SATU lambang status sosial kini runtuh. Yakni, gelar sarjana muda, atau Bachelor of Arts atau Bachelor of Science kalau mau gagah, yang diberikan setelah 31 Desember 1986, tak diakui lagi. Itu diumumkan oleh Kepala BAKN (Badan Administrasi Kepegawaian Negara) dua pekan lalu. Mengapa menunggu tahun depan, "agar akademi-akademi yang masih memberikan gelar tersebut sempat mengatur diri," kata Sukadji Ranuwihardjo, Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen P & K. Di Yogyakarta, pekan lalu, kelompok mahasiswa yang tergabung dalam Grup Diskusi Dinamic lantas saja membuka diskusi. "Ini kabar buruk bagi mahasiswa akademi," seru Rofii, mahasiswa Akademi Manajemen Indonesia, Yogyakarta, pengurus grup itu. Ia, dan sejumlah yang hadir, tampaknya merasa bahwa masa depan mereka bergantung pada itu gelar. "Kalau tahu begini jadinya, setamat SMA dulu saya langsung bekerja," sambung Windarto, dari Akademi Keuangan dan Bank, Yogya. Lalu di Bandung, Taufik Ruswandi, mahasiswaJurusan Teknik Lingkungan Akademi Teknik Pekerjaan Umum (ATPU), Bandung, telah bulat tekadnya untuk menggagalkan rencananya masuk Departemen PU. Untuk apa jadi pegawai negeri bila ijazahnya tak dihargai, begitu mungkin pikirnya. Reaksi di Yogyakarta dan Bandung itu sebenarnya mengherankan. Sebab, ketika sistem kredit semester mulai dicanangkan, 1979, sudah pula disiarkan tak akan ada lagi sarjana muda. Sistem pendidikan tinggi kemudian dibagi dua: program gelar dan program diploma. Yang gelar merupakan program nonterminal. Paket pendidikan sarjana diberikan utuh, tanpa sarjana muda. Akademi yang tanggap, memang, kemudian berusaha mengubah diri. ATPU di Bandung itu, misalnya, sejak dua tahun lalu sudah menerapkan program diploma -- Taufik merupakan mahasiswa terakhir angkatan lama. Cara lain, ditempuh oleh beberapa akademi, mengubah diri menjadi sekolah tinggi. Dengan demikian masih bisa memberikan gelar, bahkan tak cuma sarjana muda, tapi sarjana penuh. Apakah kemudian gelar itu diakui resmi ataukah cuma tingkat lokal, itu soal lain. Akademi Bahasa Asing Surabaya, misalnya, tahun ini jadi Sekolah Tinggi Bahasa & Sastra. Rupanya, gelar memang lebih bercahaya daripada yang lain-lain, misalnya pangkat. Sebab, ijazah sarjana muda (SM) dalam jenjang kepangkatan pegawai negeri dinilai lebih rendah daripada Diploma III (diploma yang setingkat sarjana muda). Pemegang sertifikat terakhir itu, bila diangkat menjadi pegawai negeri, langsung berpangkat IIB dengan memperoleh tambahan satu tahun masa kerja. Yang sarjana muda, hanya IIB dengan masa kerja nol. Maka, untuk naik menjadi IIC, yang Diploma III hanya butuh waktu setahun kerja minimal, yang "keren" itu harus dua tahun paling sedikit. Satu contoh lagi yang mencerminkan gelar memang jadi impian adalah Akademi Akuntansi YKPN (Yayasan Keluarga Pahlawan Nasional). Tahun-tahun lalu, biasanya, akademi di Yogyakarta ini menampung sekitar 2.500 mahasiswa baru, kini cuma memperoleh 1.600. Umpama kata, gelar sarjana juga tak diakui, apa gerangan yang terjadi?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini