusat penelitian dan pengembangan hukum akan didirikan di komplek lipi. gagasan ini muncul karena merosotnya martabat hukum, kurangnya bahan-bahan dokumentasi untuk penelitian bidang hukum.

15 September 1973 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KECEWA atas merosotnya martabat hukum, di tahun-tahun lalu para sarjana hukum pernah mendiskusikan perlu tidaknya semacam Bappenas hukum. Tapi itu issue sebentar saja -- agaknya ketimpa sibuknya membicarakan urusan pembagunan dalam pengrertian langsung. Diam-diam Majelis Hukum Indonesia, disingkat Mahindo, ada punya gagasan yang boleh dibilang sama: mendirikan sebuah Law Centre atau Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum. Gagasan ini sudah lama juga terkandung dan bahkan beberapa bulan silam, dalam acara pertemuan rutin Mahindo -- yang biayanya berisi diskusi-diskusi hukum -- dibicarakan pula perkara pendirian Pusat tersebut. Dalam pertemuan yang dihadiri tak kurang oleh Ketua Mahkamah Agung Prof Subekti dan Aspri Presiden Mayjen Ali Murtopo ini, Soelistio SH, Ketua Eksekutif Mahindo meyakinkan hadirin akan perlunya badan serupa itu. Ada juga hadirin yang menanyakan apakah pembetukan badan itu tidak percuma saja mengingat kita sekarang pun masih punya Lembaga Pembinaan Hukum Nsional. Banyak lagi yang lain. Akan tetapi yang jelas acara yang diselingi dengan makan malam itu, tampaknya berhasil meyakinkan Prof. Subekti dan yang paling penting lagi adalah anggukan kepala Ali Murtopo ini artinya lampu hijau, sekurang-kurangnya untuk segi pembiayaan. Seri mutakhir. Lantas minggu lalu Soelistio juga yang menjelaskan kepada pers tentang gagasan itu ia mengulang lagi keterangannya bahwa gedung untuk Pusat Hukum itu akan dibangun di kompleks LIPI. Pusat llukun nurut Soelistio, akan menjadi kegiatan ilmu hukum yang sifatnya non pemerintah -- berbeda dengan LPHN yang ada di bawah Departemen Kehakiman. "Tujuan utamanya adalan mengembangkan hukum nasional sendiri kata Presiden Lawasia 1973 itu selesai menghadap Presiden Suharto untuk melaporkan selesainya Konperensi Lawas yang lalu. Kata Soelistio, Presiden telah memberikan perhatian terhadap rencal itu dan akan meletakkan batu terakh gedung tersebut sekitar awal tahun 1975 Perhatian Presiden itu, lanjut Soelistio pula dijabarkan dalam anak keteranga bahwa Presiden menilai Pusat semacam itu akan berguna dalam kerangka pembinaan hukum nasional. Sebagai pusat dokumentasi hukun banyak orang, terutama yang berhubungan dengan hukum akan gembira. Siapa yang membantah susahnya mendapatkan arsip-arsip hukum sekaran ini! Seorang profesor tua yang kini mengasuh Lembaga Konsultasi Hukum di UI mengeluh karena pengiriman Lembaran Negara ke kantornya selalu tersendat-sendat. Untunglah sementara ini di Jakarta telah pula berdiri Pusat Dokumentasi Hukum UI, yang bekerjasam dengan swasta asing. Tapi simpanan hukum dan bahan-bahan hukum lainnya masih belum lengkap. Jadi disini tepatnya kalau kemudian Soelistio menjelaskan pula bahwa Pusat Hukum akan menjadi tempat dokumentasi hukum selengkapnya dan memberikan pelayanan kepada siapa saja yang memerlukanuya. Soelistio tepat juga dalam mengalahkan bahwa fakultas-fakultas hukun di seluruh Indonesia amat miskin dengan bahan-bahan hukum tersebut lebih-lebih untuk seri mutakhir. "Banyak sarjana hukum selepasnya dari fakultas hanya cengungak-cengunguk saja sebab bekalnya kurang", begitu gambaran Soelistio -- yang artinya, tentu bukan pula karena kesalahan si sarjana baru itu. Lantas, Pusat Hukum akan mengadakan pula advanced study di bidang hukum, serta ikut pula menyumbang pemerintah dalam merumuskan sesuatu RUU - sebagaimana yang sedikit banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga Peradin, LBH dan Universitas atas permintaan DPR selama ini Menyebut RUU, ia mengingatkan bahwa banyak sisa Undang-undang zaman Belanda yang sudah tak kena lagi dengan kemajuan sekarang. Disebutkannya tentang tidak lengkapnya fasal-fasal Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Dan secara spesifik ia menyebutkan kemungkinan kurangnya kepercayaan masyarakat akan badan hukum, karena syarat-syarat pendirian PT, misalnya terlalu mudah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus