MEMANG luar biasa. Setelah lebih 10 tahun tak tampil di
kalangan pemerintahan bekas Perdana Menteri dan tokoh partai
Masyumi Mohamrnad Natsir kini berbicara. Dalarn kedudukannya
selaku Wakil Ketua Muktamar Islam Se-Dunia, Mohammad Natsir
telah turut serta menerangkan kedudukan Indonesia menghadapi
kemelut di daerah Timor Timur pada pleno badan tersebut di Mekah
bulan Desember kemarin. Sementara sidang eksekutif Majelis
Ta'zizi) Muktamar Islam tersebut berlangsung tanggal 7 Desember,
berita-berita pers dan radio di Saudi menyiarkan jatuhnya kota
Dili ke tangan pasukan-pasukan pro-Indonesia. Suasana sidang pun
berobah. Soal Timor Timur ditempatkan pada agenda pokok yang
bakal dibicarakan. Atas pertanyaan dari delegasi Bangladesh,
Marokko, dan Saudi Arabia sendiri tentang apa sebenarnya yang
terjadi, Natsir diberi kesempatan memberi penjelasan.
Sebagai seorang swasta yang kehadirannya tidak mewakili
pemerintah, Natsir ketika itu memberi penjelasan "sepanjang
pengetahuan yang saya ketahui sebelum berangkat ke sana". Dua
soal pokok yang dihadapkannya. Pertama, di Timor Timur ada
kekosongan kekuasaan. Kedua, kontak-kontak politik sudah
diadakan antara Indonesia denan Portugal yang kemudian
menelorkan memorandum Roma. "Yang kami tidak setujui", demikian
Natsur ketika itu. "pihak Fretilin ternyata main sendiri di
tengah-tengah kekosongan kekuasaan itu". Ia kemudian
mengingatkan sidang yang terdiri dari wakil-wakil 50 negara itu
-- termasuk Aljazair -- akan bahaya dijadikannya daerah Timor
Timur sebagai "kantong komunis menyusul jatuhnya Vietnam
Selatan".
Peringatan itu dikeluarkan setelah melihat kenyataan bahwa yang
membawa soal ini ke forum Perserikatan Bangsa-Bangsa tak ]ain
adalah RRT dan Rusia. "Kami sudah punya pengalaman dengan RRT di
tahun 1965 -- membantu G.30.S./PKI -- dan karenanya kami tidak
ingin kehilangan tongkat dua kali", demikian Natsir. Sidang itu
pun mengambil putusan dua hari kemudian yang mendukung sikap
Indonesia mengenai Timor Timur secara aklamasi. "Keputusan itu
kami sudah sampaikan kepada KBRI dan juga kepada pejabat-pqabat
pemerintah yang sedang menunaikan haji tahun lalu", katanya
kepada Syahrir Wahab dari TEMPO di rumahnya Jalan Cokroaminoto
46 Jakarta. Tapi keputusan Muktamar Islam Se-Dunia itu tidak
sampai beritanya di Jakarta. Tak satu koranpun yang memuatnya.
Tembusan serupa juga dikirim ke alamat PBB di New York.
Natsir yang juga memberi prasaran pada seminar hubungan
Indonesia-Timur Tengah tentang tprospek hubungan kerjasama di
bidang sosial dan kebudayaan", menilai bahwa tidak perlu
dikhawatirkan akan akibat yang lebih jauh terhadap hubungan
Indonesia-Timur Tengah dengan adanya perbedaan di antara negara
Arab dalam soal Timor Timur. "Sikap Aljazair di PBB itu
sebenarnya disebabkan negeri itu ingin konsekwen dengan
kebijaksanaan yang ditempuhnya menghadapi soal Sahara Spanyol.
Tapi antara Sahara Spanyol dengan Timor Timur berbeda. "Di sini
(Sah:lra) tidak ada komunis yang masuk", demikian katanya.
Sekalipun tidak mewakili pemerintahnya, sikap wakil Aljazair
dalam Muktamar Islam menyetujui resolusi mendukung tindakan
Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini