MUSIM hujan dewasa ini ternyata bukan melulu bikin bah di
Jakarta, melainkan juga telah merendam seantero wilayah Kerinci
pada pertengahan Pebruari lalu. Kabupaten di propinsi Jambi itu
yang beken sebagai gudang beras, saat ini amat risau karena
lebih dari 1000 Ha sawah tergenang. Padi yang sudah berperut dan
siap dipanen, meliputi 50 ribu ton -- apa boleh buat tak sempat
terselamatkan.
Selain itu hasil utama Kerinci: teh kopi dan kayu manis, yang
merupakan barang ekspor untuk Eropa dan Amerika, kini menumpuk.
Biasanya tiap tahun ada 3 ribu ton teh, 14 ribu ton kopi serta 4
ribu ton kayu manis yang dilego ke sana. Tapi saat ini
barang-barang itu tak berdaya beranjak ke pelabuhan, sementara
harganya pun kian merosot.
Musibah itu makin menakutkan tatkala diketahui ada sejumlah
irigasi yang dibangun dengan susah payah roboh diterjang bah.
Begitu pula jembatan dan jalan. Akibat merajalelanya air itu
penduduk mengungsi ke tempat yang ketinggian, menaiki bukit di
sekitar perkampungan. Bayangkan saja bila air mencapai
ketinggian 4 meter. Tiga desa yang sempat mendanau itu adalah
Debai, Pinggir Air dan Tanah Kampun. Di samping menelan
kerugian Rp 500 juta lebih, tercatat pula empat penduduk
meninggal dunia.
Danau Kerinci yang luasnya hampir 5 ribu Ha itu, pada gilirannya
meluap pula. Sehingga desa Jujun, Keluru dan Pulau Tengah yang
terletak di pantainya, tergenang.
Keadaan di enam kecamatan di Kerinci (meliputi 375 ribu jiwa)
itu, juga bergema di propinsi jiran, Sumatera Barat. Sebab
musibah yang serupa juga menimpa Kabupaten Pesisir Selatan. Desa
Tapan (Kecamatan Pancung Soal) tenggelam, karena "air yang
menggenanginya mencapai tinggi 5 meter", kata Bupati Abrara dari
Pesisir Selatan. Di sini pun tercatat 100 Ha sawah mendanau,
serta 120 rumah hanyut.
Kembali pada bah di Kerinci, akibat yang ditimbulkannya bukan
sekedar rendam-merendam pemukiman penduduk. Tapi juga membuat
harga kebutuhan pokok menggeliat tak ketolongan. Beras yang
semula hanya Rp 90 per Kg, kini mencapai Rp 150. Garam dari Rp
35 per bongkah melonjak jadi Rp 150. Minyak tanah dari Rp 50
sebotol, menjadi Rp 200. Bensin sudah mencapai Rp 270 seliter.
Pasal yang bikin keadaan kian parah itu ialah putusnya hubungan
darat ke Sungai Penuh (ibukota Kabupaten) dari segenap penjuru.
Selama ini kebutuhan bahan pokok itu lancar mengalir dari
Padang, 277 Km dari Sungai Penuh. Saat ini jalan darat longsor
pula di empat tempat menjelang perbatasan: baik berupa tanah
terban ke sungai maupun tanah perbukitan yang melorot ambruk
menutup jalan raya. Sementara jalan menuju Sungai Penuh di dalam
kabupaten Kerinci sendiri juga mengalami rusak berat. Itu
sebabnya Sungai Penuh mengalami isolasi total sekarang.
Sedangkan dari kota Jambi, hubungan daratnya juga ditimpa
kemalangan yang sama. Tidak sak lagi, Sungai Penuh gawat adanya.
Tersisa satu-satunya alat perhubungan ke sana berupa peherbangan
perintis MNA dengan pesawat Twin Otter, yang menempuh jalur itu
sekali seminggu. Itupun kini sering sulit karena cuaca yang
jelek. Selebihnya, untung hubungan telepon masih baik.
"Inilah bencana paling besar yang terjadi di Kerinci", keluh
Bupati Rusydi Sayuti. Kabupaten ini memang hampir tak luput dari
bencana melulu. Sekitar tiga tahun lalu Sungai Penuh dilanda
kebakaran besar, di samping Danau Kerinci disemaki oleh enceng
gondok yang merupakan musibah tersendiri pula. Sembari menunggu
uluran tangan dari atas (Departemen Sosial dikabarkan ada
mengirim 4 ton beras plus uang Rp 200 ribu), Rusydi juga minta
kalangan kehutanan untuk segera melakukan penghijauan
besar-besaran. Sebelum terlanjur jadi sesalan yang tak
berkesudahan, maka penggundulan hutan itu tentu perlu
ditertibkan.
Sementara itu sebagai upaya menembus isolasi Kerinci, Rusydi
bersama seribu penduduk Kayu Aro (pegawai negeri maupun swasta)
menyingsingkan lengan baju membenahi longsoran tanah di jalan
raya Km 10 sampai Km 34 arah Padang, Sumatera Barat. Alat yang
digunakan masih serba tradisionil, ditunjang dua buldozer yang
sering batuk-batuk saking tuanya. Sedangkan dari jurusan Padang
ke arah perbatasan, "dalam dua minggu mudah-mudahan bisa
selesai", kata Kepala Dinas PU Sumatera Barat Harun Alrasyid.
Perbaikan tahap pertama sudah berjalan. Untuk perbaikan
selanjutnya menuju Sungai Penuh memang giliran PU propinsi
Jambi. Tapi yang jelas perbaikan itu dilaksanakan dari arah
Sumatera Barat. Sebab alatalat berat hanya mungkin datang dari
arah ini. Untuk menanggulangi musibah itu Gubernur Sumatera
Barat Harun Zain dan Gubernur Jambi Djamaluddin Tambunan
berbicara lewat telepon: bersepakat membawa masalah akibat bah
itu kepada pemerintah pusat di Jakarta. Biaya yang diperlukan,
menurut Bupati Rusydi akan meliputi Rp 30 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini