Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAHKAMAH Konstitusi mengabulkan permohonan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora soal ambang batas syarat pencalonan kepala daerah. Dalam putusan nomor 60/PUU-XXII/2024, MK membuka peluang bagi partai politik mengajukan pasangan calon kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun wali kota, dalam pemilihan kepala daerah tanpa syarat jumlah perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua MK Suhartoyo menyatakan Pasal 40 ayat 1 dan 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MK membuka peluang bahwa syarat mengusung pasangan calon yang akan berlaga di pilkada tidak mengacu pada ambang batas yang diatur dalam pasal tersebut, yakni harus memperoleh 20 persen kursi di DPRD.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Atas putusan MK itu, hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mengajukan alasan berbeda (concurring opinion), sementara Guntur Hamzah menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). "Pada pokoknya, concurring opinion berpendapat seharusnya Mahkamah memutus perkara tersebut dengan konstitusional bersyarat. Sedangkan berdasarkan dissenting opinion, atas norma yang dilakukan pengujian telah konstitusional, seharusnya Mahkamah menolak permohonan para pemohon," ujar Suhartoyo.
Putusan itu direspons beragam oleh partai. Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Golkar Maman Abdurrahman menilai putusan MK tersebut akan mempengaruhi konstelasi politik di semua daerah. Golkar akan membahas putusan ini dengan anggota partai Koalisi Indonesia Maju. "Akan kami kaji dulu di lingkup internal partai dengan teman-teman koalisi," ujarnya di Jakarta Convention Center, Jakarta, pada Selasa, 20 Agustus 2024. Golkar merupakan anggota Koalisi Indonesia Maju bersama Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional.
Menurut Maman, putusan MK itu mengagetkan lingkup internal Golkar. Sebab, gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu hanya meminta partai non-parlemen bisa mengusung calon dalam pilkada. Namun putusan tersebut dinilai sebagai keputusan ultra petita atau melebihi yang diminta para pemohon.
Bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif PDIP Deddy Yevri Sitorus menyatakan putusan ini merupakan kabar gembira. Sebab, kata Deddy, belakangan ada upaya penguasa yang memojokkan PDIP. "Putusan MK ini harus dilihat sebagai kemenangan melawan oligarki," ujarnya melalui keterangan tertulis, Selasa, 20 Agustus 2024.
PDIP hanya memiliki 15 persen kursi di DPRD DKI Jakarta. Jumlah tersebut masih di bawah ambang batas pencalonan dalam pilkada sebelumnya, yaitu 20 persen. Adapun putusan MK mengubah ambang batas tersebut menjadi 7,5 persen untuk pilkada Jakarta.
Deddy mengatakan putusan MK ini memastikan bahwa tidak ada suara rakyat yang hilang. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat ini juga menyambut baik putusan yang memungkinkan PDIP maju di sejumlah daerah, seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jember, Banten, dan Papua, tersebut.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo