UNTUK pertama kali dalam sejarah, seorang imam besar Masjidil Aqsa, Yerusalem, berkunjung ke Indonesia. Syekh Ikrima Sabri, pemimpin Islam di Yerusalem itu, direncanakan pekan ini akan memberikan beberapa kali ceramah, di Yogyakarta dalam pekan persahabatan Indonesia-Palestina, dan kemudian di Jakarta, di beberapa kalangan. Mungkin nama besar Syekh Sabri kurang bergema di sini. Namun, bersamanya adalah sejarah Islam yang penting: Masjidil Aqsa. "Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya . . . ." (Surat Al Isra' Ayat 1). Di Masjidil Aqsa "yang telah Kami berkahi sekelilingnya" itulah pernah terjadi dua peristiwa besar yang berkaitan dengan penyempurnaan ajaran Islam: Israk dan Mikraj. Salat lima waktu mulai disyariatkan di sini. Lalu yang kedua, Masjidil Aqsa adalah kiblat pertama bagi umat Islam. Itu terjadi pada awal ketika Nabi dan umat Islam berada di Madinah. Ini agak aneh, sebab menurut sejarahnya Masjidil Haram di Mekah lebih tua umurnya daripada Masjidil Aqsa. Mengapa justru kiblat pertama di Masjidil Aqsa? Menurut Dr. Quraish Shihab, ahli tafsir Quran, Allah tidak pernah memerintahkan agar Nabi berkiblat ke Masjidil Aqsa. Yang terang, di awal sejarah Islam beberapa hal tak langsung diputuskan. Larangan-larangan, misalnya, turun bertahap. Tampaknya, selain untuk menarik orang masuk Islam, juga agar tak terjadi gejolak sosial yang bisa merugikan Islam. Soal perbudakan misalnya, tak langsung dilarang, tetapi tahap demi tahap. Dianjurkan para tuan menikahi budaknya. Dan kemudian baru turun ayat yang maknanya melarang perbudakan di muka bumi ini. Dalam hal Masjidil Aqsa, menurut Quraish Shihab, faktornya adalah kaum Yahudi yang tinggal di Madinah. Kaum itu berkiblat ke Masjidil Aqsa. "Mungkin, dalam rangka pendekatan terhadap Yahudi itu, dan juga untuk menunjukkan bahwa sumber ajaran itu sama, maka Nabi juga menghadap ke Masjidil Aqsa," kata Quraish. Namun, sebagaimana tercatat dalam sejarah, setelah 17 bulan Nabi di Madinah, ternyata, orang-orang Yahudi masih enggan masuk Islam. Maka, turunlah Surat Al Baqarah Ayat 142 yang menentukan arah kiblat ke Masjidil Haram. Peralihan kiblat itu, menurut tafsiran Quraish Shihab, Tuhan ingin mengajak umat mengakui jasa-jasa pendahulunya, dalam hal ini Nabi Ibrahim, yang disebut bapak semua Nabi. Yang jelas, ketika itu orang-orang Yahudi masih ingin mengganggu Nabi. Mereka mengatakan, kalau kiblat dikembalikan ke Masjidil Aqsa, mereka bersedia masuk Islam. Tapi Nabi tahu tipu-muslihat itu. Sebab bagi Tuhan, arah kiblat, timur dan barat, itu sama saja. Allah tak di mana dan ada di mana-mana. "Adalah kepunyaan Allahlah timur dan barat . . . ." Dengan bekal Surat Al Baqarah Ayat 142 itulah Nabi menangkis provokasi orang-orang Yahudi. Tapi tak lalu Masjidil Aqsa menjadi kurang penting. Nama itu tetap melekat pada Israk dan Mikraj. Dan bila tempat itu bisa dilestarikan setelah dihancurkan peperangan yang banyak terjadi di situ, adalah jasa Umar Bin Khatab. Dialah pemimpin Islam tertinggi yang pertama menemukan tempat mikraj Nabi itu. Itu terjadi setelah Jerusalem jatuh ke tangan umat Islam pada 638 Masehi. Umar, yang terkenal dengan kearifan dan keadilannya, diminta oleh penduduk Yerusalem yang baru saja ditinggalkan pasukan Bizantium, untuk menerima langsung kunci kota. Kesempatan itu digunakan oleh Umar mencari lokasi bekas Masjidil Aqsa. Ia minta pada Patrik Sophronius, pemimpin Yerusalem, menunjukkan lokasinya. Sophronius mengajak Umar ke Gereja Al Kiayamah, yang dianggapnya tempat Haykal Sulaiman pernah berdiri. Umar tak yakin. Kemudian diajaknya Sophronius ke Gereja Shahyun. Masih tetap Umar belum yakin bahwa itu Masjidil Aqsa. Konon, Sophronius menunjukkan tempat-tempat yang salah karena malu. Karena di tempat berdirinya Masjidil Aqsa dahulu telah menjadi tempat pembuangan sampah. Orangorang yang ingin menghina agama Yahudi membuang sampah ke Masjid Daud itu. Itu terjadi karena perintah tentara Romawi yang begitu membenci agama Yahudi. Akhirnya, Sophronius sadar bahwa Umar tahu benar ciri-ciri Masjidil Aqsa. Dibawanyalah Umar ke tempat itu. Umar menatap tempat itu dengan cermat sambil mencocokkan dengan keterangan yang pernah diterimanya dari Nabi setelah peristiwa Isra Miraj. Umar yakin, itulah tempat yang dicarinya. Lalu, Umar mengucapkan, "Allahu Akbar. Demi Zat yang jiwaku ada padaNya, inilah Masjid Daud yang pernah dikatakan Rasulullah." Lalu, Umar turun dari kendaraannya, dengan tangannya sendiri ia membersihkan tempat itu. Kemudian, para sahabat yang lain mengikutinya. Di zaman kehalifahan Umaiyah, Khalifah Abdul Malik bin Marwan mengabadikan tempat berpijak Nabi untuk mikraj, dan ini disebut Masjid Kubah Batu. Di selatannya didirikan masjid untuk salat. Yang terakhir inilah yang kini dikenal sebagai Masjidil Aqsa. Dalam usianya yang menjelang 14 abad, Masjidil Aqsa tidaklah begitu terbuka bagi umat Islam, karena sejak 1967 wilayah sekitarnya dikuasai Israel. Namun, sejarahnya tetap bergema di hati umat Islam di mana saja. Julizar Kasiri dan Siti Nurbaiti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini