Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) Bachti Alisjahbana memperoleh hibah dari Yayasan Bill and Melinda Gates untuk menunjang risetnya di bidang tuberkulosis.
Bachti mengatakan, tahun ini Yayasan Bill and Melinda Gates memberikan hibah kedua untuk aktivitas riset tuberkulosis. Hibah pertama diberikan pada 2021 untuk riset mengenai kondisi dokter praktik swasta dalam pengelolaan tuberculosis selama pandemi Covid-19.
“Riset ini sudah selesai dan tinggal menuliskan dalam paper publikasi,” katanya pada Senin, 12 Juni lalu dilansir dari situs Unpad.
Dia melanjutkan, perolehan hibah tersebut didasarkan atas rekomendasi dari peneliti McGill University, Kanada, selaku mitra riset TB Unpad.
“Partner kami di McGill memiliki hubungan dengan Yayasan Bill and Melinda Gates dan mereka punya keingintahuan mengenai bagaimana perubahan pasien TB dalam pola dokter swasta,” katanya.
Hibah kedua pada awal 2023 dikeluarkan untuk riset mengenai penilaian tingkat infeksi tuberkulosis di komunitas. Riset ini dilakukan untuk mendukung pengembangan vaksin TB.
Jika riset yang dilakukan Bachti sesuai dengan persyaratan maka Unpad akan menjadi lokasi uji vaksin TB. Vaksin yang akan dikembangkan saat ini merupakan pembaruan dari vaksin yang sudah ada sebelumnya.
Saat ini, vaksin BCG atau vaksin TB diberikan untuk bayi. Vaksin ini memiliki efektivitas yang rendah karena belum bisa mencegah TB paru. Hal ini mendorong perlunya dikembangkan jenis vaksin TB baru.
Untuk bisa menjadi lokasi uji vaksin, Bachti menjelaskan, ada beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi. Pertama adalah harus mengetahui berapa tingkat infeksi TB di Indonesia. Jika terlalu rendah, penelitian vaksin akan sulit dilakukan karena memerlukan subyek yang banyak dan memakan waktu cukup lama.
Kedua adalah soal kesiapan infrastruktur penelitian. Kantor dan laboratorium harus terstandar dan terakreditasi. “Jika tidak siap, maka kita hanya rekrut pasien dan kirim sampelnya ke luar negeri,” katanya.
Lebih lanjut, dia memaparkan bahwa Indonesia sendiri masih menduduki peringkat kedua dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia. Salah satu penyebabnya adalah masih banyaknya lingkungan tempat tinggal yang tidak memadai.
“Masyarakat masih banyak tinggal di wilayah kumuh, kurang ventilasi, kurang sinar matahari, dan banyak terpapar asap rokok. Itulah kenapa TB kita belum turun,” ujarnya.
Kondisi tersebut menciptakan kebutuhan riset tentang TB di Indonesia. Yayasan Bill and Melinda Gates sendiri tertarik mendanai riset tentang TB, salah satunya karena penyakit ini masih menjadi prioritas penanganan kesehatan dunia oleh WHO serta agenda tujuan dalam implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
“Semua orang sadar bahwa TB menyebabkan orang miskin makin miskin, keluarga gagal bertumbuh, dan berefek ke generasi bawah,” ujarnya.
Selain dua riset di atas, Bachti mengatakan Unpad sendiri memiliki dua potensi riset yang akan didanai oleh Yayasan Bill and Melinda Gates. Yang pertama mengenai surveilans genetik human TB yang bekerja sama dengan Balai Labkes Provinsi Jawa Barat. Saat ini, proposal penelitian sudah diproses oleh yayasan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yang kedua, mengenai pengembangan terbaru diagnosis TB. Untuk rencana tersebut masih dilakukan penjajakan dengan pihak yayasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“TB diagnostik itu penting, karena sampai sekarang proses diagnosis masih mengandalkan alat serba mahal dan habiskan banyak APBN. Kalau ada metode baru dan bisa diujicobakan di sini, kami bisa percaya diri melakukannya,” paparnya.
Bachti mengatakan bahwa kunci suatu riset bisa memperoleh pendanaan asing adalah dengan konsisten dalam bidangnya, dan melakukan topik riset yang benar-benar dibutuhkan. “Prinsipnya fokus pada bidangnya dan lakukan kolaborasi,” ujarnya.