Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERDAGANGAN bisa juga dimulai dengan anak-anak yang gagal.
Banyaknya lulusan SLA yang gagal menempuh ujian masuk perguruan
tinggi (terutama UI, ITB, LPB, GAMA dan UNAIR), telah merangsang
tumbuhnya berbagai bimbingan test. Siky Mulyono, 31 tahun,
merupakan pelopor dalam industri ini. Ia memulai usaha tersebut
secara bersungguh-sungguh sejak 7 tahun yang lampau, setelah
mellhat kelemahan para luklsan SLA dalam menghadapi soal ujian
masuk.
Semula dia hanya ingin membantu beberapa kenalan yang lemah
dalam Kimia Organik. Melihat banyaknya peminat, naluri dagang pemuda
ini pun turnbuh. Niat membantu itu dia padukan dengan kebolehan
seorang pengusaha. Bermodalkan beberapa diktat dan berpusat di
rumahnya, Jalan Kaji, Jakarta, usahanya berkembang sampai
memiliki beberapa mesin stcnsil, foto kopi dan video tape.
Pesatnya pertum-. buhan bimbingan test itu membujuk dia untuk
membiarkan pendidikan kedokterannya di UI hanya sampai tingkat
drs Med.
Siky melaksanakan bimbingan itu sendirian. Di sebuah ruangan
berukuran 3 x 10 M, ia bekerja bersebelahan dengan ruangan yang
riuh-rendah dengan suara stensil dan foto kopi. Ruangan itu
disejukkan AC. Di sinilah murid yang berjumlah 350 bergantian
memecahkan 1000 pertanyaan dalam seminggu. Meliputi Fisika
Mekanik, Kimia, Biologi dan Matematika.
Perangsang
Bimbingan test Siky ini memiliki tiga tingkatan. Lulusan SLA
yang mau ambil bagian, diuji dulu untuk menentukan tingkat
pengetahuannya. Berdasarkan itu ia ditempatkan di tingkat mana.
Untuk tiap tingkat bayarannya Rp 25.000 berlangsung selama 3
bulan. Bagi mereka yang gagal menempuh ujian masuk universitas,
tentu saja masih boleh mengikuti Siky lagi, dan tak usah
dipungut bayaran kembali.
Dibandingkan dengan pusat-pusat bimbingan yang tumbuh kemudian,
tarif Siky memang tinggi. Bimbingan test yang di Jalan
Sukabumi, misalnya hanya menarik Rp 10.000 untuk masa bimbingan
yang dua bulan. Tapi penggemar tetap saja mengalir. Mungkin
mereka lebih percaya pada pengalaman panjang yang dipunyai Siky.
Ada pula yang tertarik dengan pengulangan yang gratis.
Sementara itu Siky sendiri memberikan perangsang bagi mereka
yang bisa lulus ujian masuk universitas. Rp 1000 bagi mereka
yang bisa masuk di satu universitas dan Rp 15.000 untuk mereka
yang bisa lulus ujian masuk di 3 universitas.
Dari bimbingan test ini agaknya tak bisa diharapkan lahir calon
mahasiswa yang tajam daya pikirnya, seperti yang pernah dikecam
oleh Prof. Slamet Imam Santoso dan Dr Andi Hakim Nasution.
Seluruh aktifis di kelas sematamata hanya memeras otak untuk
memecahkan soal ujian yang pernah keluar, yang diperoleh Siky
dengan membelinya dari anak-anak yang sudah duduk di tingkat
pertama fakultas. Ada pula pertanyaan yang disusun sendiri
berdasarkan mata pelajaran di SLA atau di tingkat I fakultas.
Ia sendiri mengakui bahwa bimbingan test itu lebih banyak
buruknya daripada kebajikannya. "Karena pelajaran yang diberikan
kepada murid adalah sistim pompa. Ini terjadi pada bim bingan
test saya, tapi yang lain pun demikian. Karena itu inisiatif
murid tidak tumbuh," katanya satu ketika.
Bisa, Sih
Sepandai-pandainya Siky dalam bisnisnya ini, sulitlah baginya
untuk mengetahui pertanyaan yang bagaimana yang bakal keluar.
Metodenya semata-mata "main tebak", seperti yang diakuinya
sendiri.
Untuk itu terkadang dia menyusun pertanyaan yang hanya
berdasarkan pelajaran di SLA, terkadang pelajaran di tingkat I
fakultas. "Dua tahun yang lalu saya gagal. Saya kira pertanyaan
SLA yang keluar, ternyata bukan. Hingga murid saya cuma separo
yang lulus. Saya benar-benar kesal melihat mutu lulusan SLA.
Pelajaran yang baru mereka hadapi kok tak bisa dikerjakan,"
keluhnya. Tapi tahun kemarin dari 350 muridnya hanya 20 yang
gagal. Ini berkat ramuannya, memadukan pertanyaan pelajaran SLA
dengan pelajaran di tingkat I fakultas.
Soal yang muncul katanya, hampir semua datang dari text hook.
Dia selalu menganjurkan murid-muridnya untuk mempelajari buku
pegangan itu. Tapi kelemahan bahasa Inggeris membuat murid
terpaksa menyerah pada kemampuan Siky saja. Lagi pula seperti
dikatakan Yurnety, salah seorang murid di Jalan Kaji itu,
"belajar sendiri sih bisa, tapi di sini cara menyelesaikan
pertanyaan lebih praktis dan cepat," ujarnya. Selain ikut
bimbingan test sekarang memang sudah jadi semacam pelajaran
tambahan bagi anak-anak SLA. "Semua ikut bimbingan, kalau nggak
kayaknya ketinggalan," sambung gadis itu.
Villa Merah
Di Jakarta, selain Siky Mulyono ada pula kelompok mahasiswa yang
menyelenggarakan bimbingan, seperti Feco Group dan satu lagi
yang terletak di Jalan Sukabumi. Sedangkan yang di Bandung, Grup
Skalb, merupakan perusahaan bimbingan yang cepat maju. Punya
cabang di Jakarta dan punya murid sekitar 400. Seratus di
antaranya adalah anak-anak yang tinggal di Jakarta.
Tapi yang agak menarik nampaknya adalah bimbingan test yang
bermarkas di Jalan Tamansari Bandung. Kelompok mahasiswa
penyelenggara menamakan grup mereka "Villa Merah." Nama itu
mereka arnbil dari nama asrama mahasiswa yang terletak tak jauh
dari ITB, yang warna bangunannya memang merah. Kelompok
penyelenggara membuka usaha bimbingan itu dengan kesepakatan
seluruh penghuni asrama yang berjumlah 26 orang. Keahlian mereka
rata-rata sarjana muda ke atas.
"Villa Merah" sudah berjalan beberapa tahun. "Bahkan sebelum
adanya SKALU," kata Soedjono, salah seorang pengurus. Tiap
peserta dipungut Rp 20:000. Dari jumlah ini, 12,5% masuk ke kas
asrama. Dari kas inilah asrama membayar langganan koran, membeli
televisi. Bahkan menambah penghasilan bibi asrama yang
berpenghasilan pegawai negeri.
Manfaat-manfaat yang bisa dicicipi banyak orang, membuat "Villa
Merah" bisa bertahan. Kalau tidak mungkin dia sudah digusur. ITB
misalnya, melarang asrama-asramanya digunakan untuk bimbingan
test. Namun begitu alamat yang mereka gunakan sekarang adalah
Jalan Aceh. 'Sebab dulu, ketika alamatnya kami sebutkan di
asrarna, kaml dapat teguran," cerita Soedjono.
Tenaga pengajar "Villa Merah" semua terdaftar di ITB. Sebab ada
ketentuan, penyelengara bimbingan tak diperkenankan ikut sebagai
pengawas ujian masuk SKALU. Kalau ada yang bisa merangkap
pekerjaan pengawas dan pengajar di "Villa Merah" tentu peserta
bimbingan lulus semua. Nyatanya cuma 70% yang lulus ujian masuk
SKALU tahun lalu. "Sedang yang masuk ITB hanya 20% dari jumlah
itu," kata Soedjono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo