Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sawahlunto menjadi kota di Sumatera Barat pada 1 Desember 1888. Pusat kota Sawahlunto berjarak 6 kilometer dari Muaro Kalaban melewati Jalan Raya Provinsi yang menghubungkan Sawahlunto dengan Batusangkar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama Sawahlunto berasal dari dua kata, Sawah dan Lunto. Kata Sawahlunto diambil dari gambaran daerah hamparan sawah. Kata lunto diambil dari nama sungai Batang Lunto yang mengelilingi daerah itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peninggalan tambang batu bara Ombilin Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, termasuk salah satu dari warisan budaya dunia kelima milik Indonesia. Pengakuan itu dicetuskan dalam sidang ke-43 Komite Warisan Dunia UNESCO PBB di Baku, Azerbaijan, Sabtu, 6 Juli 2019.
Asal-usul Sawahlunto menjadi kota
Mengutip publikasi Sanggar Kesenian Karawitan Bina Laras dalam Usaha Pelestarian Kesenian Wayang Kulit di Kota Sawahlunto 2002-2012, pada 1868, De Greve dan Kalshoven, geolog Belanda menyelidiki adanya batu bara di Sawahlunto. Ketika meneliti deposit batu bara di daerah itu berjumlah lebih dari 200 juta ton.
Pada 27 Juli 1886 terjadi pembebasan lahan tambang batu bara di Sawahlunto. Daerah itu diserahterimakan untuk dijadikan areal penambangan batu bara atas dasar akta notaris yang dikeluarkan oleh E.L van Rouvery selaku Asisten Residen Tanah Datar dan Djaar Sutan Pamuncak sebagai kepala Laras Silungkang. Adapun penerimanya yaitu Hendrik Yakobus Shuuring, pemegang konsesi pertambangan kolonial Belanda.
Masalah pembebasan tanah ini mengikuti hukum adat Minangkabau. Jumlah ganti rugi tak sesuai dengan harga sesungguhnya. Itu membuat makna ganti rugi itu malah merugikan masyarakat adat.
Pada 1887 diperkirakan Sawahlunto mulai menjadi daerah permukiman, ketika Belanda menanamkan modal sebesar 5,5 juta gulden untuk realisasi konsensi tambang batu bara. Meski Sawahlunto tumbuh dan berkembang sebagai kota tambang satu-satunya di Sumatera Barat, namun pemerintah kolonial memperlakukan sama seperti kota-kota jajahan lainnya.
Kota Sawahlunto lebih berfungsi sebagai pusat eksploitasi komoditi daerah sekitarnya dan sebaliknya juga dijadikan sebagai tempat pemasaran hasil industri Belanda atau negara Eropa lainnya. Apapun yang dibangun oleh Belanda prinsipnya untuk kepentingan kolonial semata.
Sejak 1887, Pemerintah Hindia Belanda melakukan persiapan pembangunan prasarana transportasi kereta api yang menghubungkan dengan pelabuhan Emma Haven yang kini dikenal dengan Teluk Bayur sebagai penunjang proses ekspor produksi batu bara dari Sawahlunto.
Pada 1 Desember 1888, Pemerintahan Hindia Belanda mengeluarkan keputusan tentang batas-batas ibukota Afdeeling. Pemerintahan itu setingkat dengan kabupaten pada masa kolonial Belanda. Pada 1 Desember inilah kemudian dijadikan sebagai ulang tahun Kota Sawahlunto sampai sekarang.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.