Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sepanjang jalan amukan

Suporter Persebaya yang menumpang KA Gaya Baru jurusan Jakarta-Surabaya, mengamuk. Merusak 35 stasiun KA, melempar dengan batu ke arah KA yang berpapasan dan ke arah penduduk sepanjang perjalanan.

24 Maret 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BARISAN yang "kalah perang" itu pulang ke kampung sembari mengamuk sepanjang perjalanan. Itulah yang terjadi Senin pekan lalu, ketika sekitar 2.000 pendukung kesebelasan Persebaya, yang kalah 0-2 dari Persib dalam final kompetisi perserikatan divisi utama PSSI di Stadion Utama Senayan Ahad pekan silam, pulang ke Surabaya. Mereka pulang menggunakan KA 10 Gaya Baru jalur utara (KA 10), yang dijadwalkan berangkat hari Senin pekan silam pukul 13.00 dari Gambir menuju Gubeng, Surabaya. Sebelum kereta berangkat, sudah tampak bahwa mereka susah ditertibkan. Sekitar 150 orang dengan nekat duduk di atas gerbong. "Lha, di dalam penuh sesak," kata Imam, 20 tahun. Penyebabnya, kata Imam, karena terlalu banyak penumpang yang tak berkarcis -- termasuk dia sendiri. Akibatnya, petugas PJKA kewalahan dan hanya "berani" memeriksa karcis sampai di gerbong ketiga dari 10 gerbong yang ada. Mereka memang brutal. Ketika ada seorang penumpang yang salah masuk gerbong, ia langsung digebuk beramai-ramai. "Soalnya dia bukan suporter Persebaya," kata Imam dengan enteng. Di stasiun Cikampek, pendukung tim Persebaya yang menumpang KA 10 itu secara liar menguras isi kantin di stasiun. Selewat Cikampek, gerombolan tadi dengan seenaknya menyambit kereta Fajar KA 45 (jurusan Yogya-Jakarta) yang sedang melaju berlawanan arah. Akibatnya, 4 gerbong dari 7 rangkaian gerbong KA 45 rusak. Empat penumpangnya luka berat. Setelah peristiwa di Cikampek inilah, para kepala stasiun yang bakal dilewati KA 10 ini mendapat laporan agar bersiaga. Di Haurgeulis, Jawa Barat, nasib nahas juga menimpa warga setempat Ketika KA 10 lewat, seperti biasanya, petani di sana suka melambai-lambaikan tangannya. Eh, sambutan simpatik itu malah dibalas dengan hujan batu. Dilaporkan ada 16 petani yang mengalami luka-luka. "Saya sampai gemetaran melihat suporter Surabaya itu," ujar Mudiyono, pembantu kepala stasiun Purwokerto, yang sempat disinggahi KA 10. Di stasiun itu, para suporter Persebaya dengan ganas merusak apa saja yang ada di sana. Jendela rumah sinyal, kaca bufet, lampu-lampu neon dan merkury dipecahkan. Nilai kerusakan di stasiun itu saja ditaksir sekitar Rp 1 juta. Para suporter ini semakin beringas karena mereka tak menjumpai makanan dan minuman di stasiun-stasiun yang disinggahi. Rupanya, banyak pedagang -- seperti juga di stasiun lain -- punya pengalaman jelek. "Waktu Persebaya kalah lawan PSIS Semarang tiga tahun lalu, suporter Persebaya juga mengambil barang dagangan tanpa membayar," ujar Suyati, yang sudah sejak 1970 berjualan di stasiun Purwokerto. Itu sebabnya, banyak pedagang yang tak mau ambil risiko berjualan tatkala suporter Persebaya kembali ke Surabaya. Akibatnya, para penumpang KA tak bisa menjumpai penjual makanan dan minuman. "Dalam keadaan haus dan lapar, kami diejek-ejek kalah. Ya, tentu saja kami tambah panas," ujar Imam. Ketika KA 10 tiba di stasiun Purwokerto, pada pukul 19.30, masinis disandera oleh penumpang. "Mereka mengancam masinis agar tak memberangkatkan kereta sebelum mendapat nasi dan minuman," kata Mudiyono. "Mereka sama sekali tak takut pada petugas keamanan," tambah Kopda. Pol. Suwardi. Padahal, stasiun itu sudah dikawal 30 petugas keamanan. Setelah dibujuk oleh kepala stasiun Soraful Umam dan Kapolwil Banyumas, I.G. Sumantri, sekitar pukul 19.55, akhirnya KA 10 itu berangkat juga. Beberapa stasiun berikutnya, seperti Kroya, Kemranjen, Sumpiuh, Ijo, dan Gombong, juga diporak-porandakan. Tercatat ada 35 stasiun yang rusak berat. Kereta-kereta lainnya yang berpapasan juga dijadikan sasaran lemparan batu penumpang KA 10 itu. Keberingasan suporter Persebaya itu kontan dibalas oleh penduduk yang jadi korban di sepanjang jalur KA. Tapi yang jadi sasarannya adalah KA 8 Gaya Baru jalur utara yang berangkat berikutnya pada jam 15.30 dari Senen (Jakarta) menuju Pasar Turi (Surabaya). Sepanjang perjalanan menuju Cirebon KA 8, yang juga kebetulan mengangkut sekitar 1.200 suporter Persebaya, diamuk oleh penduduk. Para penumpang, yang tak mengerti persoalan, kelabakan melindungi diri. Kursi-kursi dijebol dan dijadikan tameng dari sasaran batu yang disambit penduduk. KA 8 yang membawa 12 gerbong itu 90% berantakan. Setiba di Cirebon, para penumpang KA 8 ganti mengamuk. Sejumlah ruangan di dalam stasiun berikut isinya diobrak-abrik. Keadaan mereda setelah KA 8 tiba di stasiun Tawang, Semarang, pada Selasa dini hari pukul 03.00. Di sana mereka disambut dengan nasi bungkus, makanan kecil, dan minuman sepuasnya. Gratis. Iming-iming yang sama juga dilakukan di stasiun Tugu, Yogyakarta. Sekitar 2.000 penumpang KA 10 yang kelaparan itu diredam emosinya dengan 3.000 nasi bungkus berikut air minum yang disediakan Soedijanto, Kepala Stasiun Besar Yogyakarta. PJKA Yogyakarta mengeluarkan dana sekitar Rp 1,6 juta untuk membiayai itu semua. Ketika para penumpang sedang menikmati makan di tengah malam itu, aparat keamanan melucuti "senjata" para suporter di KA 10. "Terkumpul batu sebanyak satu truk berukuran sedang," kata Slamet, seorang petugas PJKA. Mengapa mereka beringas? Pecandu bola ini disebut oleh Enoch Markum sebagai kumpulan orang pengecut. "Mereka jadi berani mendadak karena tindakan itu dilakukan bersama-sama dengan individu lainnya," katanya. Mereka, menurut Enoch, sebenarnya kumpulan individu-individu yang berlainan. "Tapi punya perasaan yang sama. Yaitu sama-sama kecewa karena Persebaya kalah," ujar pakar psikologi sosial UI itu. Diduga kerugian yang diderita oleh PJKA dan penduduk sepanjang rel akibat ulah suporter Persebaya itu mencapai Rp 100 juta lebih. Semua pihak mengecam keras ulah para pendukung Persebaya itu. "Itu bisa digolongkan tindak kriminal," ujar Menpora Akbar Tanjung. PSSI juga sudah melayangkan peringatan keras pada Komda PSSI Ja-Tim. Sedang Direktur Reserse Mabes Polri Brigjen. Pol. Koesparmono Irsan mengatakan, "Polda Ja-Teng telah meminta pertanggungjawaban dari koordinator suporter Persebaya itu." Ahmed K. Soeriawidjaja, Nanik Ismiani (Semarang), Slamet Subagyo (Yogya), Heddy Susanto (Bandung), dan Wahyu Muryadi (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus