Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Nasib Komodo Terancam

Rangkuman berita sepekan.

31 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA aktivis lingkungan mempersoalkan pembangunan sarana wisata premium bertema dinosaurus di kawasan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur. Pembangunan itu dianggap berpotensi merusak lingkungan, habitat asli komodo, dan kehidupan sosial masyarakat. Publik ikut mengecam pembangunan taman setelah sebuah foto yang menampilkan gambar komodo berada di dekat sebuah truk beredar di media sosial, Senin, 26 Oktober lalu.

Venan Suharyanto, peneliti Sunspirit for Justice and Peace, lembaga non-pemerintah yang mengadvokasi warga Labuan Bajo, Manggarai Barat, mengatakan pemerintah menggusur bukit dan merombak bentang alam di titik Loh Buaya, Pulau Rinca, sejak Agustus lalu. Padahal kawasan itu merupakan titik konsentrasi habitat komodo. “Bentang alam sudah berubah, ada bukit yang digusur dan diratakan untuk menjadi bangunan,” kata Venan.

Pemerintah menutup Pulau Rinca dan pulau lain di kawasan Taman Nasional Komodo mulai 26 Oktober hingga Juni tahun depan. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ditunjuk sebagai pelaksana proyek. PT Segara Komodo Lestari dan PT Komodo Wildlife Ecotourism akan mengelola wisata premium itu.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia NTT Umbu Wulang mengatakan pembangunan sarana wisata mewah di area Taman Nasional Komodo hanya bermotif kepentingan bisnis. Dia juga mempersoalkan ketiadaan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) proyek tersebut. “Kami masuk tim komisi penilai amdal di Provinsi NTT, tidak ada proses itu,” ujarnya.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno mengklaim pembangunan sarana dan prasarana di Pulau Rinca berjalan sesuai dengan kaidah konservasi. “Kami juga tetap memastikan komodo tak menjadi korban pembangunan,” ucapnya lewat keterangan tertulis, Selasa, 27 Oktober lalu.




KPK Bisa Ambil Alih Kasus Korupsi

PRESIDEN Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 102 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Selasa, 20 Oktober lalu. Peraturan ini menyebutkan KPK bisa mensupervisi dan mengambil alih perkara rasuah yang ditangani kejaksaan dan kepolisian.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyambut baik peraturan ini. “Dengan adanya perpres ini, tak ada alasan lagi bagi penegak hukum lain untuk tak bekerja sama dengan KPK,” ujarnya pada Rabu, 28 Oktober lalu.

Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, berharap KPK mengambil alih kasus Joko Tjandra di Kejaksaan Agung lewat peraturan baru ini. “KPK bisa menelusuri peran jaksa dan pejabat di Mahkamah Agung yang belum tersentuh,” katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini




Foto tersangka Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto, di laman website KPK, Juni 2020.TEMPO/Imam Sukamto

Penyuap Nurhadi Ditangkap

KOMISI Pemberantasan Korupsi menangkap buron perkara suap, Hiendra Soejonto, pada Kamis, 29 Oktober lalu. Hiendra menjadi buron KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka pada Februari lalu karena diduga menyuap bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman, sebesar Rp 45,7 miliar.

“Hiendra ditangkap di apartemen di BSD,” ucap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, ditangkap lebih dulu setelah menjadi buron pada awal Juni lalu.

Menjabat Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra diduga menyuap untuk pengurusan perkara PT Multicon pada 2011-2016. Dalam dakwaan Nurhadi, Hiendra disebut memberikan uang untuk mengurus perkara PT Multicon melawan PT Kawasan Berikat Nusantara. Hiendra juga diduga menyuap Nurhadi untuk memenangi gugatan penyusunan komisaris PT Multicon.


Serangan ke Penolak Omnibus Law

SEJUMLAH aktivis penolak Undang-Undang Cipta Kerja di Yogyakarta menjadi korban serangan penyebaran data informasi pribadi di media sosial atau doxing. “Serangan ngawur ini terus berulang,” kata pegiat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, Ardy Syihab, Senin, 26 Oktober lalu.

Di jagat maya, sejumlah akun menuding Ardy sebagai penggerak demonstrasi yang berakhir kisruh. Doxing juga terjadi pada mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Azhar Jusardi Putra, serta aktivis perempuan, Ernawati. Ketiganya ikut berunjuk rasa menentang omnibus law di Yogyakarta.

Tim Bantuan Hukum Aliansi Rakyat Bergerak Yogyakarta menerima 52 aduan orang hilang seusai demonstrasi. Sebagian di antaranya ditangkap polisi dan tak mendapat pendampingan hukum. “Kami protes keras atas tindakan unfair trial oleh polisi,” ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta Yogi Zulfadli.


Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri di kantor DPP PDIP, Jakarta, Januari 2018. Dok TEMPO/Fakhri Hermansyah

Megawati Kritik Milenial

KETUA Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri meminta Presiden Joko Widodo tak memanjakan generasi milenial. Menurut Megawati, generasi milenial terlalu sering berdemonstrasi. “Apa sumbangsih kalian untuk bangsa dan negara ini?” tuturnya saat berpidato daring (online) dalam peresmian 13 kantor pengurus daerah partai banteng, Rabu, 28 Oktober lalu.

Megawati mengatakan sikapnya sudah disampaikan kepada Presiden Jokowi. Dia juga menyayangkan demonstrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja pada awal Oktober lalu berlangsung rusuh dengan rusaknya berbagai fasilitas publik.

Ketua Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin menilai Megawati seharusnya tak menggeneralisasi generasi milenial dengan aksi anarkistis. “Tak boleh asal menuduh kaum milenial dengan demo anarkistis,” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus