Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMBERIAN tanda jasa dan tanda kehormatan dalam rangka Hari Pahlawan 2020 menuai polemik. Kontroversi itu terkait dengan daftar nama penerima penghargaan. Salah satunya bekas Panglima Tentara Nasional Indonesia, Gatot Nurmantyo, yang menerima anugerah Bintang Mahaputera Adipradana.
Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono sempat menyebut Gatot bersedia menerima penghargaan itu dari Presiden Joko Widodo. “Sudah mengambil undangan,” kata Heru di Jakarta pada Selasa, 10 November lalu. Namun, saat penyerahan penghargaan sehari kemudian, Gatot tak datang.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. mengatakan Gatot mengirimkan surat kepada Presiden ihwal alasannya tidak hadir dalam acara tersebut. “Pak Gatot Nurmantyo menyatakan menerima bintang jasa itu, tapi beliau tidak bisa hadir karena alasan Covid-19,” ujar Mahfud dalam keterangannya, Rabu, 11 November lalu.
Sejumlah pegiat demokrasi juga mengkritik penyematan Bintang Mahaputera kepada hakim Mahkamah Konstitusi. Mereka menilai penghargaan itu akan mempengaruhi independensi Mahkamah dalam memutus sejumlah perkara. Salah satunya peninjauan kembali Undang-Undang Cipta Kerja. Para pengadil yang menerima tanda jasa itu antara lain Ketua Mahkamah dan wakilnya, Anwar Usman dan Aswanto, serta hakim Arief Hidayat.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko membantah anggapan bahwa pemberian penghargaan dari Presiden akan menggoyang independensi Mahkamah Konstitusi. Menurut dia, beberapa mantan hakim MK, seperti Jimly Asshiddiqie dan Hamdan Zoelva, pernah menerima tanda jasa serupa tapi tetap memegang teguh independensi hakim. “Bintang itu memberi penghormatan istimewa bagi mereka yang berjasa untuk bangsa dan negara,” ucap mantan Panglima TNI tersebut.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo