Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada masanya, Sawahlunto menjadi salah satu kota penghasil batu bara terbesar di Indonesia. Kota ini sempat dijuluki sebagai kota arang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak batubara ditemukan di Sawahlunto oleh geolog Belanda W.H.De Greve pada 1867, tempat ini langsung menjadi pusat perhatian Pemerintah Kolonial Belanda. Namun, karena menurunnya produksi batu bara, Sawahlunto telah dialihfungsikan sebagai destinasi wisata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sawahlunto terletak di bagian timur Provinsi Sumatera Barat. Lokasinya bisa dicapai melalui jalur darat dengan waktu tempuh sekitar dua jam.
Mengutip Binus University, Sawahlunto mewarisi berbagai macam peninggalan infrastruktur pertambangan. Serta bangunan yang dulunya digunakan sebagai pusat administrasi dan penunjang operasional pertambangan.
Dengan luas 779.6 hektare, Sawahlunto memiliki beberapa sumber daya tarik wisata. Seperti lubang bekas penambangan batubara yang dikenal Lubang Mbah Soero dan Goedang Ransoem. Pengunjung juga akan mengetahui kisah kemultikulturan masyarakat setempat mengenai "orang rantai."
Sejak 2019, warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO Bidang Heritage.
Dan, yang menjadi nilai jual utama dan identitas kuat warisan ini ialah bekas pertambangan batu bara beserta infrastruktur pendukungnya seperti kota tambang, fasilitas perkeretaapian untuk pengangkutan hasil tambang dan gudang penyimpanan batu bara serta keragaman budaya masyarakat.
Ombilin berbeda dengan warisan situs budaya lain sebab tempat ini terdiri dari tiga area yang amat luas. Selain pertambangan, terdapat pula pembangkit listrik dan air serta dapur umum dengan kapasitas lebih dari 6 ribu ransum yang memakai teknologi Jerman serta rumah sakit.
Area A adalah kota tambang Sawahlunto. Area B adalah fasilitas struktur perkeretaapian dan sekarang ada peninggalan Lokomotif Mak Itam yang disimpan di Museum Kereta Api Sawahlunto. Ini adalah museum kereta api kedua di Indonesia setelah Ambarawa.
Area C adalah fasilitas penyimpanan tambang batu bara di Pelabuhan Teluk Bayur dan inilah yang membuka akses batu bara di Sumatera bagian tengah saat itu. Dari semua itu, dapat dilihat bahwa Tambang Batubara Ombilin adalah hasil perpaduan teknologi industri dengan budaya lokal.