Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Kalsium dan hipertensi

Hipertensi bisa disebabkan karena rendahnya kadar kalsium dalam tubuh. namun bila kalsium berlebihan bisa menyebabkan penyakit ginjal. diet garam masih diperlukan.

18 Januari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KINI penderita hipertensi tak perlu takut lagi makan kue asin, acar, atau kecap. Garam, yang selama ini dituding sebagai faktor penyebab naiknya tekanan darah, ternyata efeknya bisa dieliminir. Naiknya tekanan darah, menurut Dr. David McCarron dari Oregon Health Sciences University, di Portland, AS, bukan sematamata karena garam, melainkan oleh rendahnya kadar kalsium dalam tubuh. McCarron menyimpulkan begitu setelah berulang kali mengadakan riset tentang hipertensi. Jadi, penderita hipertensi boleh saja makan kue asin, asal ia minum susu. Artinya, di samping makan yang asin, ia mesti menelan bahan yang mengandung kalsium. Pendapat itu, meski kontroversial, kini mulai dipraktekkan para ahli di sana. "Saya kira keliru memfokuskan pada diet garam saja, kalau mengabaikan peran tidak hanya kalsium, tetapi juga magnesium dan potasium. Dalam tubuh, keseimbangan mineral itu berkaitan," kata Dr. William Harlan, dari National Heart, Lung, and Blood Institute, AS, seperti dikutip harian The New York Times awal bulan ini. Rendahnya kadar kalsium akan memberi efek yang sama seperti ketika tubuh penderita kelebihan sodium. Samasama memicu naiknya tekanan darah. Ini dibuktikan lewat riset intensif di Harvard School of Public Health. Pada penelitian itu, 60.000 perawat menjalankan diet kalsium. Hasilnya, dalam tempo lebih dari empat tahun, angka peluang terserang hipertensi mencapai 23%. Indikasi yang sama juga muncul dalam penelitian yang dilakukan McCarron. Pasien yang menelan suplemen kalsium, tekanan darahnya bisa normal kembali. Tapi, begitu obat disetop, tekanan darahnya melonjak lagi. Dugaan bahwa garam memberi efek terhadap tekanan darah muncul awal abad ini. Kala itu, dokter berhasil menemukan cara efektif mengobati penderita gagal ginjal, yakni dengan memberi nasi, yang memang kadar garamnya rendah. Penemuan itu diikuti dengan observasi. Daerah yang penduduknya tidak banyak makan garam ternyata terhindar dari hipertensi. Pada 1989, London School of Hygiene and Tropical Medicine melakukan reevaluasi terhadap temuan tadi. Untuk itu, mereka meneliti 10.000 orang dari 52 bangsa di dunia. Kelinci percobaan dipilih mulai dari Yanomano di Brasil, yang makanannya hampir tanpa garam, sampai Cina Utara, yang sehari-hari menelan garam sebanyak yang dimakan penduduk Yanomano selama tiga tahun. Hasilnya di luar dugaan. Kecuali di daerah yang penduduknya sedikit makan garam, ternyata sodium tidak memberi efek pada tekanan darah. "Memang, ada yang tidak setuju dengan hasil tersebut. Tetapi, hasilnya jelas, teori lama itu lemah," kata Dr. Walter Willet, ahli nutrisi dari Harvard School of Public Health. Garam baru memberi efek jika ditelan secara berlebihan. Selama ia bisa mengatur jumlah garam yang ditelan, ya, aman saja. Willet tak menyangkal, setiap orang mempunyai kepekaan terhadap garam. Namun, katanya, jumlahnya masih di bawah 50%. Toh belum semua ahli berani mempraktekkan pendapat itu. Apalagi sampai saat ini penyebab hipertensi memang masih terus dipertanyakan. Bahwa hipertensi disebut penyakit bawaan, banyak ahli sependapat. Munculnya gejala hipertensi, yang umumnya menyerang penderita usia 30-40 tahun, banyak dipengaruhi gaya hidup seperti kebiasaan makan dan tekanan beban hidup, sehingga mengundang stres. Tapi, masih diragukan jika dikatakan bahwa rendahnya kadar kalsium menyebabkan hipertensi. Menurut Prof. R.P. Sidabutar, ahli hipertensi dari Indonesia, pada 1988 WHO dan International Society of Hypertension membuat kesepakatan tentang pengendalian hipertensi, yakni dengan cara diet garam. "Hipertensi tidak bisa sembuh. Maka, langkah yang harus dilakukan adalah dengan mengendalikannya dengan cara diet garam," kata Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia itu. Jika kadar garam berlebih dalam darah, hal itu tak saja mengakibatkan lonjakan tekanan darah. Lebih fatal lagi bisa menyebabkan serangan jantung koroner, pendarahan selaput otak, gagal ginjal, atau bahkan stroke. Disebabkan penyakit-penyakit itulah umumnya pasien hipertensi meninggal. Akan halnya, pendapat bahwa kalsium dapat menurunkan tekanan darah, Sidabutar sependapat. Penderita hipertensi, katanya, mempunyai ambang kemampuan melontarkan natrium dari dalam tubuh. Nah, kalsium itulah yang akan mendorong pengeluaran sodium lewat air seni. Namun, hipertensi hanya menjaring mereka yang memang berbakat terkena penyakit itu. Pada orang normal, garam tak memberi efek buruk. Di Indonesia, jumlah penderita hipertensi kini sekitar 10% dari jumlah orang dewasa. Angka tadi, kendati masih sedikit, terus merambat naik. Maka, jika fast food dan makanan kaleng semakin populer, menurut Sidabutar, jumlah penderita hipertensi bisa ikut terdongkrak. Ini kalau si pemilik bakat hipertensi tadi tidak mau menjaga diri. Maklum, jenis makanan itu, selama pemrosesan, selalu menggunakan garam. Garam, selain berfungsi sebagai bumbu, juga sekaligus sebagai pengawet. Menurut McCarron, jika ada yang tetap ingin makanan berbumbu, bisa saja, selama ia juga memakan makanan yang mengandung kalsium -- seperti susu, yogurt, keju, broccoli, dan ikan sarden. McCarron menganjurkan agar menelan kalsium sedikitnya 1.000 miligram, terutama dari bahan makanan nonlemak yang diolah dari susu. Selama penderita hipertensi dapat menakar kalsium, ia, selain menikmati lezatnya masakan bergaram, juga bisa terhindar dari penyakit keropos tulang (osteoporosis). Namun, Sidabutar mengingatkan, kelebihan kalsium bisa menyebabkan penyakit ginjal. Maka, ia lebih setuju bila penderita hipertensi melakukan tindakan nonfarmakologik, misalnya menjaga bobot tubuh normal, menghindari minuman beralkohol, berolahraga, tidur teratur, dan sedapat mungkin menghindari stres. Sri Pudyastuti R.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus