Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sekjen PAN: Yang Kami Dengar Pemilu Sistem Proporsional Tertutup Berlaku pada 2029

Sekjen PAN Eddy mengatakan sistem proporsional tertutup membuat masyarakat tidak tahu siapa sosok yang dipilih karena hanya mencoblos parpol.

28 Mei 2023 | 16.39 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno ketika ditemui wartawan di Hotel Aone Jakarta, Senin, 6 Februari. TEMPO/Riri Rahayu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional Eddy Soeparno mengaku turut mendengar kabar bahwa Mahkamah Konstitusi akan mengembalikan sistem pemilihan umum menjadi sistem proporsional tertutup alias coblos gambar partai. Kendati demikian, menurut dia sistem itu baru mulai berlaku pada Pemilu 2029 mendatang, alih-alih pada 2024.

"Yang saya dapat infonya, bahwa itu akan tertutup, tetapi berlakunya itu 2029. Enggak (berlaku surut), berlakunya terhitung 2029. Itu info yang saya peroleh ya,” kata Eddy saat dihubungi, Ahad, 28 Mei 2023.

Namun jika sistem coblos gambar partai diterapkan pada Pemilu 2024, Eddy menyatakan partainya tetap harus siap.Menurutnya para parpol membutuhkan perubahan strategi yang cukup mendasar jika Pemilu 2024 digelar dengan sistem proporsional tertutup.

"Yang tadinya mengandalkan kekuatan calon anggota legislatif, sekarang mengandalkan kekuatan identitas partai. Ini strategi yang menurut saya berubah," kata dia.

Selain itu, Eddy turut menyoroti peluang menurunnya animo para caleg yang sudah mendaftar. Kualitas demokrasi partisipatif, kata dia, juga berpeluang meredup jika sistem coblos gambar partai diterapkan. “Dalam artian, partisipasi masyarakat untuk ikut nyaleg itu jadi redup karena tidak ada harapan kalau tidak menempati nomor urut satu,” ujar Eddy.

Eddy mengungkap dampak lain dari gelaran sistem proporsional tertutup. Menurut dia, politik uang yang kerap digembor-gemborkan jadi mudharat proporsional terbuka sedianya hanya berpindah lapak dari masyarakat ke internal partai politik.

Di sisi lain, Eddy menyebut sistem proporsional tertutup membuat masyarakat tidak tahu siapa sosok yang dipilih karena hanya memilih parpol. Padahal, kata Eddy, masyarakat sedianya memilih caleg karena kapabilitas dan hubungan kedekatan. "Kalau partai yang memilih, sistem tertutup, itu kan mereka tidak tahu siapa yang ditunjuk jadi calegnya. Jadi ibaratnya kucing dalam karung," kata Eddy.

Gugatan uji materiil UU Pemilu soal sistem proporsional terbuka  kembali diajukan ke MK pada akhir November lalu. Salah satu pemohon perkara adalah pengurus PDIP, Demas Brian Wicaksono. Selain itu, pemohon juga terdiri atas lima warga sipil, yakni Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.

Pakar Hukum Denny Indrayana sebelumnya mengklaim mendapatkan informasi bahwa Mahkamah Konstitusi sudah memiliki keputusan untuk mengembalikan sistem Pemilu menjadi proporsional tertutup. Ia menyebut sumbernya merupakan orang yang kredibel, namun bukan hakim MK.

“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja,” kata Denny melalui pesan teks, Ahad, 28 Mei 2023.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu mengatakan mendapatkan informasi bahwa ada 6 Hakim MK yang menyetujui kembali sistem proporsional tertutup itu. Sementara, 3 lainnya menyatakan berbeda pendapat alias dissenting opinion.  Tempo telah mengirimkan pesan teks kepada juru bicara MK Fajar Laksono mengenai pernyataan Denny tersebut. Namun, Fajar belum memberikan respons.

IMA DINI SHAFIRA | ROSSENO AJI

Pilihan Editor: Pemilu Sistem Proporsional Tertutup atau Terbuka, Deni Indrayana: Politik Uang Tetap Ada

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus