Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEPALA Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito menyatakan penelitian vaksin Nusantara besutan mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, tidak sesuai dengan kaidah medis. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan lokasi penelitian dengan pihak komite etik yang memberikan izin.
Izin uji klinis dikeluarkan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta. Sedangkan penelitian berlangsung di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, Semarang. Penny menjelaskan, setiap tim peneliti seharusnya memiliki komite etik di tempat penelitian. “Pemenuhan kaidah good clinical practice tidak dilaksanakan,” ucap Penny dalam rapat kerja dengan Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 10 Maret lalu.
Vaksin Nusantara merupakan vaksin berbasis sel dendritik yang biasa digunakan untuk mengobati kanker. Teknologi vaksin ini dikembangkan bersama perusahaan asal Amerika Serikat, Aivita Biomedical, dan PT Rama Emerald Multi Sukses.
BPOM juga menemukan, dalam penelitian awal, vaksin tak diuji coba terhadap hewan. Direktur Registrasi Obat BPOM Lucia Rizka Andalusia mengatakan tim peneliti vaksin Nusantara mengklaim uji klinis tak perlu dilakukan terhadap hewan. Alasannya, sel dendritik sering digunakan untuk terapi kanker. Semestinya, Rizka menjelaskan, uji coba terhadap hewan tetap diperlukan. Dalam rapat kerja itu, Penny Lukito menyatakan lembaganya belum bisa memberi vaksin tersebut lampu hijau untuk melanjutkan uji klinis ke fase II dan III.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekalipun belum mendapat izin BPOM, uji klinis tahap II vaksin disebut sudah berjalan. Kepada Tempo, 4 Maret lalu, juru bicara PT Rama Emerald, Raditya Mohammer Khadaffi, mengatakan uji klinis fase II sudah dimulai. Adapun Terawan mengklaim vaksin Nusantara aman. “Vaksin Covid-19 berbasis sel dendritik, sifatnya individual, tentunya sangat aman,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Uji Klinis tanpa Kaidah
UJI coba vaksin Nusantara yang dikembangkan mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, tak berjalan mulus. Proposal vaksin dibawa oleh anggota stafnya saat ia menjabat Direktur Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Taruna Ikrar, yang kini menjadi Ketua Konsil Kedokteran.
• Maret 2020
Taruna membawa proposal vaksin dendritik yang dikembangkan Aivita Biomedical Inc kepada Terawan.
• Juni-Juli 2020
Vaksin dendritik dipresentasikan kepada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
• Agustus 2020
Terawan disebut mempresentasikan vaksin dendritik kepada Presiden Joko Widodo.
• 22 Oktober 2020
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan meneken kerja sama dengan PT Rama Emerald Multi Sukses.
• 16 November 2020
Keluar Surat Keputusan Menteri Kesehatan tentang Tim Penelitian Uji Klinis Vaksin Sel Dendritik SARS-CoV-2.
• 18 Desember 2020
Tim peneliti berubah.
• 23 Desember 2020- 6 Januari 2021
Tim peneliti memulai uji klinis fase I. Vaksin sempat dinamai Joglosemar.
• 16 Februari 2021
Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat memantau perkembangan dan mendukung penelitian vaksin di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, Semarang. Saat itu, nama vaksin Nusantara dirilis.
• 2 Maret 2021
Terawan mempresentasikan vaksin Nusantara di hadapan Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri, serta Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro.
• 10 Maret 2021
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan mengatakan vaksin Nusantara tak sesuai dengan kaidah ilmiah dan tak bisa dilanjutkan ke uji klinis tahap II.
Undang-Undang ITE Batal Direvisi
PEMERINTAH dan Dewan Perwakilan Rakyat tak memasukkan revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2021. “Lagi public hearing. Ini kan ada kaitannya juga dengan RUU KUHP yang sudah kami bahas,” kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly, Selasa, 9 Maret lalu.
Pertengahan Februari lalu, Presiden Joko Widodo menyatakan berniat merevisi Undang-Undang ITE. Namun, belakangan, pemerintah memilih membuat penafsiran atas pasal-pasal bermasalah dalam wet itu. Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya mengatakan surat edaran Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang meminta anggotanya mengutamakan dialog dalam kasus Undang-Undang ITE, cukup efektif.
Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network Damar Juniarto mempertanyakan komitmen pemerintah dalam merevisi Undang-Undang ITE. Revisi itu diperlukan untuk mencegah munculnya jeratan dengan pasal-pasal karet dalam undan-undang tersebut.
Nurhadi Dihukum 6 Tahun
Bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, mengikuti sidang pembacaan amar putusan yang digelar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta secara virtual, 10 Maret 2021. TEMPO/Imam Sukamto
PENGADILAN Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, dan menantunya, Rezky Herbiyono, masing-masing 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Nurhadi dan Rezky dinyatakan bersalah dalam perkara suap Rp 35,726 miliar dan gratifikasi Rp 13,787 miliar terkait dengan penanganan perkara di MA.
“Menyatakan Nurhadi dan Rezky Herbiyono telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan beberapa kali secara terus,” tutur ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri, Rabu, 10 Maret lalu.
Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi, yakni 12 tahun penjara untuk Nurhadi dan 11 tahun bui buat Rezky. KPK akan mengajukan permohonan banding. “Kami akan segera menyusun argumentasi dalam memori banding,” ujar pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri.
Sadikin Aksa Tersangka Pidana Keuangan
Sadikin Aksa saat berada di Menara Bosowa, Makassar, Agustus 2014. Dok. TEMPO/Fahmi Ali
BADAN Reserse Kriminal Kepolisian RI menetapkan keponakan mantan wakil presiden Jusuf Kalla, Sadikin Aksa, sebagai tersangka kasus keuangan yang terjadi saat ia menjabat Direktur Utama PT Bosowa Corporindo. “Tersangka diduga dengan sengaja mengabaikan perintah tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan,” ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal Helmy Santika, Rabu, 10 Maret lalu.
Bank Bukopin berstatus dalam pengawasan intensif OJK karena masalah tekanan likuiditas sejak Mei 2018. PT Bosowa merupakan salah satu pemegang saham Bank Bukopin. Sebagai upaya penyelamatan, OJK memberikan perintah tertulis kepada Sadikin Aksa, tapi tidak dilaksanakan.
Presiden Direktur Bank Bukopin Rivan A. Purwantono menyatakan perusahaannya menghargai proses hukum. “Kami tetap menjaga hubungan dan komunikasi yang baik dengan PT Bosowa,” ucap Rivan.
Kematian Anggota Laskar FPI Jerat Tiga Polisi
BADAN Reserse Kriminal Kepolisian RI meningkatkan status perkara dugaan pembunuhan di luar hukum (unlawful killing) enam anggota laskar Front Pembela Islam. “Hasil gelar perkara internal hari ini, status dinaikkan menjadi penyidikan terhadap tiga anggota Polri," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono, Rabu, 10 Maret lalu.
Enam pengawal pemimpin FPI, Muhammad Rizieq Syihab, tewas ditembak di jalan tol Cikampek Kilometer 50, Karawang, Jawa Barat, pada Senin, 7 Desember 2020, pukul 00.30. Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyimpulkan adanya dugaan unlawful killing. Bareskrim menetapkan tiga polisi yang diduga menembak mereka sebagai terlapor. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi mengatakan penyidik mendalami pasal pembunuhan dalam perkara itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo