Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Suara dari elst

Masyarakat maluku yang tinggal di elst, belanda, mengirim utusan mengunjungi daerah asal mereka di maluku dan menawarkan bantuan guna meningkatkan pembangunan di daerah itu.

12 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIMBUL desakan untuk memberikan bantuan khusus bagi Indonesia, di luar kerangka IGGI, terutarna bagi propinsi Maluku. Itu datang dari tiga kelompok masyarakat Maluku Selatan yang bermukim di Belanda, termasuk yang menyebut dirinya RMS. Di bulah Desember lalu, serombongan wanita Orwana (Organisasi Wanita Maluku) juga sudah berkunjung ke Maluku atas undangan Perwari. Mereka juga minta perhatian - bahkan bersedia mengumpulkan dana - untuk lebih memperbaiki kampung leluhumya (TEMPO 11 Desember 1976). Terakhir, satu kelompok kerja orang Maluku di Belanda, Werkgroep Elst, setelah meninjau sendiri ke Maluku bulan lalu atas biaya pemerintah Belanda, menyampaikan usul-usul pada Bappenas dan Kementerian }'erjasama Pembangunan Belanda. Sekalipun mewakili sebuah perkampungan di Belanda (Elst), delegasi yang terdiri dari 13 orang dengan paspor stateless itu berasal dari 22 desa di 5 pulau di kabupaten Maluku Tengah (d/h Maluku Selatan). Selama di Maluku mereka pun berpencar ke pulau-pulau asal mereka Ambon, Haruku, Saparua, Nusa Laut dan Seram. Benny Ahuluhelu, ketua rombongan itu sebelumnya sudah pernah berkunjung ke Maluku. Kesannya: "Apa yang kami lihat dan dengar 65% sudah baik, tapi 35% masih buruk", katanya. Yang masih buruk, menurut Ahuluhelu adalah kondisi pendidikan dan perhubungan. Di tempat asalya, pulau Saparua, "anak sekolah memenuhi bangunan bekas gereja tua, hingga suara dari kelas yang satu terdengar nyaring ke kelas yang lain", katanya. Yahudi Menurut dia, keadaan yang belum baik itu sulit untuk membuat orang-orang Maluku pulang kampung. Makanya mereka sangat berminat untuk membantu mencari dana bagi pembangunan pendidikan dan prasarana di Maluku. Sekalipun mereka sendiri sudah bukan warganegara Indonesia, "orang-orang Yahudi di Amerika dan Eropa, meskipun bukan WN Israel kan ikut menunjang negeri leluhurnya", begitu tutur orang dari Elst itu. Rabu pekan lalu rombongan itu kembali terbang ke Belanda untuk melanjutkan perundingan dengan "fihak-fihak yang brwenang", kata Ahuluhelu. Mereka juga menyadari bahwa pembangunan di Maluku itu dapat disalurkan lewat swasta. Itu sebabnya, selain melanjutkan pembicaraan dengan Direktorat Bantuan Teknis Internasional di Belanda (DITH), yang diketuai Menteri Jan Pronk, mereka juga berbicara dengan organisasi yang menyalurkan bantuan bagi gereja Protestan (ICCO) dan Novib. Apabila kedua organisasi swasta itu bersedia membiayai proyek-proyek di Maluku - dengan anggaran khusus yang mereka harapkan dari Pronk -- Ahuluhelu dan kawan-kawannya bersedia mengumpulkan 25% anggaran yang merupakan syarat pemerintah Belanda. Omong-omong dengan wartawan TEMPO GY Adicondro, mereka optimis bahwa saran-saran itu dapat diterima Pronk. Tapi harus cepat, sebab masa kerja Kabinet Den Uyl akan berakhir Mei mendatang! sebulan setelah sidang IGGI. Tapi siapa partner mereka di sini, mengingat mereka sendiri hanya akan mengirim dana dari jauh? Soal itu, belum dapat dijawab oleh Ahuluhelu. Sebagai orang Protestan, mereka cenderung bekerja sama dengan sinode GPM (Gereja Protestan Maluku). Namun kunjungan ke Maluku dan percakapan dengan para pemimpin dan jemaat GPM di sana, kurang meyakinkan mereka. "Sinode GPM tidak pernah memberikan pertanggungjawaban keuangan pada jemaatnya", kata seorang anggota rombongan Werkgroep Elst itu pada TEMPO. Selain itu, staf ahli yang berfungsi sebagai 'Bappenas'-nya GPM dalam merencanakan dan mengawasi pelaksanaan proyek-proyek itu, kebanyakan sibuk di luar gereja atau di luar Maluku. Kalangah Maluku yang ditemui TEMPO di Jakarta, juga masih belum puas tentang kegiatan lembaga-lembaga swasta yang bekerja dengan bantuan asing di Maluku. Pada umumnya proyek-proyek pembangunan itu mengikuti arah pembangunan pemerintah yang konsentrasinya terbanyak di kabupaten Maluku Tengah. Yakni di kepulauan Ambon (Amboina, Haruku, Saparua, Nusa Laut), pulau Buru dan Seram. Sedang kabupaten Maluku Utara dan Tenggara kurang diperhatikan. Selain itu, bantuan dari Australia dan Eropa Barat terutama diberikan pada proyek-proyek Kristen. "Umat Islam yang jumlahnya lebih dari separo penduduk Maluku, hampir tak terjamah oleh proyek-proyek pembangunan swasta itu". kata seoran lenamat. Juga belum semua bantuan itu sampai ke sasarannya. Bantuan dari organisasi swasta Belanda Kom-over-de-brug untuk proyek pertanian di Buru Selatan, kabarnya masih 100 ribu gulden tertahan di rekening bank GPM karena tak dapat digunakan. Begitu pula 40 juta rupiah bantuan asing untuk proyek perkapalan GP di Ambon, hingga kini belum dibelikan kapal karena suatu rencana kerjasama GPM dengan bekas orang penting Pertamina, Pattiasina, jadi berantakan. Jemaat GMIH (Gereja Masehi Injili Halmahera) di Maluku Utara pun masih menanti-nanti, kapan rencana perkebunan kelapa dan perternakan babi besar-besaran di Halmahera yang ditunjang oleh DGI dengan bantuan dari Jenewa - akan diwujudkan. Tentu saja, ada juga proyek-proyek pembangunan swasta yang berjalan baik. Misalnya STM Tual-Langgur di pulau Kei, Maluku Tenggara Sekolah Tukang Kayu di Ambon dan RS Autarki, juga di Ambon. Namun kegiatan itu umumnya dijalankan oleh pastor-pastor Belanda yang sudah tua, yang ingin mati di Maluku. Kaderisasi awam pribumi belum difikirkan. Makanya berbagai pihak di Jakarta mengharapkan, janganlah urusan pembangunan di Maluku itu diputuskan secara sepihak saja dari negeri Belanda, tapi dibicarakan dulu dengan matang dengan para pelaksana pembangunan di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus