Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian tidak menyalahkan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro soal tidak dibayarkannya tunjangan kinerja atau tukin dosen ASN selama 5 tahun. Padahal regulasi soal hak Tukin untuk dosen ASN sebenarnya sudah diatur lewat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus Partai Golkar itu mengatakan bahwa tidak adanya anggaran Tukin 2025 bisa jadi karena pemerintah telah memiliki prioritas lain. Menurutnya, dalam politik anggaran memang tidak bisa menyenangkan semua orang, dalam hal ini dosen ASN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Apabila kita memiliki satu prioritas, nah mana yang kami anggap prioritas itu harus dibuktikan dari alokasi anggarannya. Jadi sekarang mungkin ada prioritas lain yang sudah teralokasi," kata dia dalam acara Semangat Awal Tahun 2025 yang diselenggarakan IDN Times di Menara Global, Jakarta Selatan, Kamis, 16 Januari 2025.
Meski begitu, Hetifah menekankan pentingnya memenuhi hak-hak setiap individu, termasuk dosen. Ia menyatakan bahwa dosen adalah profesi yang diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul.
Hanya saja, kata Hetifah, memang saat ini dosen masih kurang mendapatkan penghargaan dan pengakuan yang semestinya. Bahkan, menurut Hetifah, lembaga-lembaga pendidikan yang mencetak calon guru pun menyadari bahwa sebagian besar mahasiswa yang mereka didik bukan berasal dari orang-orang terbaik.
"Jadi orang-orang yang pengen jadi guru dan dosen itu bukan orang-orang yang paling unggul. Kenapa? Karena salah satu kuncinya adalah tadi, kesejahteraan," kata dia.
Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) saat ini begitu getol dalam menuntut hak Tukinnya. Ketua ADAKSI Anggun Gunawan mengatakan berencana mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) apabila Kemendiktisaintek tak kunjung memberikan kejelasan ihwal pencairan Tunjangan Kinerja (Tukin) di 2025 ini.
"Opsi ini sedang dikaji oleh tim hukum," kata Anggun dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Selasa, 14 Januari 2025.
ADAKSI, ia melanjutkan, juga mengultimatum Kemendiktisaintek apabila tak kunjung memberikan titik terang. Ultimatum tersebut ialah mengenai rencana dosen ASN yang akan melakukan aksi mogok mengajar.
Rencana mogok mengajar hingga melayangkan gugatan kepada PTUN ini, kata dia, menjadi pembahasan serius di internal ADAKSI setelah hampir lima tahun tak mendapat kejelasan ihwal pencairan Tukin.
Sebelumnya, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie mengatakan pihaknya sedang berupaya untuk membayar tunjangan kinerja atau Tukin dosen ASN.
Kemendiktisaintek saat ini sedang menyelesaikan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Tukin dosen ASN itu. Perpres ini diperlukan sebagai aturan turunan untuk mencairkan Tukin dosen ASN. Rancangan Perpres itu kini sedang dalam tahap harmonisasi.
"Perpres ini kunci. Ini memang harus diurus. Nah, rancangan Perpres ini pun sudah ada dan sedang dibicarakan di rapat-rapat harmonisasi antar-kementerian," kata Stella ketika berkunjung ke kantor Tempo di Jakarta, Rabu malam, 8 Januari 2025.
Stella mengatakan Kemendiktisaintek merupakan kementerian baru yang merupakan pecahan dari Kemendikbudristek. Karena itu, Satryo Soemantri Brodjonegoro ketika awal menjabat sebagai Mendiktisaintek segera menyusun alokasi anggaran Tukin dosen ASN. Anggaran yang diusahakan sebesar Rp2,8 triliun. Anggaran ini pun sudah dimintakan kepada DPR.
"Kan ada warisan dari sebelumnya. Nah, kami bisa mengatur, bisa meminta apa yang masih kurang. Nah, yang kami mintakan di konsinyasi di DPR soal Tukin itu," kata Stella.
Pilihan Editor: Mendiktisaintek Berniat Batasi Pembangunan Fakultas Kedokteran