Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tunjangan kinerja atau tukin dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendiktisaintek) tidak dibayarkan sejak 2020 menurut pengungkapan Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (ADIKSI). Hal tersebut mendorong terwujudnya penggalangan solidaritas lewat berbagai aksi nirkekerasan untuk menuntut pemerintah segera mencairkan seluruh tukin dosen tanpa terkecuali, yakni dalam demonstrasi yang digelar ADIKSI pada Senin, 3 Februari 2025 di Jakarta.
Aksi oleh ADIKSI akhirnya berhasil mengilhami gerakan serupa oleh Serikat Pekerja Fisipol (SPF) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Rabu, 12 Februari 2025 di Balairung UGM, Sleman, DI Yogyakarta. Dalam wacana soal tukin, SPF mengatakan bila isu penundaaan pembayaran tukin yang tengah menimpa dosen ASN merupakan sebuah pengabaian tanggung jawab yang kolektif.
“Setelah mendengar berbagai perspektif, baik dari teman-teman ADIKSI yang secara eksplisit mengadvokasi isu ini, atau misalnya kemarin dari sosialisasi yang dilakukan Kemendiktisaintek, kesimpulannya yang sedang terjadi dalam isu tukin dosen ASN ini adalah sebuah ketidaktanggungjawaban yang kolektif,” ujar pihak SPF yang tak bersedia disebutkan nama saat dimintai tanggapan oleh Tempo pada 21 Februari 2025.
Menurut SPF, isu penundaan pembayaran tukin dosen ASN mencerminkan ketidakbertanggungjawaban kolektif dari pihak-pihak yang sebenarnya memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan dan tindakan, tetapi memilih untuk tidak melakukannya. Hal ini menunjukkan adanya kelambanan dan kegagalan koordinasi di antara pemangku kebijakan yang seharusnya bertanggung jawab dalam menyelesaikan permasalahan terkait tukin dosen.
Semenjak regulasi Permendikbud Nomor 49 Tahun 2020 tentang teknis pemberian tunjangan kinerja di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dikeluarkan, SPF mengungkapkan jika eksekusinya atau penerapan pencairannya belum dilakukan sehingga akhirnya para dosen berupaya kembali mengadvokasi persoalan tukin.
Saat regulasi tersebut dibuat, posisi menteri dijabat oleh Nadiem Makarim yang kemudian melahirkan kembali peraturan baru berupa Keputusan Menteri Nomor 447/P/2024 yang mengatur detail nama jabatan, kelas jabatan, dan besaran tunjangan kinerja (tukin) untuk dosen di Kemendikbudsaintek.
“Siapapun menterinya, mau diganti berapa kali pun, sekarang yang terpenting adalah aksi nyata atau aksi konkret untuk pertanggungjawaban mereka dari produk hukum yang sudah ada,” kata SPF.
Atas pelanggaran tukin dosen ASN, SPF membagikan proyeksi terkait dengan kemungkinan buruk yang akan terjadi di masa depan soal kualitas pendidikan Indonesia di masa depan. Penundaan bahkan hingga penghapusan tukin yang menyebabkan kesejahteraan dosen tidak terpenuhi dapat menurunkan keinginan lulusan universitas menjadi dosen.
“Ketika pemerintah tidak memperhatikan kesejahteraan pendidik, termasuk dosen dalam hal ini, maka dapat mengurangi motivasi untuk menjadi dosen sehingga semakin lama proyeksinya akan semakin susah untuk mendapatkan best talent atau best graduate dari setiap universitas untuk menjadi dosen,” katanya.
Selain itu, SPF juga dapat membayangkan bila penundaan pembayaran tukin dapat berujung pada kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa. Saat kesejahteraan dosen tidak lagi dapat dipenuhi melalui anggaran dari pemerintah, maka kesejahteraan dosen akan diserahkan ke kampus masing-masing.
SPF mengatakan, “Yang menjadi pertanyaan, bagaimana cara memenuhi kesejahteraan pendidik atau dosen? Jatuhnya ke biaya mahasiswa. Semakin dinaikkan (UKT) itu bukan pilihan bijak karena menimbulkan konflik horizontal antara dosen dan mahasiswa.”
Maka demikian, SPF menekankan kehadiran serikat pekerja, utamanya di bidang pendidikan, sebagai salah satu kelompok yang dapat membantu mengawal isu tukin dosen. Dalam aksi di Balairung, solidaritas serikat pekerja berhasil menyatukan seluruh elemen, baik dosen ASN, pekerja non-ASN, hingga mahasiswa. Lewat aksi dan kesadaran akan hadirnya serikat pekerja di bidang pendidikan, maka sangat mudah menghimpun seluruh pihak untuk bersama-sama menyuarakan tuntutan kolektif.
“Kemarin waktu aksi itu, kita terdiri dari berbagai elemen. Jadi, bukan hanya dosen. Ketika kita konsolidasi dengan teman-teman mahasiswa, mereka juga sering mengalami peningkatan terhadap respon yang berusaha untuk memecah belah mahasiswa dan dosen,” ucap SPF. Lebih lanjut, pihak SPF menuturkan, “Dengan adanya aksi SPF kemarin yang berkolaborasi dengan mahasiswa, sangat signifikan menunjukkan bahwa ini betul sebuah advokasi isu pendidikan tinggi secara general, bukan hanya untuk kepentingan dosen.”
PIlihan Editor: Pembayaran Tukin Tak Dapat Dirapel, Aliansi Dosen Siapkan Langkah Hukum
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini