Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HIDAYAT mengaku bingung dengan program vaksinasi Covid-19 yang digagas pemerintah. Informasi yang dia terima tentang imunisasi simpang-siur. “Katanya akan disuntik vaksin pada November, tapi pejabat lain bilang Desember tahun ini,” ujar tenaga pengajar salah satu sekolah di Tangerang Selatan, Banten, tersebut akhir pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bukan hanya soal waktu vaksin yang masih belum jelas, kata Hidayat, masalah kehalalan vaksin juga masih menjadi pertanyaan hingga kini. Dia akan menolak disuntik jika informasi tentang imunisasi Covid-19 tidak transparan dan jelas. “Selain itu, belum ada (data) uji klinis yang mendekati tingkat kesembuhan di atas 90 persen,” tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program vaksinasi Covid-19 dilontarkan Presiden Joko Widodo pada awal Oktober lalu. Rencananya, sebanyak 3 juta vaksin virus corona dari Sinovac Biotech Ltd akan masuk ke Indonesia pada akhir 2020. Sebelum program imunisasi digelar, Jokowi meminta jajarannya membuat dan menjelaskan tahap vaksinasi yang harus dijalani. “Yang jadi concern masyarakat saat ini adalah akses masyarakat terhadap vaksin, bagaimana masyarakat bisa mengakses vaksin ini karena penduduk kita ini gede banget, besar sekali,” ucapnya di Istana Merdeka, Jakarta.
Jokowi meminta para menteri menjelaskan mana saja kelompok masyarakat yang mendapat prioritas imunisasi lebih awal dengan vaksin yang saat ini sedang disiapkan. “Harus dijelaskan, mengapa ada yang mendapatkan prioritas,” katanya.
Jokowi memerintahkan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menyusun strategi komunikasi publik terkait dengan vaksin Covid-19. “Disiapkan lagi mengenai strategi komunikasi ini, di-backup oleh Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika),” tuturnya. Dia juga memerintahkan jajarannya menjelaskan secara komprehensif kepada publik manfaat vaksin dan peta jalan pelaksanaan vaksinasi.
Juru bicara Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Halik Malik, menyatakan program vaksinasi membutuhkan komunikasi yang baik untuk memunculkan kepercayaan publik. “Karena itu modal sosial yang penting, karena kami tak ingin menghadapi pandemi dengan panik dan tergesa-gesa,” ujarnya.
Halik mengatakan, untuk menyampaikan komunikasi yang baik, semua otoritas pembuat dan regulator vaksin harus bekerja sama. Pemerintah harus mengajak organisasi keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah ikut mensosialisasi vaksin Covid-19 kepada masyarakat. Dengan begitu, publik bisa tenang dan yakin soal keputusan vaksinasi yang akan diambil pemerintah. “Ini sangat penting karena edukasi sejak dini diperlukan karena dibutuhkan,” ucapnya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai lembaga pemberi izin edar vaksin masih melakukan inspeksi ke semua fasilitas uji klinis pengujiannya di Bandung dan di Cina. Negeri Tirai Bambu adalah tempat Sinovac memproduksi vaksin Covid-19 yang rencananya diimpor ke Indonesia.
“Kami datang ke pabriknya langsung, memeriksa semua fasilitas dan prosedur yang mereka lakukan,” kata Direktur Registrasi Obat BPOM Lucia Rizka Andalusia. Inspeksi yang dilakukan BPOM, Lucia menjelaskan, bertujuan memastikan produksi vaksin telah memenuhi praktik pembuatan yang baik (GMP) atau cara pembuatan obat yang baik.
Selain memberikan izin edar vaksin dan obat, BPOM memberikan klaim indikasi apa tujuan obat tersebut. “Jadi kalau tidak dapat membuktikan menyembuhkan Covid-19, ya, klaim untuk obat itu tidak bisa karena belum terbukti melalui suatu uji klinik,” ujar Lucia.
Dia mengungkapkan, hingga saat ini belum ada vaksin atau obat yang disetujui BPOM dapat menyembuhkan pasien Covid-19. Namun, dalam kondisi seperti sekarang, kata Lucia, pihaknya dapat merilis izin penggunaan darurat atau emergency use authorization untuk vaksin Covid-19.
Kendati demikian, BPOM harus memastikan khasiat dan mutu vaksin Covid-19 itu tetap baik dengan mempertimbangkan manfaat dan risikonya. “Tapi persetujuannya harus menggikuti serangkaian evaluasi,” tuturnya.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso mengungkapkan, pembuatan vaksin memang membutuhkan proses yang panjang dan rumit. Dalam kondisi darurat, dimungkinkan penerbitan sertifikat halal vaksin Covid-19 dengan segera. Namun ia menegaskan, pihaknya hanya bisa menerbitkan sertifikat halal apabila lembaga fatwa seperti Majelis Ulama Indonesia sudah menentukan.
“Dari fatwa penggunaan silakan gunakan, walaupun barangnya (bahan pembuatan) itu haram. Karena belum ada barang yang halal, sementara kondisinya darurat,” ujar Sukoso.
Alasan darurat itu timbul, kata Sukoso, karena pandemi Covid-19 merupakan peristiwa luar biasa dan telah merenggut ribuan jiwa dalam jangka waktu yang lama. Jadi masalah ini harus segera terselesaikan. “Karena itu kita pahami bersama, tapi dalam berbicara halal harus ada yang dilalui.”
Salah satu produsen vaksin tanah air, PT Bio Farma (Persero), menyatakan pihaknya melakukan komunikasi dengan Majelis Ulama Indonesia untuk mendapatkan status halal atas vaksin yang diimpor dari Cina. “Tapi secara paralel kami juga sudah mendaftarkan (sertifikat halal) ke BPJPH,” kata Kepala Divisi Unit Klinik dan Imunisasi Bio Farma Mahsun Muhammad.
Mahsun menjelaskan, pada November ini, Bio Farma akan menerima 15 juta dosis bulk vaksin Covid-19 dari Sinovac. Bio Farma telah menerima transfer teknologi dari produsen vaksin asal Cina itu sejak September lalu. Dia mengungkapkan, perseroan dapat memproduksi vaksin Covid-19 dengan kapasitas terpasang 250 juta dosis per tahun.
EGI ADYATAMA, EKO WAHYUDI, ALI NUR YASIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo