TIGA puluh lima tahun lalu, memancing ikan haring sangat populer di Norwegia. Kini terjadi sebaliknya, setelah tangkapan ikan laut itu melorot tajam dari jutaan ton menjadi kurang dari 4.000 ton per tahun. Menurunnya produksi ikan secara drastis itu ternyata berdampak menakutkan. Sebab, penderita kanker usus dan payudara di negara dekat Kutub Utara ini melonjak menjadi dua kali lipat. Seperti yang dilaporkan majalah Newsweek, 6 Januari lalu, peningkatan jumlah penderita kanker tersebut tidak mengherankan bagi Frank dan Cedric Garland. Menurut kedua ahli epidemi di Universitas California, San Diego, AS, ikan haring selama ini diketahui kaya dengan vitamin D. Padahal, vitamin D seperti menjadi pengganti redupnya semprotan sinar matahari yang jatuh di belahan bumi Norwegia. Ketika Garland bersaudara itu membandingkannya dengan yang terjadi pada dasawarsa sebelumnya, vitamin D yang dikonsumsi penduduk tampaknya dapat menjadi perisai munculnya penyakit kanker yang mengerikan itu. Biasanya, kanker payudara dan usus besar banyak ditemukan dalam masyarakat industri. Di AS, pada penduduk yang mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin D kurang dari setengah dosis yang ditentukan, hampir sepertiga dari mereka banyak dijumpai penyakit kanker usus besar dan payudara. Tentang vitamin D dapat berpengaruh terhadap kanker, William Harlan mengatakan bahwa terlalu pagi untuk menyimpulkannya. "Sebab, hingga kini masih diperlukan percobaan intervensi sebelum membuat rekomendasi klinis," kata dokter dari National Institutes of Health (NIH) itu. Untuk keperluan itu, NIH kini merencanakan membuat percobaan klinis tentang peranan vitamin D dalam menghadang kanker. Untuk itu, Frank dan Garland menanggapinya dengan optimistis. "Saya rasa kelak akan terjawab bahwa kanker payudara dan usus besar itu merupakan wabah akibat kekurangan vitamin D pada usia dewasa," ujar Frank. Selama ini, penyebab munculnya kanker payudara yang dapat dideteksi adalah akibat ibu tidak menyusui bayinya. Sementara, penyebab kanker usus besar, antara lain disebabkan kurang makanan berserat, dan terlalu banyak makanan berlemak. Kemudian, para dokter menerapkan diet kalori tinggi secara ketat dan menganjurkan para ibu menunda kehamilan. Namun, faktor-faktor ini tampaknya tak akan terlalu diperhitungkan jika melihat adanya pola geografis, yang menunjukkan tempat kedua penyakit tersebut sering muncul. Garland bersaudara mulai mengutakatik pola tersebut pada akhir 1970-an, ketika seorang rekan kerjanya menunjukkan peta dunia dengan kode warna yang menunjukkan prevalensi dari kanker usus besar di sejumlah negara. Dari peta tadi, dapat dilihat bahwa di daerah Katulistiwa kedua penyakit itu relatif rendah, dan prevalensinya meningkat ketika menjauh dari Katulistiwa. Salah satu pengecualian dari keteraturan itu adalah Jepang, sebuah negara yang secara tradisional menikmati tingkat kanker payudara dan usus besar yang rendah. Penduduknya mendapat vitamin D dalam jumlah banyak, baik dari sinar matahari maupun dari diet yang kaya dengan minyak ikan. Garland mulai mencari kemungkinan-kemungkinannya. Dalam studi pada tahun 1980, mereka membandingkan tingkat kematian akibat kanker usus besar di beberapa daerah yang berbeda di AS. Sebagaimana yang mereka ramalkan, tingkat terendah terdapat di bagian selatan serta barat, yang banyak mendapat sinar matahari. Dan yang tertinggi di bagian timur laut, yang mendung -- meskipun di sana orang lebih banyak makan sayur dan buah-buahan. Tidak ada yang tahu secara pasti bagaimana vitamin D dapat menahan penyakit tersebut. Yang jelas, vitamin D -- terdapat dalam kuning telur, hati, susu, ikan tuna, salmon, dan ikanikan gemuk lainnya -- membantu tubuh menyerap kalsium. Kalsium, dalam proses selanjutnya, dapat membantu mencegah pertumbuhan sel liar dalam tubuh yang mengakibatkan kanker. Berdasarkan fakta di lapangan itu, proyek penelitian NIH tentang vitamin D dijadwalkan dimulai tahun ini. Sekitar 60 ribu wanita, yang telah lewat masa menopause, akan menerima kalsium dan vitamin D dua kali sehari selama sem bilan tahun. Tujuan utama penelitian ini adalah mengurangi kanker usus besar dan kerapuhan tulang sampai 25 persen. Selama itu pula, peneliti akan memantau para sukarelawan untuk kanker payudara dan kondisi yang lain. Menanggapi fakta yang dilemparkan ahli dari AS itu, Doktor A. Harryanto Reksodiputro, tidak terkejut. Sebab, kata Kepala SubBagian Hematologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu, proses terjadinya kanker dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Jadi, tidak hanya karena kekurangan vitamin D yang masih diteliti koleganya di AS itu. Kemungkinan lain, karena faktor lingkungan, pola hidup, makanan, dan keturunan. Tentang peranan kalsium, menurut ahli kanker yang baru dikukuhkan menjadi guru besar itu, memang mampu mengontrol pertumbuhan sel yang liar, misalnya. Dan benar, vitamin D, katanya, mampu meningkatkan absorbsi kalsium dalam tubuh. Pengaruh lain, mungkin, vitamin D mempunyai peranan menciptakan kondisi supaya tidak terjadi pertumbuhan sel yang liar. Jika vitamin D mempunyai pengaruh besar terhadap munculnya kanker payudara dan usus besar, apakah ini menunjukkan penderita kedua kanker itu di Indonesia sedikit? Ternyata tidak. Di sini, kanker payudara masih nomor dua setelah kanker rahim. Dan kanker usus besar menduduki peringkat ke-9. Jadi, kalau benar vitamin D mengurangi terjadinya kanker, kedua kanker yang muncul di Indonesia itu berarti disebabkan faktor lain. "Faktor apa saja yang menyebabkannya, belum ada penelitian yang mendalam," kata Profesor Haryanto. Gatot Triyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini