Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Rapbn "mari prihatin"

Presiden soeharto di depan dpr menyampaikan rapbn 1976/1977. anggaran pembangunan meningkat 51 %. anggaran rutin hanya naik dengan 9%. bantuan luar negeri naik hampir 3x lipat. (nas)

17 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UDARA di Jakata mendung di -- pagi 7 Januari itu ketika Presiden Soeharto berdiri didepan DPR menyampaikan RAPBN 76/77. Dan seperti sudah diduga sernula angka-angka RAPBN 76/77 yang diungkapkan kemudian ternyata tidak secerah angka-angka APBN tahun sebelumnya. Bonanza minyak tahun lalu menyebabkan APBN 75/76 bisa meningkat dengan 73% dari anggaran tahun sebelumnya. Namun kali ini, sekalipun penerimaan minyak masih tetap besar, jumlah anggaran hanya naik dengan 29% dari APBN 75/76. Ketergantungan terhadap bantuan luar negeri ternyata malah meningkat dibanding anggaran tahun sebelumnya. Bahkan bantuan luar negeri ini merupakan satu-satunya pos yang mengalami kenaikan paling menyolok, dengan hampir 3 kali lipat dari jumlah anggaran tahun sebelumnya. Tadinya unsur bantuan luar negeri sudah bisa ditekan sampai 90 saja dari seluruh penerimaan. Kini dengan RAPBN 76177 ini bantuan luar negeri naik menjadi 20% dari jumlah seluruh penerimaan. Bertambahnya ketergantungan terhadap kredit luar negeri ini menjadi lebih mahal lagi bila diingat bahwa kini Indonesia tidak lagi mempunyai hak sebagai penerima kredit murah. Tapi barangkali inilah satu satunya jalan keluar di hadapan situasi di mana keperluan pembiayaan. pembangunan meningkat, sedangkan penerimaan dari minyak hanya naik dengan 7 dan penerimaan pos-pos lain tak begitu menggairahkan. Lesunya perdagangan luar negeri menyebabkan pemerintah kali ini tak banyak mengharapkan penerimaan dari pajak impor dan bea masuk. Baik pajak penjualan impor maupun bea masuk angkanya dapat dikatakan sama dengan angka pada anggaran sebelumnya. Ini berarti bahwa pemerintah melihat adanya kelesuan di bidang impor, ataupun kalau ada kenaikan impor, maka komposisinya akan bergeser ke arah bahan-bahan baku dan barang modal yang mempunyai tarip bea masuk yang rendah. Impor untuk 76/77 diperkirakan hanya akan naik dengan 2% menjadi US$ 5868 juta. Pupuk yang biasanya berjumlah sepertiga dari seluruh impor akan merupakan faktor penting dalam usaha penekanan impor. Untungnya selama tahun lalu impor pupuk sudah cukup banyak hingga nampaknya dalam waktu mendatang ini pemerintah tak usah membuat pesanan baru. Apalagi karena tahun lepan kapasitas produksi dalam negeri juga akan bertambah. Dengan demikian devisa yang terpepet ini akan bisa digunakan untuk impor bahan baku dan barang modal lain yang lebih penting. Di balik seretnya impor ini adalah ekspor yang tak menggembirakan tahun ini, yang hanya meningkat dengan 4 dibandingkan kenaikan 81% yang dialami selarna APBN 74/75. Untuk pertama kalinya selama enam tahun neraca pembayaran Indonesia mengalami defisit yang akan berjumlah US$ 285 juta. Ini terjadi sekalipun Bank Indonesia sudah memperoleh pinjaman tunai dari bank-bank luar negeri sebesar US$ 1050 juta. Cadangan devisa pemerintah terpakai untuk melunasi hutang-hutang jangka pendek Pertamina yang menurut Gubernur Bank Sentral Rach mat Saleh di depan Komisi VII DPR tempo hari berjumlah US$ 1300 jbta. Pada RAPBN 76/77 ini berkurangnya resesi di negara industri diharapkan akan sedikit menaikkan ekspor Indonesia: US$ 528 juta dari minyak dan hanya US$ 84 juta dari ekspor nonminyak. Dan ekspor yang seret ini mengakibatkan penurunan pajak ekspor hampir dengan separoh. Mengeser Prioritas Mungkin untuk kompensasi berkurangnya kenaikan penerimaan pajak perseroan minyak, pemerintah pada RAPBN 76/77 ini nampaknya berusaha akan meningkatkan pajak penerimaan minyak lainnya yang berupa hasil penjualan hasil-hasil minyak dalam negeri (bensin, minyak tanah, solar, dsb). Selama ini harga barang-barang tersebut masih perlu disubsidi, karenanya pos ini menunjukkan angka yang negatip. Kalau pada APBN tahun ini biaya subsidi ini diperkirakan akan berjumlah Rp 31 milyar, maka pada RAPBN 76/77, biaya ini akan berbalik menjadi penerimaan yang diperkirakan akan berjumlah Rp 17,7 milyar. Karena konsumsi minyak di dalam negeri tak akan meningkat dengan 157o seperti peningkatan penerimaan ini, maka kenaikan penerimaan pos ini hanya mungkin kalau pemerintah menaikkan harga hasil-hasil minyak di dalam negeri. Dus bisa dipastikan bahwa dalam waktu dekat ini -- biasanya di awal April nanti -- harga bahan bakar di dalam negeri akan dinaikkan lagi. Dengan adanya penerimaan yang agak ketat, maka nampaknya pernerintah terpaksa melakukan pergeseran prioritas dalam anggaran penerimaannya: sedikit mengorbankan pengeluaran rutin untuk meningkatkan pengeluaran pembangunan. Dan ternyata anggaran pembangunan untuk pertama kalinya dalam sejarah akan lebih besar dari anggaran rutin. Penerimaan rutin kali ini hanya akan naik dengan 9%, sedangkan pengeluaran pembangunan akan meningkat dengan 51%. Belanja pegawai hanya akan naik dengan 7% setahun sebelumnya kenaikannya adalah 43%. Demikian pula anggaran gaji dan pensiun yang sebelumnya naik dengan 39%, kali ini hanya akan naik dengan 5%. Tak akan ada kenaikan gaji pegawai negeri? Ada sih ada, cuma kenaikannya tak bakalan segede kenaikan yang sudah-sudah. Dan hanya terbatas pada golongan I saja. Bagaimana pun pemerintah nampaknya masih bertekad untuk terus memperbaiki kesejahteraan pegawainya. Usaha pemerintahuntuk lebih mengeratkan ikat pinggangnya juga nampak pada sektor-sektor lain: belanja barang di luar negeri akan dikurangi dengan Rp 3 milyar, subsidi untuk Irian Jaya tak akan bertambah, demikian pula subsidi kabupaten perkapita tetap Rp 400 per kapita. Pengorbanan di beberapa sektor pengeluaran rutin memang tak bisa dielakkan. Harap jangan isap jari. Apalagi karena tahun ini pemerintah mesti menyisihkan Rp 105 milyar lebih banyak untuk membayar cicilan hutang luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus