Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Surabaya - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat, pusat gempa Tuban terjadi di timur laut Tuban, Jawa Timur. Gempa tersebut terjadi tiga kali pada Jumat, 22 Maret 2024. Pertama pukul 11.22 WIB, dengan kekuatan 6,0 skala richter (SR). Kemudian gempa kembali dirasakan pada pukul 12.31 WIB dengan kekuatan 5,0 SR.
Setelah terjadi dua kali gempa, ditambah gempa susulan sebanyak 32 kali, gempa skala besar kembali mengguncang di timur laut Tuban lebih besar. BMKG mencatat gempa ketiga yang terjadi pada pukul 15.52 WIB sebesar 6,5 SR.
Gempa ketiga kalinya tersebut sempat membuat panik warga Surabaya. Sebab secara durasi getarannya terasa lebih lama. Dari pantauan Tempo, para karyawan gedung perkantoran di wilayah Surabaya utara berhamburan ke luar ruangan.
“Getarannya kuat sekali, awalnya saya mengira vertigo saya kambuh. Ternyata gempa. Saya spontan berlari ke luar ruangan,” kata Dony Tunggul, salah seorang karyawan penerbitan surat kabar.
Dari berbagai laporan tersiar, gempa juga membuat pengunjung pusat perbelanjaan Tunjungan Plaza di Jalan Tunjungan-Embong Malang berlarian keluar. Mereka berkumpul di Jalan Embong Malang sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas.
Sebuah rumah di Jalan Ngaglik dilaporkan roboh akibat guncangan gempa tersebut. Adapun sebagian kecil dinding Rumah Sakit Universitas Airlangga retak.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Surabaya, Buyung Hidayat turut mengimbau agar warga berhati-hati jika ada gempa susulan.
“Karena masih ada beberapa gempa susulan, diharapkan warga yang keperluannya beraktifitas di dalam gedung tinggi dan bertingkat untuk selalu berhati-hati dan siaga. Kemudian pahami jalur evakuasi dan titik kumpul di masing-masing gedung,” kata Buyung dalam keterangan tertulisnya.
Sementara itu BPBD Provinsi Jawa Timur merilis laporan bahwa gempa tersebut berdampak pada Kabupaten Gresik, Kabupaten Tuban dan Kota Surabaya. BPBD Jatim mencatat seorang warga bernama Hasi’ah, 71 tahun, warga Desa Tambak, Kecamatan Tambak, Kabupaten Gresik robek bagian kepala karena kejatuhan genteng.
Di Kota Surabaya, Muhayaroh, 28 tahun, warga Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan Kenjeran, luka di bagian kaki akibat tertimpa material bangunan.
Di Kecamatan Sangkapura Gresik, kerusakan terjadi pada bagunan gedung SMA Negeri Sangkapura 1, SD Muhammadiyah 1 Desa Kotakusuma, dua unit rumah di Desa Dekatagung, dan satu buah pondok pesantren di Desa Sangkapura,
Di Kecamatan Tambak, Gresik, tiga unit rumah di Desa Telukjatidawang dan satu unit rumah di Desa Kelompanggubuk mengalami kerusakan ringan.
Di Kabupaten Tuban, satu unit rumah di Desa Glagah, Kecamatan Soko rusak berat; satu unit rumah di Desa Sidokumpul, Kecamatan Bangilan rusak sedang, satu buah rumah di Desa Ngadirejo, Kecamatan Rengel rusak ringan; satu unit rumah di Desa Klampok, Kecamatan Semanding rusak berat,
Adapun di Kota Surabaya, Rumah Sakit dr Soewandi di Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Simokerto dan Rumah Sakit Unair di Kecamatan Mulyorejo mengalami kerusakan.
“Total Rumah rusak ringan 7 unit, rumah rusak sedang: 1 unit, rumah rusak berat: 1 unit, sekolah: 2 unit, rumah sakit: 2 unit, ponpes: 1 unit dan kantor desa: 1 unit,” demikian bunyi siaran pers BPBD Jawa Timur.
Peneliti senior Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Amien Widodo mengatakan bahwa guncangan yang terjadi pada daerah laut itu dipicu oleh sesar aktif di Laut Jawa. Gempa dengan kedalaman 10 kilometer ini pun membuat jangkauan daerah guncangan semakin meluas hingga daratan Pulau Jawa.
Menurut Amien, gempa dengan kedalaman dangkal yang disebabkan oleh sesar aktif ini ialah peristiwa yang jarang terjadi. Adanya pergeseran dan tekanan dari dua permukaan pada Laut Jawa ini menimbulkan getaran dengan skala Modified Mercally Intensity (MMI) III-IV. Intensitas tersebut dapat mengakibatkan guncangan dan retakan pada daerah permukaan.
“Semakin kuat skala intensitasnya, dampak yang dirasakan akan semakin berbahaya,” tutur Amien.
Amien berujar pergeseran permukaan pada gempa Tuban terjadi secara horizontal sehingga tidak berpotensi tsunami. Namun, gempa ini akan menghasilkan beberapa gempa susulan dengan skala magnitudo yang lebih rendah dari gempa pertama. “Untuk mitigasinya, gempa tersebut perlu dimonitoring guna mengetahui apakah ada tekanan yang masih aktif atau tidak,” tutur dosen Departemen Teknik Geofisika ITS itu.
Ia mengatakan bahwa pada tahun 2017 Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGeN) telah merilis sebanyak 295 sesar aktif di Indonesia yang berpotensi gempa. Maka dari itu, sudah seharusnya pemerintah daerah yang berdekatan dengan sesar aktif itu harus melakukan pemeriksaan seperti pengecekan kondisi bangunan, permukaan, dan sejenisnya.
Pilihan Editor: Beredar Video Dampak Gempa di Pulau Bawean, BMKG: Hoax
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini