Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setelah Rencana G30S Ambyar, Letkol Untung Melarikan Diri ke Tegal Sempat Digebuk Massa Dikira Copet

Hari ini, 58 tahun lalu usai G30S Letkol Untung, pemimpin pasukan Tjakrabirawa melarikan diri ke Tegal. Sempat diamuk massa dikira copet.

11 Oktober 2023 | 16.59 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penangkapan Letkol Untung. youtube.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Letnan Kolonel Untung adalah salah satu sosok yang tak bisa dipisahkan dari tragedi G30S pada 1965. Saat itu, ia adalah Komandan Batalyon KK I Cakrabirawa yang menculik para perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Ia diperintah Mayor Sujono dan Kolonel Abdul Latief untuk mengerahkan batalionnya melakukan aksi penculikan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Letkol Untung memulai karier militernya sejak zaman pendudukan Jepang. Pada 1944, ia mendaftar perwira Heiho, pasukan bentukan Jepang untuk membantu Jepang berperang di Perang Dunia II. Sejak saat itu karir militer Untung makin bagus. Ia menyandang status sebagai perwira terbaik lulusan Akademi Militer (Akmil) Semarang. Setelah di Akmil, Letkol Untung langsung terjun ke berbagai misi militer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di operasi Trikora misal, ia dipercaya menjadi pemimpin pasukan Mandala di bawah pimpinan komandan Soeharto. Berkat reputasi apiknya pada operasi Trikora, ia mendapat kenaikan pangkat dari Mayor menjadi Letnan Kolonel pada tahun 1962. Bahkan, Presiden Soekarno menyematkan Bintang Sakti langsung kepada Letkol Untung. Selain itu, ia juga diangkat menjadi komandan pasukan pengaman presiden Cakrabirawa. 

Sebagai komandan pasukan pengaman presiden, Letkol Untung menjalankan tugasnya dengan baik. Bahkan, pada 30 September 1965 malam, Letkol Untung masih menjalankan tugasnya dengan mengawal Presiden Soekarno di acara musyawarah nasional ahli teknik di Senayan. Ia menemani Presiden Soekarno hingga pukul 23.00. Setelah mengantar Sukarno, ia kemudian pergi ke Lubang Buaya untuk mengecek pasukan Cakrabirawa.

Setelah Letkol Untung datang, pada 1 Oktober 1965 dinihari, pasukan berangkat untuk menculik perwira TNI AD. Dalam daftar perwira yang diculik, seharusnya ada 10 jenderal, tetapi hanya 6 jenderal dan satu letnan yang ditangkap. 

Setelah berhasil menculik dan membunuh para perwira TNI AD, Letkol Untung bergegas ke Radio Republik Indonesia (RRI). Di sana, ia mengambil alih siaran RRI untuk menyiarkan sebuah berita. Letkol Untung dalam siaran mengaku sebagai Ketua Dewan Revolusi dan menjadi satu-satunya orang yang menandatangani dokumen Dewan Revolusi tersebut. 

Pada 2 Oktober 1965, jejak Letkol Untung lenyap. Ia kabur dari Jakarta dan menghilang. Kabarnya baru tersingkap pada 11 Oktober 1965 di momen tak terduga. Kala itu, Letkol Untung menumpang bus ke arah Jawa Tengah. Namun, bus yang ditumpanginya dimasuki oleh anggota tentara yang tak dikenal. Letkol Untung menduga tentara tersebut ingin menampaknya. 

Tidak ingin ditangkap, Letkol Untung akhirnya keluar dari bus dengan cara melompat secara paksa, namun sayangnya, ia malah menghantam tiang listrik. Orang-orang yang menyaksikan insiden tersebut salah mengira bahwa Letkol Untung adalah seorang pencopet, akibatnya, Letkol ini pun menjadi sasaran amukan massa saat itu.

Setelah tertangkap, ia tidak segera mengakui bahwa namanya adalah Untung. Anggota Armed yang menangkapnya tidak menyadari bahwa mereka telah menangkap seorang anggota Komando Operasional G30S. Identitas Letkol Untung baru terungkap setelah dia menjalani pemeriksaan di markas CPM Tegal.

Pada awal 1966, Letkol Untung diadili di Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub). Letkol Untung diadili di Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, alih-alih di gedung pengadilan Kementerian Kehakiman. Pada 6 Maret 1966, Mahmilub memvonis hukuman mati Letkol Untung. Vonis tersebut disetujui oleh Letnan Jenderal Soeharto. Padahal. ketika ditahan di Instalasi Rehabilitasi Cimahi, Letkol Untung yakin tak bakal dihukum mati karena percaya Soeharto akan membebaskannya.


ANANDA RIDHO SULISTYA  | KHUMAR MAHENDRA | NAUFAL RIDHWAN ALY | HENDRIK KHOIRUL MAHMUD

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus