Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Sebuah SMA Yang Panjang

Sma kornita, bogor dengan 80 siswa baru dan jam belajar sehari 8 1/2 jam. pengajarnya sebagian besar dosen ipb. diprakarsai andi hakim nasoetion, rektor ipb. (pdk)

19 Juli 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI memang sebuah SMA yang panjang -- jam belajar sekolah ini dari pagi hingga pukul 4 sore. SMA Kornita, namanya, mungkin satu-satunya di Indonesia. Terletak di lingkungan kampus IPB Darmaga, Bogor, Senin pekan ini 80 siswa baru, kelas satu semuanya, tentu, mulai duduk di meja masing-masing. Mereka tak akan pernah bisa tidur siang. Praktis siswa-siswa itu harus berada di sekolah sekitar 8 1/2 jam yakni dari pukul 07.30 hingga 16.00. Waktu belajar yang panjang diperlukan, karena siswa mendapat tambahan pelajaran Bahasa Inggris, Fisika, dan Ilmu Kimia masing-masing satu jam pelajaran dalam seminggu. Mereka juga diberi pelajaran tambahan yang boleh dipilih, yakni Mikro Komputer atau Arsitektur Pertamanan. Waktu yang agak longgar adalah hari Jumat, ketika siswa hanya belajar setengah hari. Dan Sabtu, yang akan dimanfaatkan untuk kegiatan ekstrakurikulum. Misalnya, latihan Pramuka, praktek Palang Merah Remaja, camping, dan kunjungan ke pabrik-pabrik. Maka, ini memang sebuah SMA eksperimen sekolah yang lebih kurang menyebal dari ketentuan yang umum. Di belakang eksperimen itu adalah Andi Hakim Nasoetion, Rektor IPB, yang memang menaruh perhatian besar terhadap masalah pendidikan. SMA baru ini berangkat dengan dua ruang belajar dan sebuah gedung berlantai dua, di areal tanah seluas 1.500 m2. Bangunan ini dulunya ruang kuliah Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, yang kini sudah pindah ke gedung baru. Tentu, bukan cuma gedungnya yang berbau IPB. Pendiri SMA ini adalah Yayasan Penelitian IPB, bekerja sama dengan Korpri dan Dharma Wanita (maka itu disebut Kornita) IPB. Dengan asal-usul seperti itu, siswa-siswa Kornita memang boleh berharap mendapatkan yang tak ada di SMA lain. Misalnya, sebagian besar pengajar di sini adalah staf dosen IPB sendiri. Sesungguhnya, kurikulum Kornita tak berbeda dengan SMA umumnya. Bahkan penambahan jam pelajaran untuk beberapa bidang studi tertentu oleh beberapa SMA swasta di Jakarta sudah pula dilakukan. Tapi dengan menyisakan hari Sabtu sebagai hari, katakanlah "tanpa buku", lalu keseluruhan pendidikan di sini memang punya langkah yang lain. Tampaknya, ada niat untuk menjadikan sekolah rumah kedua bagi siswa -- dengan jam panjang itu tadi. Sejumlah ahli pendidikan memang menganggap, salah satu faktor agar siswa belaiar dengan gembira yaitu menjadikan mereka akrab dengan sekolah. Sekolah di situ bukan berarti gedung plus halamannya saja. Tapi, juga guru-gurunya, teman-temannya, para pegawai administrasi, dan segala kegiatannya. Bahkan lingkungan sekolah tersebut yang lebih luas. Tiba-tiba saja gaya ini mengingatkan orang pada sistem pesantren. Di hari pertama sekolah ini dibuka, tandatanda nyata ke arah satu pendidikan mirip pesantren memang belum ada. Senin pekan ini baru ada ceramah Andi Hakim sendiri. Dan dalam pidato yang tak begitu panjang itu, Rektor IPB ini berharap semua siswa di situ bisa meneruskan ke perguruan tinggi. "Tapi, kita harus kritis. Persaingan makin ketat, dan daya tampung perguruan tinggi terbatas," begitu, antara lain, Andi Hakim. Maka, belum bisa dilihat adakah para guru yang dosen itu hanya akan memberikan "indoktrinasi" ataukah suatu cara mengajar yang lain. Soalnya, salah satu kritik keras terhadap sekolah kita kini, seperti ditulis oleh seorang guru SMA di harian Kompas beberapa lama lalu, adalah itu. Akibatnya, proses belajar-mengajar di dalam kelas begitu terasa tidak menarik, tulisnya. Yang juga lain dari Kornita adalah dipilihnya Mikro Komputer dan Arsitektur Pertamanan sebagai pelajaran keterampilannya. Tak susah meramalkan, komputer kini masuk ke semua bidang ilmu. Masa depan mereka yang menguasai dasar-dasar pengetahuan komputer, tampaknya, lebar tersajikan. Dan Arsitektur Pertamanan? Inilah satu keterampilan yang diramalkan oleh Andi Hakim bakal ramai. Kecenderungan rumah yang makin menyempit halamannya, karena tanah semakin mahal, akan mendorong orang membuat taman-taman yang menyejukkan, tutur Andi Hakim kepada TEMPO. Dengan argumentasi seperti itu, tampaknya pelajaran keterampilan di Kornita bakal luwes, menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Adalah Hasan Walinono, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, yang kemudian menanyakan, jangan-jangan SMA Kornita menjadi begitu berat bagi siswa-siswanya. "Kurikulum sekarang ini 'kan sudah berat, lalu ditambah-tambah lagi, apakah tak semakin memberatkan siswa ?" tanyanya. "Tapi saya percaya kepada Andi Hakim, tentunya ada alasan rasionalnya," jawab Walinono sendiri. Memang, seorang Dodi, mengaku berusia 16, yang diterima di Kornita, tak takut menghadapi pelajaran berat. "Tergantung," katanya, "apakah kita mau belajar atau main-main." Juga tergantung, jam yang panjang itu sebenarnya digunakan untuk apa, dengan cara yang bagaimana. Dengan uang pangkal Rp 100.000, dan rata-rata SPP per bulan Rp 12.500, memang ini bukan sekolah yang terhitung murah. "Tapi saya dengar murid-murid mendapat makan siang dari sekolah," kata seorang bapak yang pagi itu menyempatkan mengantarkan anaknya masuk Kornita. Salah satu jam istirahat SMA ini -- ada tiga kali istirahat -- selama 75 menit. Pada jam itulah tentunya makan siang diberikan oleh sekolah, atau siswa membawa sendiri dari rumah dilaksanakan bersama. Akhirnya, sebuah sekolah swasta yang bereksperimen diizinkan berdiri. Bila memang ada niat melaksanakan desentralisasi kurikulum, agaknya yang macam begini perlu diberi kesempatan. Dan kata Menteri Pendidikan Fuad Hassan tentang kemungkinan sekolah eksperimen, "Yang penting, sekolah itu menerapkan kurikulum minimal yang digariskan Departemen P & K."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus